Saya
kira sudah banyak di antara kita yang mengetahui “Surat Terbuka Kepada Menteri
Pendidikan” yang dituliskan seorang siswi SMA Khadijah, Surabaya bernama
Nurmillaty Abadiah (Tati), di note facebooknya.
Bagi yang belum tahu, sebaiknya membaca dulu surat itu di link ini:
https://www.facebook.com/notes/nurmillaty-abadiah/dilematika-unas-saat-nilai-salah-berbicara/10152134575249926
Buat
yang belum bisa melongok link tersebut,
berikut saya berikan sedikit cuplikannya:
Sekarang, jangan marah jika saya bilang bahwa UNAS
identik dengan kecurangan. Sebab jika tidak, pertanyaan itu tidak akan terlalu
sering terdengar. Tapi nyatanya, semakin lama pertanyaan itu semakin berdengung
di tiap sudut daerah yang punya lembaga pendidikan; dan tahukah apa yang
menyedihkan? Yang paling menyedihkan adalah saat lembaga-lembaga pendidikan
itu, tempat kita belajar mengeja kalimat 'kejujuran adalah kunci kesuksesan'
itu, hanya mampu tersenyum tipis dan menahan kata di depan berita-berita
ketidakjujuran yang simpang-siur di berbagai media.
Surat Tati, siswi SMA Khadijah Surabaya Sumber: https://www.facebook.com/notes/nurmillaty-abadiah/dilematika-unas-saat-nilai-salah-berbicara/10152134575249926 |
Tetapi sekarang, sebagai pelajar yang baru saja menjalani
UNAS... dengan berat hati saya mengaku bahwa saya tidak bisa lagi percaya pada
dongeng-dongeng itu. Sebagai pelajar yang baru saja menjalani UNAS, saya justru
punya banyak pertanyaan yang saya pendam dalam hati saya. Banyak beban pikiran
yang ingin saya utarakan kepada Bapak Menteri Pendidikan. Tapi tenang saja,
Bapak tidak perlu menjadi pembaca pikiran untuk tahu semua itu, karena saya
akan menceritakannya sedikit demi sedikit di sini. Dari berbagai kekalutan dan
tanda tanya yang menyesaki otak sempit saya, saya merumuskannya menjadi tiga
poin penting...
Surat
tersebut di-share kepada saya oleh Widi,
seorang kawan saya semasa SMP. Anak Widi ada yang dulu satu sekolah dengan Tati.
Sepertinya
surat terbuka ini sekarang menjadi catatan paling populer di Indonesia
sepanjang sejarah facebook ada di Indonesia. Sejak di-posting tanggal 18 April lalu, catatan ini (pada 2 Mei pukul 15.46
WITA) sudah dibagikan sebanyak 4.812 kali di-like oleh 4.981 orang, dan menghasilkan komentar sebanyak 1.486.
Saat saya mengeceknya kembali pada pukul 17.46 WITA, penyuka surat ini sudah mencapai angka 5.036 orang, dibagikan sebanyak 4.860 kali, dan menghasilkan komentar sebanyak 1.500. Wow, amazing kan ya?
Mengapa
surat ini begitu populer? Karena kontennya amat kritis dan mengejutkan, tata bahasanya sempurna, dan logikanya runtut, ditulis "hanya" oleh seorang anak SMA pula!Apa yang disampaikannya
di dalam surat ini juga merupaka suara hati banyak orang dan disetujui banyak
orang. Maka wajar saja bila surat ini menjadi begitu populer.
Saat
saya publikasikan pertama kali di facebook, saya mendapatkan komentar yang
bernada mengiyakan surat ini dan komentar yang menyarankan supaya tidak terbawa
perasaan dan membiarkan orang-orang yang kompeten di sana yang mengurus masalah
ini. Saya berkomentar demikian:
Kenyataannya, banyak sekali
ketimpangan di mana-mana gara-gara mengejar target UNAS.
Ada sekolah-sekolah yang guru-gurunya sudah tidak malu lagi memakai segala cara supaya siswa-siswanya pada lulus. Untung masih ada anak yang bisa bertahan jujur dan otaknya masih bisa menampung semua keharusan dalam sistem pendidikan saat ini.
