Pemandangan di dalam loket halte Losari |
Sampai
pada harinya, pada tanggal 31 Maret menjelang pukul setengah sembilan pagi,
suami saya bertanya lagi. “Bagaimana, mau pergi?” Masih setengah ragu tapi
tetap kepingin, saya terdiam dulu
beberapa saat. “Iya deh. Bagaimana
kalau bawa Affiq dan Athifah, ya?”
Maka
setelah berdiskusi, kami memutuskan bahwa saya akan membawa serta Affiq dan Athifah,
mumpung sedang libur Nyepi.
***
Halte Losari, eks restoran Pualam |
Kali
ini dengan mantap, kami berusaha memburu jadwal yang tertulis di e-mail
pemberitahuan di milis Anging Mammiri (AM): pukul 10.00. Tiba di halte eks
restoran Pualam, depan pantai Losari sudah pukul 10 lewat, terlihat beberapa
anak muda sedang nongkrong. Pasti bukan asal nongkrong karena tempat itu sama
sekali ndak
asyik buat dipakai
nongkrong anak muda. Masih terlihat tak terawat meski sudah ada halte busway di
sana. Tak ada tempat duduk yang memadai, apa lagi tempat makan.
Tempat sampah pun ada |
Saya
mengenali dua orang di antaranya, ada Made, ketua AM dan Anchu yang kondang dengan
sapaan Lelaki Bugis (Lebug) di twitter. Saya pun menghampiri mereka.
Tak
ada yang tahu pasti jam berapa keberangkatan berikut. Halte terlihat tak
terawat. Tak ada seorang pun petugas yang berjaga di sana padahal sudah pukul
10 lewat. Tumpukan barang terlihat di dalam loket. Seseorang terlihat sedang
pulas di lantai halte. Wah, bagaimana
cara beli tiketnya?
Membawa anak kecil, harus hati-hati |
Penantian
kami berakhir juga. Busway berwarna biru tua itu pun muncul dari arah selatan
dan parkir tepat di sisi halte. Dari pak Arifuddin, petugas yang bertindak
sebagai kernet kami mendapatkan informasi bahwa pembelian tiket dilakukan di
dalam busway, dalam perjalanan karena halte memang belum difungsikan.
Alat pemecah kaca untuk keadaan darurat |
Jam
digital di busway menunjukkan angka 10.29 ketika bis meninggalkan halte. Bisnya
nyaman karena masih baru, terlihat dari kursi-kursi penumpang yang masih
berbalut plastik. Meski masih baru, ada juga pengontrol AC di atas penumpang
yang tak berfungsi.
Pak
Arifuddin mengganti tayangan dangdut yang entah penyanyinya siapa, dengan
sajian lagu-lagu dari band Noah. Sepanjang perjalanan ini, Noah menemani para
penumpang busway yang dikemudikan dengan apik oleh pak Hajar. Yaah lumayanlah. Walau tanpa gambar,
hanya tulisan yang tampak di layar, saya lebih setuju pak Arifuddin memutar CD
Noah.
BRT Koridor 2 Jalur Mamminasata |
Busway
menyusuri sepanjang pantai Losari terus ke arah utara, melalui Jalan Riburane,
terus ke Karebosi Link. Berhenti di halte sejenak di depan mal bawah tanah itu untuk
menaikkan 4 orang penumpang.
Perjalanan
dilanjutkan, terus ke arah timur, menyusuri Jalan Jenederal M. Yusuf, Jalan
Masjid Raya, hingga Jalan Urip Sumoharjo.
Halte Karebosi Link, dari balik jendela busway |
Saya
jelaskan bahwa keperluan kami ini tanpa tendensi apa-apa. Hanya ingin
menyaksikan sendiri dan menuliskannya ke dalam blog. Mudah-mudahan saja bisa
memberikan sumbangan pemikiran untuk perbaikan transportasi di kota tercinta
ini.
Bus
Rapid Transit – BRT Jalur 2 Mamminasata, itu yang tertulis di badan bis biru
tua ini. Entah apakah ini juga yang namanya busway atau bukan. Tapi biarlah,
untuk kali ini saya menyebutnya busway dulu. Dari sebuah artikel yang saya
baca, tertulis ada yang namanya BRT ada yang namanya busway.
Persimpangan Jl. A.P. Pettarani - Jl. Boulevard, dari balik jendela busway |
Untuk
saat ini di Makassar, baru jalur 2 ini yang beroperasi dengan dukungan 5 unit.
Mereka mengatur jarak waktu agar tidak sampai berbarengan berada dalam sebuah
halte.
Dalam
artikel tersebut dituliskan[i]
:
Kepala Dishubkominfo Sulsel, Masykur A Sulthan, mengatakan untuk batas waktu uji coba BRT Trans Mamminasata masih belum bisa dipastikan. Masykur mengatakan uji coba akan selalu dilakukan hingga semua masyarakat bisa menerima kehadiran BRT Trans Mamminasata. Selan itu, Dishubkominfo Sulsel, masih akan menyempurnakan segala infrastruktur pendukung BRT yang hingga saat ini masih belum ada.
Masih
uji coba. Dan salah satu tujuan kami berekreasi hari ini adalah agar dapat
memberikan masukan kepada Dinas Perhubungan agar pengoperasiannya kelak bisa
lebih maksimal lagi.
Dari
Jalan Urip Sumoharjo, bisa memasuki Jalan A. P. Pettarani, lalu ngetem sekitar 10 menit di Mal
Panakukang. Beberapa penumpang naik di sini.
Beberapa
orang terpaksa berdiri karena kapasitas 33 kursi sudah terisi semua. Mestinya
yang pada berdiri ini bayarnya separuh harga saja ya, kan capek berdiri sepanjang perjalanan.
Halte Losari |
Sementara
Affiq yang duduk paling depan terlihat asyik memotret pemandangan di jendela yang
lebih besar lagi di depannya. Apa menariknya? Entahlah, tetapi bocah lelaki
yang beranjak remaja ini terlihat begitu menikmatinya.
Makassar, 11 April 2014
Bersambung
[i] Sumber: http://upeks.co.id/index.php/metro/item/7538-brt-trans-mamminasata-bebani-apbd, diakses 11 April 2014, pukul
12:54.
Share :
enaknya melihat pemandangan kota menggunakan busway baru :)
ReplyDeleteIya mbak Santi :)
Deletemungkin dia lapar bukan mual karna mabuk :)
ReplyDeleteJelinya pengamatan Anda hehehe
Deletebu mugniar rupanya sudah menikmati perjalanan dengan busway ala makassar...saya malah belum sempat.....mungkin kapan2 sekalian buat reportasenya juga.....keep happy blogging always..salam dari Makassar :-)
ReplyDeleteAamiin mudah2an ya Pak .. seru juga, nanti bisa sama2 mbak Wieka ya :)
DeleteAsik ya, udah ada busway. Meski prlayanan belum maksimal. Di sini masih dengan angkot, Mba.
ReplyDeleteAtifah belum sarapan, ya. Lapar mungkin. Hihihi
Sudah sarapan koq .... begitu deh anak2 :D
DeleteKalo angkotnya masih lancar mah asyik ya Idah. Kalo di sini sudah suka macet, mulai kayak Jakarta :D
Perjalanan yang menyenangkan bersama para blogger ya mbak. Athifah seperti azkiya, suka mabuk...:)
ReplyDeletemauka coba juga dehhh
ReplyDelete