Tulisan ini merupakan lanjutan
dari tiga tulisan ini:
Pada
tanggal 14 Maret lalu saya menghadiri Orientation On Climate Change Adaptation for Journalist (Orientasi tentang
Adaptasi Perubahan Iklim untuk Jurnalis) di
Hotel M-Regency,
sebagai undangan dari CARE International Indonesia yang disampaikan melalui pak Rahman Ramlan.
Materi
terakhir berjudul Media dan Jurnalisme
Warga Pro Lingkungan dibawakan oleh
pak Ismail Asnawi (seorang praktisi pertelevisian) dari PWI. Pak Ismail
memaparkan mengenai perbedaan antara jurnalis profesional dan jurnalis warga.
Pak Ismail Asnawi (kanan) |
Bila
jurnalis profesional adalah wartawan yang bekerja di media maka jurnalis warga
adalah kegiatan partisipasi aktif masyarakat dalam pelaporan peristiwa,
penyampaian
informasi dan berita.
Baik
jurnalis profesional maupun jurnalis warga, harus memiliki hal-hal berikut:
- Memahami Realitas
- Memiliki Pengetahuan
- Peka Melihat Peristiwa (sense of news)
- Tahu Nilai Berita
Yang
dimaksud dengan nilai berita adalah:
- Suatu keadaan atau isu yang lagi mencuat/ menarik perhatian masyarakat
- Suatu keadaan yang mengganggu ketentraman masyarakat
- Suatu keadaan yang mengancam status quo masyarakat atau tokoh masyarakat.
- Suatu keadaan yang memiliki daya tarik kemanusiaan.
Pak
Ismail juga memaparkan mengenai kapabilitas wartawan dan kode etik jurnalistik.
Wawasan lingkungan yang dimaksud adalah yang mengulas mengenai tnah, air,
energi surya, iklim, udara, mineral, flora, dan fauna beserta kegiatan manusia dalam
menggunakan potensi alam guna memenuhi kebutuhannya.
Di
akhir materinya, peserta dipersilakan melemparkan topik diskusi dengan pak
Ismail. Saya menangkap kesan beberapa wartawan mempertanyakan kapabilitas
jurnalis warga.
Oya,
blogger yang mematuhi kaidah-kaidah penulisan sebagai jurnalis warga tentu saja
termasuk dalam golongan jurnalis warga. Dalam ruangan itu hanya sedikit blogger
di antara jurnalis yang hadir. Tak kurang dari blogger senior Makassar seperti
Daeng Ipul, Anchu – Lelaki Bugis, dan Daeng Nuntung mencoba menjawab keraguan
para jurnalis ini.
Para
jurnalis profesional mempertanyakan kapabilitas jurnalis warga sebenarnya sama
juga dengan saya mempertanyakan kapabilitas jurnalis profesional. Well, sudah rahasia umum koq kalau media itu tunduk di bawah
kepentingan pemilik modal. Jurnalis sebagai orang yang mencari berita pun
tunduk pada kemauan pimpinan.
Di
samping itu, dari pengetahuan mengenai Analisis Media (silakan baca di Belajar
Ragam Analisis Media) kita tahu kalau ada juga jurnalis yang tak
menjalankan kode etik jurnalistik dalam menulis berita.
Kawan-kawan
yang mau tahu kode etik jurnalistik, ini saya kutipkan, dari presentasi pak
Ismail:
Pasal
1.
Wartawan
Indonesia Bersikap Independen, menghasilkan berita akurat, berimbang dan tidak
beritikad buruk.
Pasal
2
Wartawan
Indonesia Menempuh cara-cara profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal
3
Wartawan
Indonesia Selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan azas praduga tak
bersalah.
Pasal
4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong,, fitnah, sadis dan cabul
Pasal
5
Wartawan
Indonesia Tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas
anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Pasal
6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi
dan tidak menerima suap
Pasal
7
Wartawan
Indonesia Memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan
Pasal
8
Wartawan
Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,
agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,
miskin, sakit, cacat jiwa atau jasmani.
Pasal
9
Wartawan
Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
Pasal
10
Wartawan
Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau
pemirsa.
Pasal
11
Wartawan
Indonesia Melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Perumusan RTL |
Pada
sesi terakhir, peserta menghadiri Orientation On Climate Change Adaptationfor Journalist dengan difasilitasi oleh panitia (dari pihak Care
International), mendiskusikan mengenai Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang akan
dilakukan bersama. Peserta di bagi 2 kelompok dan masing-masing dipersilakan
untuk berbicara.
