Judul
buku: GADO-GADO POLIGAMI, ANTARA FIKSI DAN REALITAS
Penulis:
Leyla Hana, Linda Nurhayati, dan lain-lain
Penerbit:
PT. Elex Media Komputindo
Tahun
terbit: 2012
ISBN: 978-602-00-1919-2
Ukuran: 20,8 cm x 14 cm
ISBN: 978-602-00-1919-2
Ukuran: 20,8 cm x 14 cm
Jumlah
halaman: 247 halaman
Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.
S. Annisa ayat 3)
Poligami adalah topik yang selalu saja hangat
dibicarakan. Di kalangan kaum wanita, mereka membicarakannya dengan melibatkan
perasaan. Mungkin karena merasa memahami rasa sakit dipoligami, juga karena
melihat banyaknya dampak di sekitar kita yang menyisakan kepedihan
berkepanjangan.
Dalam Sekapur Sirih-nya, Leyla Hana – penyusun
buku Gado-Gado Poligami ini mengatakan: ayat di atas turun bukan untuk
mengharamkan poligami, tetapi untuk membatasi jumlahnya empat saja. Itu pun
tetap disebutkan bahwa apabila tidak dapat berlaku adil, sebaiknya monogami,
atau hanya menikahi satu istri. Karena monogami lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya. Kuasa Allah untuk tidak mengharamkan poligami, karena Allah
mengetahui hati hamba-Nya. Beberapa laki-laki memang memiliki kecenderungan
untuk poligami, dan beberapa wanita ditakdirkan untuk berbagi. Jikalau poligami
diharamkan, maka berapa banyak laki-laki yang akan berbuat dosa karena menikah
lagi?
Untuk mendapatkan pandangan obyektif mengenai
poligami, Leyla Hana mengadakan audisi menulis, berupa
fiksi kilat (flash fiction) dan kisah nyata tentang poligami. Ada ratusan
naskah yang masuk, 63 di antaranya terpilih untuk menjadi komponen penyusun
buku ini.
Buku ini mengundang keharuan sampai memancing
bulir-bulir air mata mengalir turun. Namun demikian bukan hanya sensasi drama
yang terdapat di dalamnya. Jauh lebih dalam daripada itu, ada banyak pelajaran
berharga termuat di dalamnya.
Bukan hanya pembiayaan yang bisa membengkak, dua
kali lipat bahkan lebih. Membagi perhatian dan kasih sayang bukanlah hal yang
mudah. Tak mudah bagi suami, juga bagi istri dan anak-anak.
Mengepak dengan Satu Sayap yang ditulis oleh
Linda Nurhayati, menceritakan tentang kisah nyata pernikahan poligami yang
bermula dari rasa kasihan hendak membantu seorang janda beranak dua yang tengah
diteror oleh seorang preman yang berniat mengawininya. Karena hendak melindungi
janda itu dan anak-anaknya, sang suami menyampaikan keinginannya menikahi janda
tersebut kepada sang istri.
Argumentasi kuat yang dikemukakan sang suami,
tak bisa dibantah istrinya. Maka dengan keikhlasan yang diupayakan sepenuh
hati, sang istri menerima dimadu. Apa daya, bukan hanya waktu yang harus rela
ia berikan lebih banyak kepada madunya, tetapi juga perhatian dan finansial.
Bahkan tanpa malu-malu, sang suami suka mengeluhkan keadaan keuangannya yang
memprihatinkan. Sang istri pun merelakan memberikan sebagian uangnya untuk
rumah kedua suaminya.
Setangkai Rindu untuk Bapak yang ditulis oleh
Nyi Penengah Dewanti, menceritakan kisah nyata kepedihan seorang anak yang
terpaksa menjadi buruh migran ke negeri beton untuk membantu membebaskan
ayahnya dari lilitan hutang dan membiayai ibu dan adiknya. Ayah yang seorang
PNS mengatakan tak mampu lagi membiayai kehidupan keluarganya, termasuk
menyekolahkan anak-anaknya. Bagai disayat sembilu rasanya ketika akhirnya
terbongkarlah kebohongan sang ayah yang ternyata telah berpoligami. Ayah yang
dihormatinya rela menelantarkan keluarganya untuk mengontrakkan rumah dan membiayai
hidup wanita lain.
Pelajaran berharga pun diperoleh seorang anak
lelaki ketika menyaksikan kepedihan yang diderita ibundanya akibat pernikahan
poligami ayahnya, seperti yang tertulis pada halaman 131: dan kini, dari
kesepian hati Ibu yang teramat bisa untuk kujamahi, aku berjanji untuk tidak
akan pernah berpoligami.
