Waktu menunjukkan menjelang
pukul delapan pagi. Tapi langit masih enggan menampakkan senyum mentari. Hujan
yang tak deras tapi tak rintik tengah jatuh membasahi bumi Rappocini.
Sepanjang jalan
Rappocini masih lengang. Hanya segelintir kendaraan yang melaluinya. Brrr, dingin sekali rasanya. Bila tak
karena harus menunaikan sebuah keperluan, saya tentu lebih memilih berdiam saja
di dalam rumah. Apalagi anak-anak masih libur sekolah.
Pandangan saya menyapu
jalanan di depan saya. Di teras sebuah toko bahan bangunan, seorang perempuan
tengah bernaung. Di sebelahnya ada sepeda motor yang memuat kotak-kotak berisi
kue-kue basah. Hmm, perempuan hebat.
Sepagi dan sedingin ini sudah harus ke luar rumah mencari nafkah.
Hmm ... masih terlalu jauh |
Saya melanjutkan
perjalanan, meninggalkan kekaguman pada perempuan penjual kue itu. Tak jauh
dari toko bahan bangunan itulah tujuan saya.
Saat hujan merintik dan
saya tengah duduk santai di sebuah teras rumah, sebuah sepeda motor berhenti.
Sepeda motor itu memuat berbagai macam kue basah yang tertata dalam susunan kotak-kotak
kontainer di boncengannya. Seorang perempuan turun dan melayani pembelinya, tiga
orang perempuan berjilbab yang menghentikan laju sepeda motornya tadi.
Ah, sepertinya itu penjual
kue yang saya lihat berteduh beberapa menit yang lalu. Saya mulai mengamatinya.
Seorang perempuan berusia sekitar tiga puluhan. Di balik helm besarnya masih ada
sehelai kain jilbab membungkus kepalanya. Ia sibuk melayani ketiga perempuan
itu. Bukan, kali ini bertambah jumlahnya. Seorang laki-laki juga ikut
mengerumuninya, hendak membeli kue yang dijajakannya.
Saya beringsut mendekati obyek |
Tangan saya buru-buru
mengeset fitur kamera di telepon genggam yang saya bawa. Saya mengarahkannya ke
aktivitas jual-beli kue, empat meter di hadapan saya.
Ah, hasilnya tak memuaskan.
Saya beringsut mendekat dua meter lagi untuk mendapatkan angle yang lebih pas.
Tak disangka perempuan
penjual kue itu mengangkat kepalanya. Tatapan matanya spontan beradu dengan tatapan
mata saya yang masih lekat memperhatikannya.
Waduh, tertangkap basah.
Saya tak punya pilihan
selain tersenyum lebar dan mengangguk ringan kepadanya. Ia membalas tersenyum
lebar kepada saya lalu melanjutkan aktivitas melayani para pembelinya.
Hingga akhirnya mendapatkan sudut yang pas |
Nyesss. Hati saya bergetar.
Tahukah kawan, sesuatu yang berasal dari hati akan sampai ke hati? Dan rasanya
bisa begitu nikmat, entah apa namanya itu? Begitulah perasaan saya saat
menerima sedekah dari penjual kue itu. Sedekah dalam bentuk senyuman!
Maha Suci Allah yang
telah mengilhamkan untaian kalimat-kalimat ini pada Nabi-Nya:
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah” (H.R. Muslim)
“Janganlah Kalian menganggap remeh kebaikan itu, walaupun
itu hanya bermuka cerah pada orang lain” (H.R. Muslim)
Informasi dari dunia
kesehatan mengatakan bahwa orang yang tersenyum dan tertawa dengan tidak
berlebihan, membuat jasmaninya sehat. Terutama dapat mengendorkan ketegangan
otot wajah. Wajahnya terlihat berseri dan lebih indah dipandang.
Ringan sekali membuat
diri tersenyum, “hanya” memerlukan 17 otot wajah untuk bekerja. Berbeda dengan
cemberut yang digerakkan oleh 32 otot wajah. Tapi rupanya tak mudah membuat
diri untuk tersenyum karena tak semua orang bisa melakukannya dengan ringan
kepada siapa saja.