Beberapa
langkah dirumuskan untuk makin menyebarluaskan informasi mengenai Adaptasi
Perubahan Iklim. Melalui orientasi ini, mudah-mudahan para jurnalis lebih
menyiapkan tempat untuk isu Adaptasi Perubahan Iklim walaupun ada keterbatasan space karena isu ini masih kalah menarik
dengan isu-isu lain.
Foto bersama Sumber: CARE International |
Bagi
saya sendiri, kepedulian yang saya tunjukkan adalah melalui 4 tulisan yang
telah tayang ini. Saya pun membuat kategori khusus “Perubahan Iklim” di blog
ini, mengingat pentingnya isu terkait Perubahan Iklim ini.
Makassar, 6 April 2014
Share :
Mbak Niar jagonya nulis ,hebat
ReplyDeleteSaya cuma menulis review saja ini koq mbak Lidya :)
DeleteAcara seperti ini sangat penting untuk menambah wawasan ya Jeng
ReplyDeleteYuk kita menjadi jurnalis warga dengan baik dan benar
Terima kasih raportasenya yang ciamik
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih dah mampir ke sini ya Pakdhe. Rupanya Pakdhe sudah posting GA-nya ya? Siplah .. insya Allah saya ikut ... :)
Deletekeren mak tulisannya tambah ilmu neh
ReplyDeletePak Karni Ilyas jurnalis idolaku.. saat di tempo dulu dikabarkan pernah bermasalah pemiliknya yang konon pak karni membahas maslahanya dalam konteks umum. Beliau enggak mau memcampur adukkan jurnalis dan permasalahan umum sekalipun dengan pemiliknya.. kalau nggak salah masalah lahan untuk properti perumahan. Maklum pemilik tempo kan raja properti. Sekarang terdengar issue pak karni tertekan dengan partai kuning dan hendak hengkang. Curiga ilc 2 pekan gak tayang
ReplyDeleteMemang beda antara jurnalis profesional dan jurnalis warga. Sepertinya jurnalis warga memiliki kesempatan kompetensi yang luas dan independen dengan menyuarakan apa yang menjadi kenyataan, namun tanpa harus melanggar aturan dan nirma-norma hukum yang berlaku ya Mba. Smart. :D
ReplyDeleteSalam
Saya termasuk yang tidak terlalu memusingkan antara jurnalis warga dan jurnalis profesional. Sekedar curhat, karena kebetulan saya bekerja di bidang lingkungan. Saya beberapa kali "marah" dalam artian positif, terhadap tulisan media yang sangat ringan menyebutkan "telah terjadi pencemaran" atau "PT X telah mencemari" dan bla..bla...bla....karena untuk menyebut "cemar" sebetulnya perlu berbagai pengujian lebih lanjut.
ReplyDeleteMateri Mak Niar sangat menarik nih, akan saya copy untuk bahan bacaan saya ya maaak....muah..muah
hihihi.. jurnalis profesional & jurnalis warga sama2 mempertanyakan kapabilitas masing :D
ReplyDeletemantap reportasenya, mak
ReplyDeletekaidah penulisan jurnalistik memang penting dipelajari oleh blogger. selain untuk memenuhi standar penulisan jurnalisme warga, juga membiasakan kita (para blogger) untuk bisa menulis dengan baik dan benar. setidaknya, mengandung nilai berita yang disebutkan di atas. :)
Baca baca kode etik jurnalistik, belajar nih tan...
ReplyDeleteKeren acaranya Mak. Saling mempertanyakan begini ya... hehe. Tapi memang kaidah penulisan jg penting buat blogger. Aku membayangkan agar semakin baik kualitas tulisan blogger Indonesia. Meski isinya bukan citizen journalism alias postingan personal, rasanya akan indah kalau warga Indonesia bersama-sama berupaya & peduli dengan kaidah penulisan bahasa kita yg baik & benar :)
ReplyDeleteReportasenya benar2 lengkap Mak...
ReplyDeleteBTW rumah barunya seger nih.... :)
Melihat pasal-pasal kode etik jurnalistik, nampaknya masih banyak wartawan indonesia di media massa yang melanggar kode etik tersebut...hmm
ReplyDelete