Dari 23 kisah nyata pernikahan poligami yang
dimuat dalam buku ini, hanya ada 3 kisah yang bisa dikatakan bahagia. Salah
satunya adalah yang ditulis oleh Ade Anita (Senyum Ini Milik Kami).
Ada benang merah yang dapat ditarik dari ketiga
kisah itu, yaitu bahwa kunci kebahagiaan poligami adalah keridhaan istri pertama,
lalu tentu saja keridhaan Allah. Keridhaan itu mengantar istri pertama untuk
mencarikan sendiri istri kedua bagi suaminya. Bagi banyak orang, ini adalah hal
yang mustahil. Namun pada kenyataannya ada juga yang bisa merasakan kehidupan
bahagia itu. Walau sulit, mereka yang mampu menjalaninya memiliki kesabaran dan
keikhlasan yang teramat besar, juga keyakinan yang luar biasa kepada Yang Maha
Kuasa.
Bahagia pada awalnya, dirundung duka kemudian.
Itulah kisah nyata yang dialami seorang istri pada kisah Tergoda Daun Muda.
Terlalu percaya kepada seorang wanita muda yang menjadi anggota keluarga baru,
membuatnya menelan pil pahit ketika suaminya tergoda oleh wanita itu. Sebuah
pesan berharga diberikan oleh kisah ini, bahwa cinta memang harus selalu
dirawat, dipupuk, dan ditumbuhkan bersama dengan kepercayaan dan kehati-hatian
dalam menjaganya. Karena kita tak akan pernah tahu ujian besar apa yang bisa
menimpa kita dari seseorang yang sudah dianggap seperti anak sendiri.
Punya dua istri itu berat. Luar biasa berat!
Kalau anak-anak akhirnya setuju dengan paham poligami, itu kesalahan Bapak.
Kalau sekarang Bapak boleh memilih, Bapak akan tetap memilih dengan satu istri.
Tapi Bapak udah nggak punya pilihan, kan? Percayalah, lelaki akan menjadi anti
poligami kalau dia sudah menjadi pelaku poligami.
Itu kutipan dari tulisan Yusi Yusuf (halaman
164) pada fiksi kilat berjudul Menyesal yang berdasarkan pada kisah nyata.
Kata-kata itu diucapkan oleh seorang bapak pelaku poligami. Hm, adakah para
lelaki lain seperti bapak ini, yang menyesal dengan pernikahan poligaminya?
***
Entah apakah tema ini memang hanya “milik” kaum wanita atau bagaimana. Dari 63 orang penulis yang ambil bagian dalam buku ini, hanya 4 atau 5 orang di antaranya berjenis kelamin laki-laki. Tapi mereka yang hendak mengkalibrasi makna sakinah mawaddah wa rahmah dalam rumahtangga (baik poligami maupun monogami), patut membaca buku ini sebagai bahan pelajaran berharga. Sebab banyak hal bisa dipelajari dari dukacita orang lain tanpa perlu kita merasakannya sendiri.
Yang pasti, satu pertanyaan harus direnungkan
setelah membaca buku yang kalimat-kalimatnya tersaji dengan amat sempurna,
tanpa kesalahan EYD ini: para pelaku
poligami (atau yang berniat berpoligami), siapkah membayar segala harganya di
dunia dan mempertanggungjawabkan segala akibatnya kelak di akhirat?
Catatan:
Resensi ini sudah
pernah tayang di note Facebook saya
Share :
bagaimanapun wanita yang dipoligami pasti sakit hati, jadi lebih baik monogami saja
ReplyDeleteWaah, mas Joe pengertian sekali ya
DeleteBapak saya tidak berpoligami namun saya adalah saksi bagaimana keluarga poligami menjalani kehidupan.Kebanyakan pedih. Kalau ada yang bahagia mungkin adalah si suami dan istri barunya. Dan itu pun awal-awalnya saja. Setelah waktu memberi kesempatan menjalani kehidupan normal, bahagia berubah jadi penderitaan.
ReplyDeleteDuh baca komen kak Evi ini saja, hati saya koq ikut pedih ... -_-
DeleteSaya jadi hanya berfikir.
ReplyDeleteUntuk biaya pernikahan saya (bukan poligami) saja sudah mahal, apalagi kalau sampai poligami??
Ah, bapak itu juga..
Ya pasti berat lah!
Lha wong katanya satu saja sudah berat, apalagi harus lebih dari satu..!
Pelajaran berharga ya?
