Saya perlu menuliskan
ini, untuk mengklarifikasi tulisan berjudul Pemimpin
Berdedikasi dan Pemimpin Tak Punya Hati. Bukan karena apa yang saya tulis
di situ salah, melainkan untuk mengajak para pembaca yang salah memahami
perspektif saya dalam tulisan itu, supaya bisa melihat apa yang saya “lihat”.
Karena buat beberapa orang ada bias gender di dalam tulisan itu, yang
memposisikan perempuan lebih hebat dari laki-laki. Astaghfirullah, sama sekali
tak ada dalam benak saya hal yang demikian.
Saya bukan feminis ala barat. Bukan. Dan tulisan itu tidak bermaksud untuk bias gender walau buat beberapa orang
terlihat seperti itu.
Dari pengamatan, pengalaman, dan buku-buku yang saya baca, banyak contoh yang menggambarkan perbedaan laki-laki dan perempuan dalam hal bersikap. Satu contoh kuat pemimpin perempuan yang amanah adalah ada bu Tri sebagai walikota. Mungkin banyak walikota laki-laki bagus. Tapi apa pernah kedengaran ada yang kepeduliannya pada anak-anak seperti bu Tri Rismaharini? Ada banyak kisah seperti apa bu Tri dalam memperhatikan anak-anak, terutama dari kalangan bawah. Contohnya waktu blusukan pagi-pagi dan ia mendapati seorang anak merenung. Ia langsung berhenti dan mencari tahu tentang anak itu, mengumpulkan informasi, dan mencarikan solusi.
Perempuan itu punya sisi feminin yang kental. Sebaliknya, laki-laki (tulen)
itu maskulin kental. Tapi tidak berarti laki-laki
sama sekali tak punya sisi feminin atau perempuan sama sekali tak punya sisi
maskulin. Kalau perempuan, walaupun bukan pemimpin di mana-mana bisa menangis kalau ada anak-anak orang lain yang susah. Tapi berapa banyak pemimpin yang
kayak Umar, yang bisa menangis melihat anak-anak
dan perempuan yang sedang
dalam kesusahan?
Adakah lagi selain Umar? Kalaupun ada, seberapa banyak?
Ini yang saya maksud dari tulisan itu. Ini menyangkut sisi feminis bu Tri. Perempuan yang amanah, yang berada di posisi bu Tri, saya kira akan melakukan ini (ayo berandai-andai, Bu, Mak, Adik-Adik gadis, Kak, kalau kalian jadi walikota macam bu Tri, apakah akan seperti beliau atau lebih memilih fokus lain, semisal pembangunan gedung-gedung tinggi/mal-mal?).
Laki-laki yang amanah belum tentu di situ fokusnya. Laki-laki bisa saja memperhatikan anak-anak dan perempuan tapi tidak sefokus bu Tri (yang perempuan). Tapi ini bukan untuk menunjukkan perbandingan bagusan mana antara laki-laki dan perempuan atau baik
dan buruknya
laki-laki dan perempuan. Sekali lagi, bukan! Poinnya adalah, bahwa
memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
menyikapi sesuatu karena perbedaan gender.
So, sekali lagi, mohon dipahami persepsi ini. Ini bukan masalah benar-salah, baik-buruk, atau menganggap perempuan lebih hebat dari laki-laki kalau menjadi pemimpin. No. (Bisa-bisa ada yang mengira saya berniat jadi walikota Makassar tahun 2024 nanti hehehe). Saya menghormati dan menyukai peran yang proporsional antara laki-laki dan perempuan. Saya sudah nyaman, tidak ingin melebih-lebihkan perempuan dari laki-laki.
So, sekali lagi, mohon dipahami persepsi ini. Ini bukan masalah benar-salah, baik-buruk, atau menganggap perempuan lebih hebat dari laki-laki kalau menjadi pemimpin. No. (Bisa-bisa ada yang mengira saya berniat jadi walikota Makassar tahun 2024 nanti hehehe). Saya menghormati dan menyukai peran yang proporsional antara laki-laki dan perempuan. Saya sudah nyaman, tidak ingin melebih-lebihkan perempuan dari laki-laki.
Maka dari itu, kondisi yang paling baik dalam membesarkan anak-anak adalah dalam keadaan ayah-ibunya lengkap. Supaya anak-anak bisa belajar dari 2 sisi: feminin dan maskulin (atau venus dan mars) dari 2 jenis gender itu. Kalau kata psikolog-psikolog, kalau ada yang kurang, maka perlu dicarikan penggantinya dari keluarga terdekat, supaya anak- anak bisa belajar kedua peran itu dengan lengkap dan baik.
Demikian
klarifikasi saya J
Makassar, 13 Februari 2014
Share :
Saya pernah baca ini juga di sebuah buku (tapi lupa), memang benar peran ayah dan ibu itu tidak bisa digantikan mak :)
ReplyDeleteYup .... :)
DeleteTika termasuk yang kagum berat dengan beliau, dengan segenap prestasi, pola pikir dan cara beliau untuk mengaktualkan pikir.. Keren!
ReplyDeleteSalam silaturahmi kak Niar :)
ALhamdulillah ya :)
Deleteyup dia hebat di bidang yang pas dengan kelebihannya sebagai wanita, tp kalau ia bisa kompeten mengerjakan bidang yang memerlukan kelebihan laki2. dia baru walikota yang hebat, seperti Umar dlm versi wanita..
ReplyDeleteSy yakin dia berusaha sebaik2nya ...
DeleteKlarifikasi toh Mbak... itu klasifikasi, hehehe. Aku kemarin nggak nonton nih Risma. Pas udah mau selesai Mata Najwanya baru diteriakin Mbakku buat nonton zzz. Cuma ngeliat beliau nangis ajah... tak baca post Mbak Mugniar yang sebelomnya dolo...
ReplyDeleteTypo ya Na hehehe ... sudah saya koreksi. Makasih ya, ndak nyadar kalo ndak dibilangin sama Una. EH tapi sudah nonton Yutubnya kan?
DeleteKemarin pas nonton Mata Najwa juga ikut merasa terharu, ternyata masih ada pemimpin yang berjiwa "pemimpin" juga. Suka banget... :-)
ReplyDeleteALhamdulillah .. belum pernah dengar pemimpin Indonesia bicara seperti beliau .. baru kali ini ..
Deletesip mba, klarifikasinya.. smoga pd ngerti :)
ReplyDeleteSip .. :)
Delete