Barakallah,
perempuan penjual kue. Insya Allah ekspresi optimisme dan harapan dari
senyumanmu melancarkan rezekimu hari ini. Walaupun misalnya tak ada lelaki
perkasa yang menopang hidupmu sehingga engkau harus berjuang sendiri, Allah
Yang Mahamelihat tentu telah melihat dan memerintahkan malaikat untuk mencatat
keramahanmu dan memberikanmu berkah di hari ini.
Makassar, 3 Januari 2014
Referensi:
Fathur Rohman, Kunci
Pembuka Rejeki, Cetakan kedua, 2008, Pustaka Nazka.
Share :
kukira dikasiki kue kak hehehe
ReplyDeletekalo saya dikasi senyum sama orang seperti spontan tadi biasanya senyumku jadi aneh hehehe. senyum membawa berkah
Hahaha ndak perlulah dikasih kue... cukup senyum saja kalo sama saya. saya sudah bahagia Rin :)
Deletehaha...samaaa....judulnya mengecoh nih, hehe..
Deletesaya kira dikasih kue mba, tenyata sedekah senyuman hihi..
ReplyDeleteHehehe iya ...
DeleteIya mba, senyuman memang salah satu sedekah yang murah dan berkhasiat untuk kesehatan...
ReplyDeleteIya benar :)
Deletedisaat sedang berjuang mencari nafkah dalam lebatnya rinai hujan,,namun masih sempat menebarkan senyumnya kepada siapa saja.....subhanallah,
ReplyDeletesemoga Allah melapangkan rezeki perempuan penjual kue itu...salam ;-)
hehe..iya, kukirai dapat kue. ternyata dapat yang lebih besar, senyum :D
ReplyDeleteIya Kak .. lebih besar :D
Deletesenyum aja sudah sedekah yg luar biasa ya mak,,palagi dikasih kue nya hi hi hi
ReplyDeleteIyah mak hehehe *eh?*
Deletehanya butuh senyuman ya mbak orang bisa m3rasakan bahagia. teduh dan damai rasanya hati jika senyum berbalas senyum.. :)
ReplyDeleteIya mbak .... indah rasanya :)
DeleteSedekah ah.. smilee hehehe
ReplyDeleteSmile tooo :)
Deleteramah sekali ya mbak perempuan penjual kue itu. Mbak Niar gak ikutan beli kuenya :)
ReplyDeleteLagi gak cukup duit yang dibawa mbaaaak hehehe
DeleteJd ingt ini...tabassumuka fi wajhi akhiika sodaqoh ^^.mari senyummmmmm
ReplyDeleteYuuuk :)
Deletesenyum itu menular :)
ReplyDeleteIya mbak :)
DeleteEh kalo hatinya lagi sama frekuensinya di beresonansi, kalo tidak yang disenyumi bisa merengut saja :D
Di kala kita mendapatkan senyuman tulus, biasanya kita akan membalas senyumannya dgn tulus juga ya mba...
ReplyDeleteIya mbak dan rasanya adem ya :)
Deletesenyum saja sudah menyejukkan, apalagi jika berkenan membelinya. Bahagia itu sederhana.
ReplyDeletesetuju banget, Mbak. Seringkali hanya dengan melihat sebuah senyuman rasanya bahagia banget :)
ReplyDeleteSaya pikir beliau akan memberikan kue-nya ^^. Mbak, padahal 'bayar' kebaikan Mbak itu dengan ngeborong kue yang banyak ^_^; Hehe
ReplyDeleteSenyum memang sedekah yang paling mudah ...
ReplyDeletenamun entah mengapa ...
banyak manusia yang enggan melakukannya ... seolah ini hal yang sangat kompleks dan berat ...
Semoga kita semua termasuk ahli tersenyum ya Bu Niar
Salam saya Bu Niar