Judul buku:
Everlasting Success,
Menggapai Bahagia Hingga ke Surga
Penulis: Muhajir Abu Zahra
ISBN: 978-979-16879-7-3
Penerbit: Indiva Media Kreasi
Ketebalan: 200 halaman
Ukuran buku: 20 cm x 14 cm
Tahun terbit: 2008
Saya
tercenung membaca sebuah hadits di awal buku Everlasting Success ini. Beberapa kali saya membacanya dengan
hati-hati agar tak salah menangkap maknanya, lalu merenunginya …
“Pada hari
kiamat dihadapkan seorang yang termewah di dunia
dan ia
sebagai calon isi neraka, maka dimasukkan
ke dalam
api neraka sebentar kemudian dikeluarkan
dan
ditanya, ‘Hai anak Adam, pernahkah kamu
merasakan
kebahagiaan dan nikmat selama hidupmu?’
Jawabnya,
‘Tidak pernah wahai Tuhanku’.
Kemudian
didatangkan seorang yang paling menderita di dunia
dan ia
calon penghuni surga, maka dimasukkan sebentar ke surga,
kemudian
ditanya, ‘Hai anak Adam, pernahkah
kamu
merasakan atau menderita kesulitan atau
kemalangan
selama hidupmu?’ Jawabnya,
‘Tidak
wahai Tuhanku, belum pernah saya menderita
atau
merasakan kesulitan sama sekali.’”
(HR.
Muslim)
Hadits
ini menceritakan dua orang: (1) yang paling mewah di dunia dan sengsara di
akhirat dan (2) yang paling sengsara di dunia dan bahagia di akhirat. Yang dulu
hidupnya paling mewah, merasakan dirinya tak pernah bahagia sementara yang dulu
hidupnya paling sengsara di dunia, merasakan dirinya tak pernah mengalami
kesulitan. Ajaib. Ini membuat saya berpikir, kalau disuruh memilih hendak
menjadi si nomor 1 atau si nomor 2, bersediakah saya memilih menjadi si nomor
2?
Sungguh
sebuah nikmat luar biasa jika seseorang yang di dunia kehidupannya pas-pasan,
malah dilihat oleh orang lain sebagai “serba kekurangan” tetapi secara hakikat
ia mampu untuk tidak merasakan kesulitan ataupun kemalangan. Hatinya senantiasa
karena pasti selalu diliputi ikhlas, syukur, sabar, istiqamah, dan tawakal!
Apa
lagi yang dibutuhkan orang semacam ini selain beribadah kepada Allah? Tak ada,
semua kebutuhan dan kepentingannya tercukupi dengan apa yang ada, dengan apa
adanya. Ia tak pernah mengada-ada dengan mengadakan apa-apa yang sebenarnya
secara esensi tak perlu ada. Ya Allah, nikmat sekali hidup orang ini.
Inilah
yang coba diurai oleh buku ini. Bagaimana menjadi orang yang bisa menggapai
bahagia hingga ke surga, dalam situasi dan kondisi apapun. Muhajir Abu Zahra,
penulisnya, menuangkannya ke dalam 8 bab, disertai dengan banyak ayat-ayat
al-Qur’an dan hadits, sebagai penegasan.
Pembahasan
dari buku ini meliputi: Mukadimah, Memburu Kebahagiaan (bab 1), Kunci Surga
(bab 2), Sifat dan Perilaku Para Penghuni Surga (bab 3), Penghalang Masuk Surga
(bab 4), Wanita Surga (bab 5), Karakteritik Surga (bab 6), Mengapa Mereka Bisa
Masuk Surga (bab 7), dan Penutup (bab 8), dipaparkan dalam bahasa yang mudah
dicerna.
Pada
bab Memburu Kebahagiaan, pembaca diajak merenungkan arti kebahagiaan
sesungguhnya: Jadi kebahagiaan itu tidak terletak pada sesuatu yang ada di luar diri
Anda, tetapi terletak pada sikap atau reaksi hati Anda. Jika hati kita semakin
terampil menyikapi kejadian di dunia ini, maka mental kita semakin dewasa, dan
semakin mudah meraih kebahagiaan hakiki. Inilah yang disebut kaya jiwa (halaman
21).
