Dari status facebook, ternyata bisa jadi satu tulisan untuk blogMenunggu kabar tulisan bakal dimuat atau tidak di media, atau naskah bakal diterima atau ditolak penerbit itu sungguh momen yang mendebarkan. Tak banyak media dan penerbit yang serius memperhatikan urusan pengabaran kepada sang pengirim tulisan.
Tiga kali saya mengirim naskah untuk rubrik Gado-Gado, Majalah Femina. Yang pertama tidak ada kabar. Yang kedua dan ketiga
dikabari via e-mail, bahwa tulisan ditolak. Dapat e-mail ditolak tak mengapa, malah cukup mengobati rasa deg-degan selama berbulan-bulan
menunggu walau waktu tunggu itu selama 4
dan 6 bulan.
Ini membuat saya merasa usaha saya dihargai.
Kepedulian redaksi Femina dalam urusan menjawab kegundahan hati para pengirim
tulisan memang patut diacungi jempol.
Ada lagi naskah duet
dengan soul mate saya, Vina dalam sebuah proyek
menulis.
Saya
kirim via e-mail ke sebuah penerbit yang mencari buku-buku islami. Beberapa hari kemudian dapat balasan e-mail yang bunyinya:
"akan dipelajari dan diminta menunggu paling lambat selama 60 hari". Aiih senang lho saya, padahal baru informasi begitu saja. Soalnya ini bentuk penghargaan kepada proses yang Vina
dan saya telah lakukan.
Baru tadi siang saya mengirim kembali naskah resensi ke sebuah media. Sebenarnya saya sudah mengirimnya awal bulan lalu. Sebulanan ini kepikiran dengan naskah itu, akhirnya tadi pagi saya memberanikan diri mengirim SMS menanyakan nasib naskah saya kepada redakturnya. Jawabannya: "Kirim ke e-mail saya." Ya sudah, di-forward lagilah naskah itu ke e-mail beliau. Mudah-mudahan bisa dimuat di minggu ini atau awal bulan depan, karena ada momen yang tepat untuk itu.
Satu lagi info yang saya
tunggu-tunggu, kiriman resensi di sebuah media yang katanya kalau 1 minggu
tidak dimuat berarti gudbai (ditolak,
maksudnya). Hari
ini belum genap seminggu masa penantian saya, masih ada harapan.
Saya
juga masih menunggu kabar dari
penerbit lain (yang lama menunggunya sudah 4 bulan). Juga menunggu kabar dari penanggung jawab rubrik Gado-Gado
Majalah
Femina. Kirim lagi untuk rubrik Gado-Gado? Iyalah, saya belum kapok. Ini keempat kalinya saya mencoba
mengadu peruntungan ke sana. Masa sudah dapat tips dari mbak Haya dan mbak Rebellina masih gagal
lagi? (keterlaluan deh kalau saya menyerah padahal
petunjuk jalannya sudah super lengkap).
Eh payahnya saya, waktu ngirim ke Femina itu,
belum apa-apa sudah ter-klik SEND padahal naskah belum dilampirkan. Langsung
buru-buru
saya kirim e-mail lagi beserta attachment-nya dan permintaan maaf. Fyuh, mudah-mudahan masih dimaafkan
redaksinya. Soalnya berjam-jam saya mengedit tulisan itu, sedihnya kalau
kesalahan konyol itu tak dimaafkan (lap keringat).
Menulis-menulis seperti yang saya lakoni
ini asyik lho. Tanya deh sama para emak yang juga melakoninya. Seperti menanam saja. Tanam (maksudnya
tulis) sana, tanam sini. Kirim sana, kirim sini. Ikut lomba itu, ikut lomba
ini. Lalu tunggu berbuahnya. Insya Allah ada saja rezeki. Kata orang, kalau takmenanam, apa yang mau kau tuai?
Kalau kalah lomba
bagaimana? Yee, jangan menyerah, dong. Ikut lagi. Satu kekalahan itu
satu kemenangan lho sebenarnya. Lho?! Iya dong, satu kemenangan karena kau sudah menyelesaikan satu tulisan,
sudah belajar melalui proses itu, dan satu lagi ... satu bantal sebagai
pengalas kejatuhan sudah kau siapkan agar tak mudah sakit dalam menerima
kekalahan
berikutnya, kau bisa
secepatnya bangkit lagi.
Suka menulis? Yuk
menulis, menulis, dan menulis. Itu saja tipsnya kalau mau eksis.
Makassar, 25 Maret 2014
Share :
semakin banyak tulisan yang dibuat, bahkan semakin banyak gagalnya, akan punya banyak bahan untuk ditampilkan nantinya. Suatu saat ketika ada salah satu tulisan (atau buku) yang berhasil meledak, maka tulisan-tulisan lama akan diburu juga. Pastinya akan dilabeli "tulisan yang tidak sempat terbit" dan akan ikut terkenal juga
ReplyDeleteHm ... bisa jadi :)
DeleteHehehe... semangat mbak.. aku jadi rindu masa masa itu... dah lama ga nulis... :D
ReplyDeleteNulis yuk :)
DeleteSaya juga pernah di tolak penerbit.. tapi alhamdulillah tak kapok-kapok.. :)
ReplyDeleteHhhh syukurlah :)
Deletemenulis-dan menulis itu yang ku suka :D
ReplyDeleteSaya malah belum punya "nyali" untuk mengirim tulisan ke media. Maklum, masih amatiran. hehe... Akhirnya, sebagai pelarian, tulisannya ditaruh di blog.
ReplyDeleteDicoba saja, gak ada salahnya. Asal siapkan diri untuk ditolak supaya tidak sakit kalo betulan ditolak :)
Deletemaka tanamlah kebaikan... hehehehe..
ReplyDeletekalau saya enggak akan menanyakan naskah sampai batas ketentuan mbak, soalnya bisa jadi mempengaruhi mood redaktur kalau kitanya bawel (eh maaf ini bahasa untuk diri saya sendiri lho). Mereka juga membaca banyak naskah, menyeleksi banyak naskah. Bisa jadi moodnya timbul tenggelam. Pernah saya begitu diawal-awal kirim berikutnya sampai tiga kali gagal muat melulu. Baru setahun kemudian kirim lagi sudah enggak, bahkan beruntun dua bulan.
Benar mbak Nunu. Kalo mau menanyakannya, kita mesti kasih waktu dulu sama redaksi. Kalo baru kirim langsung nanya kan bisa sebel mereka ;)
Deleteditolak tapi tiak patah semaangat ya mbak. Aku harus belajar banyak dari mbak Niar nih masalah penulisan
ReplyDeleteWedew ... mbak Lidya sudah keren koq, sudah bisa sendiri menurut saya :)
Deletehuhu aku ngga sempet ikut GA ini mba.. semangat mbak kirim2 tulisan ke media, aku juga pengen mulai lagi meskipun keseringan ditolaknya hehehe
ReplyDeleteHarusnya saya belajar sama Mbak Mugniar yg semangatnya luar biasa ini...
ReplyDeleteseringnya tiap mau nulis menang ngantuknya :(
Dan kalau sudah waktu memanen apa yang kita tanam itu rasanya senaaaaang banget ya Kak Niar :-)
ReplyDelete