Kenyataannya hingga kini sistem pendidikan kita masih terlalu terpaku pada aspek kecerdasan intelektual saja. Perubahan kurikulum cuma di atas kertas. Banyak guru bingung menerapkannya. Kedua anak saya, di SD yang berbeda (yang sulung sudah duduk di SMP), target kurikulumnya tidak pernah kesampaian saking banyaknya.
Sistem pendidikan saat saya sekolah dulu tidak serumit saat ini tapi kita tidak juga jadi bodoh. Dulu masih ada waktu bermain yang bisa menumbuhkan kita menjadi anak-anak yang normal. Namun dengan beban kurikulum sekarang, anak-anak sulit punya waktu bermain karena tuntutannya yang “kebangetan”.
Saya ibu rumahtangga biasa tapi saya mengamati. Saya punya anak, saya mengamati. Saya juga pernah sekolah. Dan saya mengamati.
Pendidikan sekarang "terlalu canggih", kadang-kadang menurut saya "kurang manusiawi". Manusia apa yang diharapkan akan muncul?
Membingungkannya pula karena soal-soal saat ujian semester anak-anak saya (baru ujian semester, bukan UNAS) tidak mempedulikan apakah target belajar di kelas terpenuhi.
Banyak hal yang mereka belum diajarkan di sekolah tapi mereka diharuskan bisa menjawabnya di ujian semester. Sementara bobot ujian semester itu tinggi. Akan
mempengaruhi nilai rapor mereka.
Untung saya tidak mementingkan anak
saya dapat ranking atau tidak di sekolah. Saya ribut kalau anak-anak tidak menggunakan potensinya sebaik mungkin untuk belajar. Sebagai orang tua, saya yang stres melihat banyaknya bahan yang harus
mereka kuasai. Mau memaksa anak untuk menguasai semuanya? Mana
mungkin ....
Lalu bagaimana dengan anak-anak yang orang tuanya masih terlalu terpaku dengan sistem penilaian? Yang masih berpikir bahwa yang menguasai matematika dan IPA saja yang pintar? Padahal kan aspek kecerdasan itu banyak, majemuk. Semua anak cerdas pada bidangnya masing-masing. Ada yang cerdas secara kinestetik, dalam hal olahraga tapi di negara kita itu kan tak diakui sebagai "cerdas"?
Makanya mulai banyak kasus anak bunuh diri karena malu tidak lulus UNAS. Karena mereka merasa tidak sanggup menanggung beban. Beban dari sekolah, juga beban dari orang tua yang menginginkan anaknya lulus UNAS. Kalau zaman saya sekolah dulu, mana ada anak yang mati bunuh diri karena malu seperti itu?
Saat
saya bertanya-tanya, apakah surat ini sudah dibaca oleh pak menteri mengingat
betapa populernya surat ini? Seorang kawan menjawab, “Sudah”. Dan memberikan
saya sebuah link berita tentang reaksi
pak menteri:
Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10203828835420838&set=gm.10153111975821393&type=1 |
http://m.suarasurabaya.net/kelanakota/detail.php?id=2bda93d78486dc22288334941ddd14b22014133576
Disebutkan
dalam berita itu bahwa pak menteri tak yakin kalau surat itu dibuat oleh anak
SMA. "Dari tulisannya, logika
menulis, pilihan kata, sepertinya mustahil itu ditulis oleh pelajar SMA,"
katanya.
Ya ampun, selama ini pak
menteri memperjuangkan supaya anak-anak Indonesia cerdas dan sekarang menemui
kenyataan adanya seorang siswi SMA yang cerdas, pak menteri tak percaya? Ini
kan kontradiktif namanya! Saya menyayangkan sekali. Ini bukan reaksi positif
dari seorang menteri pendidikan!