Sebuah
hadits diberikan penulis untuk menegaskan hal ini: Bukanlah kekayaan itu banyaknya harta benda, tetapi kekayaan itu adalah
kaya jiwa (HR. Bukhari dan Muslim).
Kalimat
tauhid merupakan pembahasan pada bab Kunci Surga. Simak hadits berikut (pada
halaman 42): barangsiapa yang bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya maka Allah mengharamkan neraka baginya (HR. Muslim).
Namun
pemahaman kunci surga bukan hanya “kunci” saja. Kunci itu tentu saja harus
mempunyai gerigi. Adapun “gerigi kunci” menjadi pembahasan selanjutnya.
Setelah
itu, bentuk nyata dari gerigi kunci surga dibahasakan penulis sebagai sifat dan
perilaku para penghuni surga. Lima belas di antaranya dijabarkan dalam bab 3.
Salah satu dari kelima belas hal tersebut adalah SABAR.
Dalam
surah al-Baqarah ayat 155 disebutkan: Dan
sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.
Adanya berbagai cobaan
ini mempunyai hikmah untuk membedakan antara orang yang benar dan orang yang
dusta dalam keimanan kepada Allah (halaman 102).
Bagi
pemburu kebahagiaan hakiki, perindu surga, tentunya buku ini tidak akan dilewatkannya.
Apalagi kemudian berturut-turut dibahas hal-hal yang menjadi penghalang bagi
seseorang untuk masuk surga, wanita-wanita penghuni surga, karakteristik surga,
dan orang-orang yang masuk surga karena amalan-amalan khasnya yang dicintai
Allah. Materi ini amat menarik untuk dicermati.
***
Buku
ini tersusun dengan diksi yang mudah dipahami. Selain kontennya yang sarat
makna, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh penulisnya:
Saya
menyarankan bila ada kemungkinan dicetak ulang, buku ini dibuat lebih membumi lagi. Kiranya penulis
mempertajam membahas mengenai bagaimana tetap bisa merasakan bahagia walau
didera dengan berbagai cobaan. Secara khusus baiknya diberi tambahan beberapa contoh
lagi (selain Fatimah, putri Rasulullah), misalnya mereka yang bisa tetap
bahagia walau hidupnya berkubang derita di mata orang lain.
Menurut
saya, contoh-contoh itu perlu, sebagai motivasi karena tingkat kesulitan hidup
di negara kita dari tahun ke tahun semakin besar (salah satu indikatornya harga
barang yang terus meningkat sementara tak semua orang penghasilannya
meningkat).
Mengutip
pernyataan pada halaman 120: meski
demikian, tidak berarti bahwa dakwah semata-mata hanya menjadi kewajiban mereka
(maksudnya: ustadz, dijelaskan pada paragraf paling atas), karena secara umum kerja besar dakwah
sesungguhnya membutuhkan peran dari seluruh elemen umat. Setiap individu muslim harus mengambil bagian sesuai dengan
kemampuannya dalam dakwah.
Membaca
ini, saya berbesar hati karena itu berarti siapa pun dia, asalkan muslim yang
senang menyeru kepada kebaikan maka bisa dikatakan ia telah berdakwah.
Namun
saat membaca tiga peran dakwah: kader inti,
kader pendukung, dan kader simpatisan, saya jadi berkecil hati. Karena
ketiga peran yang katanya merupakan pembagian secara umum, nyatanya tak memuat
semua elemen masyarakat muslim. Saya mengenal banyak saudara sesama muslim yang
senang menyeru kepada kebaikan, tetapi tak termasuk dalam ketiga golongan itu.
Kader
simpatisan, yang merupakan kategori “teringan” saja dalam pengertian yang
diberikan mengacu kepada perannya “acara dakwah”. Pada halaman 121 dituliskan: kontribusi peran simpatisan adalah
keterlibatan mereka sebagai peserta dalam
acara dakwah, atau dalam memberi infak atau sedekah, maupun mengajak
lingkungan di sekitar mereka untuk mengikuti
acara dakwah.