DeleteMak Niar, aku merinding nih baca resensimu yg tidak menghujat namun menghunjam ini. Jadi gak berani baca buku itu, takut termewek-mewek :)
ReplyDeleteBukunya memang membuat semua bulu merinding, Mak. Juga membuat termewek-mewek. Tapi patut dibaca buat yang mendambakan kebahagiaan dalam pernikahannya, baik itu pernikahan monogami maupun poligami karena banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik di dalamnya tanpa perlu kita mengalaminya :)
DeleteYuk, cari di toko buku online, Mak Uniek :)
oohhh maaak,,, rasanya aku ingin menutup mata melihat kenyataan yg kadang kejam kaya gini huooooooo
ReplyDeleteYaaaah begitulah. Yang pilu itu, mereka yang "tak menyediakan payung sebelum hujan" :)
Deletewah judulnya unik.. Gado-Gado Poligami.. hehe
ReplyDeleteRasanya kayak gado-gado soalnya :)
Deleteada pertanyaan yang sering saya lontarkan untuk mereka yang hendak berpoligami.. kepada sang istri saya selalu bertanya..relakah karena ALLAH dia mengizinkan suaminya berpoligami,
ReplyDeletekepada sang suami saya bertanya,,benarkah anda berpoligami karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW,,bila benar...tentunnya anda akan mengikuti sunnah Rasul dengan sepnuhnya...bukan hanya menurut keinginan anda semata...karena polygami menurut sunnah Rasulullah itu mulai dari pernikahan pertamanya,,yaitu menikahi seorang janda..., lalu menikah lagi setelah istri pertamanya meninggal dunia dan seterusnya...
bila sang suami tidak mengikuti sunnah Rasulullah SAW secara sepenuhnya...bisa dipastikan..polygami yang dilakukan ..hanyalah berdasarkan nafsu duniawi semata...salam :-)
Banyak yang berdalih mengikuti sunnah Rasulullah ya Pak. Sayangnya tidak nyadar kalo mereka bukan Rasulullah, hanya manusia biasa yang punya banyak kelemahan. Segala kelebihan Rasulullah tidak ada pada mereka pula. Ada pula yang berpoligami dengan dalih membantu (seperti pada kisah yang ada dalam buku ini, tapi beda jalan ceritanya) tapi istri keduanya diterlantarkan. Kasihan. Statusnya istri tapi jarang dijenguk.
DeleteTerimakasih komennya Pak, salam :)
harganya berapa mbak> pasti mahal ya :)
ReplyDeleteberpoligami hanya menuruti hawa nafsu aja percuma ya mbak
Waah saya tidak tahu harganya, mbak Lid. Ini dulu dapat hadiah dari GAnya mbak Leyla :)
DeleteWah. Topik ini selalu nyelekit bagi para wanita (contohnya saya :D). Tak habis pikir sama mereka pelaku poligami, bertanya2 adakah mereka benar2 memahami apa yg mereka lakukan? Benar2 memahami konsekuensi & sunnah Rasul yg sebenarnya? Yah, seperti dibilang Mak Mugniar, 1 saja sudah berat... Perjanjian pernikahan adalah perjanjian berat, tanggung jawabnya tak main2... :(
ReplyDeleteIya Mak, sama, menghabiskan membaca buku ini makan waktu lama buat saya. Banyak yang terlihat tidak benar2 memahami konsekuensinya dan tidak benar2 memahami aturan Islam. Sedih ya :(
DeleteTerkadang penggunaan akan sebuah bahasa dalil hanya sebagai penyelimut nestapa dalam penderitaan di atas orang lain ya Mba :D
ReplyDeleteSalam
Bahasanya keren, mas Indra :)
DeleteDi lingkungan sekitar saya ada, Bun. sesuai kebanyakan yang terjadi, bukan kebahagian yang ada, tapi penderitaan. paling kasihan nasib anaknya, menjadi kurang mendapat perhatian. malah istri pertamanya (ibu dari anak-anak tadi) sudah gak di rumahnya lagi. semakin gak mendapat kasih sayang, bukan hanya dari ibu kandungnya, tapi dari ayahnya sendiri yang lebih memilih bersama istri keduanya.
ReplyDeleteWaah sedih ya. Mudah2an banyak yang belajar dari kasus2 seperti itu ya
DeleteYg jelas perempuan kini gak ada yg bisa ikhlas di poligami ya, Mba. Terkait harga, gak bisa terbayarkan oleh apapun. :)
ReplyDeleteBtw, paketan beberapa lembar jilbab sudah tak kirim, Mba. Semoga selamat sampai tujuan, ya.
Saya pernah bertemu yang ikhlas juga Idah ...
DeleteOk, terima kasih banyak ya. Insya Allah akan saya sampaikan :)