Agak
sedih saja, karena saya berharap benar-benar semua golongan muslim amanah berada
dalam kategori-kategori itu. Tapi ternyata ada yang “tak diakui” dalam konteks
ini. Mungkinkah ditambahkan satu kategori lagi? Atau mungkin kategori itu tidak
disebutkan sebagai “kader”?
Karena
kata “kader” bermakna eksklusif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan
pengertian kader sebagai berikut: orang
yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai,
dsb. Jadi, kader itu memang khusus milik dari sebuah organisasi. Malah
dalam sebuah organisasi, tak semua anggota bisa disebutkan kader. Ada yang bisa
berperan sebagai simpatisan saja. Bukan kader simpatisan.
Untuk
menjadi kader ada proses “pengaderan” yang dalam tiap organisasi memiliki
kaidah-kaidah tertentu yang khas. Maka pemakaian kata “kader” di atas cenderung
bermakna eksklusif, tidak inklusif. Maksudnya, tidak dapat melibatkan semua
umat muslim yang sebenarnya peduli pada proses dakwah.
Hm, ini sekadar usulan saja
supaya buku ini dan kontennya bisa diterima dan dimiliki lebih banyak lagi masyarakat
muslim.
Dalam
buku ini, terus terang saya tidak sreg dengan
mind set penulis yang menggeneralisir
seolah kehidupan artis/selebriti seolah bersimbah dosa (pada halaman 18).
Siapa
pun bisa terjebak melakukan hal-hal yang dituliskan, seperti: gonta-ganti pasangan hidup, menghabiskan
hidupnya berteman narkoba, keluar masuk tempat maksiat untuk menghambur-hamburkan
uang, kepada orangtua bagaikan anjing dan kucing (selalu cekcok), dan suka
seingkuh. Siapa pun, bukan hanya selebriti!
Duh, apakah penulis punya
data? Apakah penulis pernah meneliti kehidupan para selebriti sehingga begitu
saja menempelkan cap-cap itu?
Maaf,
kita hanya tahu hal-hal seperti itu karena diekspos media. Sementara
orang-orang yang berkubang dalam hal-hal tersebut di atas tetapi bukan
selebriti, mereka tak diekspos media. Jangan sampai apa yang dituliskan hanya
serupa isu yang tak pantas dijadikan pegangan. Mohon menyertakan data akurat
untuk sebuah buku non fiksi.
Pada
pembahasan tentang tanda-tanda zuhud yang dirumuskan oleh Imam al-Ghazali
(halaman 112), ada sedikit kekeliruan pada poin kedua.
Pada
buku tercetak: sama saja di sisinya orang
yang mencela dan mencacinya,
baik terkait dengan harta maupun kedudukan.
Seharusnya:
sama saja di sisinya orang yang mencela dan memujinya, baik
terkait dengan harta maupun kedudukan.
***
Well, secara keseluruhan, buku
ini layak dibaca oleh siapa pun yang mendambakan kebahagiaan dan kesuksesan. Keluasan wawasan
penulisnya dan banyaknya ayat al-Qur’an serta hadits yang disertakan,
menjadikan buku ini amat kaya. Mudah-mudahan penerbit mau mencetaknya kembali.
Makassar, 27 Maret 2014
Share :
sebuah buku yang penuh dengan motivasi dan layak dibaca
ReplyDeleteYup .. memang layak dibaca :)
DeleteHehehe.. selalu ada kekurangan dan kelebihannya ya mbak. Tak ada satu bukupun yanh diciptakan sesuai keinginan orang
ReplyDeletebetul mbak selalu ada kekurangan karena yang mempunya kelbihan sempuran ahanya Allah ya mbak :)
DeleteMbak Nunu: Namanya juga boleh ngritik, mbak. Kalo penerbitnya gak nerima kritik ya saya gak kritik :D
DeleteLagi pula, siapa tahu bisa memperkaya isi bukunya kalo dicetul. Dan bisa menjadi milik orang banyak. Yang ini masih kurang merangkul semua lapisan :)
Mbak Lidya: Memang sih tidak ada yang sempurna. Tapi kalau kelak bisa dibuat lebih baik, kenapa tidak :)
sepertinya isi bukunya memiliki makna yg dalam ya mba...
ReplyDeleteIya mbak Santi, isinya padat.
Delete