Kemudian
pihak sekolah Tati memberikan tanggapan dengan membenarkan bahwa tulisan
tersbut memang dibuat oleh salah seorang siswinya. Beritanya bisa dibaca di link:
http://m.suarasurabaya.net/kelanakota/detail.php?id=ececd139901e4c173d17b2c0a7f9482a2014133598
Di
berita itu disebutkan bahwa Di SMA Khadijah Surabaya, Nurmillaty Abadiah (Tati)
masuk dalam jajaran bintang kelas 3 tahun berturut-turut. Saat SMP, nilai ujian
nasional Tati termasuk yang tertinggi.
Sejak
kelas X, bakat akademik Tati di bidang matematika terus diasah. Secara berkala,
sekolah ini menggelar kompetisi internal setiap mata pelajaran dan Tati kerap
meraih posisi 3 besar. Saat duduk di kelas XI tahun lalu, Tati mewakili
sekolahnya ikut International Competition and Assesement for School ICAS)
bidang matematika. Dia berhasil meraih medali perak di kompetisi itu.
Anak
pendiam ini juga menonjol dalam bidang studi bahasa Inggris dan punya bakat
menulis.
Dukungan
sekolah, dituliskan juga pada link berita
tanggal 26 April berikut:
http://m.suarasurabaya.net/kelanakota/detail.php?id=ececd139901e4c173d17b2c0a7f9482a2014133601
Kepala sekolah bidang kurikulum,
Khoirul menjelaskan bahwa Tati dibentuk dalam atmosfer pendidikan sekolah yang
kritis. SMA Khadijah merupakan satu diantara pilot project kurikulum budi pekerti. Di sekolah ini, guru dan
murid saling memberi nilai.
Di SMA Khadijah setiap murid
bisa memberikan masukan tentang guru-guru mereka. Kalau guru mereka malas atau
tidak kreatif mengajar di kelas, murid-murid bisa memberikan masukan lewat
surat atau melapor langsung. Ini jadi salah satu poin penilaian guru
"Sikap sekolah tetap
mendukung Tati karena memang kami mendidik dia menjadi sekritis itu. Tapi kami
harus hati-hati juga karena Unas adalah masalah yang sensitif. Karena itu kami
menyebutnya bagaikan pedang bermata dua. Satu sisi kami bangga, tapi sisi
lainnya kami agak khawatir," kata Khoirul.
Salut
…. Saya salut dengan tanggapan SMA Khadijah. Mudah-mudahan banyak sekolah bisa
bercermin pada SMA Khadijah sehubungan dengan surat terbuka ini.
Surat
terbuka yang dibuat Tati bahkan menimbulkan ide dari IGI (Ikatan Guru
Indonesia) untuk membuat lomba menulis surat kepada menteri pendidikan. Lomba
ini untuk siswa SMA/sederajat, berlangsung dari tanggal 1 Mei – 24 Mei 2014.
Untuk informasi lebih jelasnya, silakan baca di link berikut:
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10203828835420838&set=gm.10153111975821393&type=1
Yah, mudah-mudahan saja nanti
pak menteri mau membaca surat-surat yang masuk dan bisa memahami sudut pandang
lain. Mudah-mudahan nanti beliau menanggapinya dengan lebih bijak. Tidak bereaksi
seperti caranya bereaksi saat mengomentari surat Tati. Biar bagaimana pun
jabatan menteri melekat erat di bahunya, kebijakan dalam menanggapi realita
yang dirasakan siswa adalah keharusan.
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Makassar, 2 Mei 2014
Share :
ini lho yg ngeselin
ReplyDelete>> Disebutkan dalam berita itu bahwa pak menteri tak yakin kalau surat itu dibuat oleh anak SMA. "Dari tulisannya, logika menulis, pilihan kata, sepertinya mustahil itu ditulis oleh pelajar SMA," katanya.
Pak menteri ini waktu SMA kayak gimana ya.
Iya ... saya juga kesal membaca bagian itu :(
DeleteMalah perhatiannya tertuju sama hal yang bukan poinnya.. iya, siapapun pasti kesal jika memprotes tapi perhatiannya malah teralihkan pada hal yang tidak penting :/
DeleteIya nih, kayaknya speech2 begini wajar ya dilontarkan sama anak-anak SMA yang diluar negri. Barangkali Pak Mentri malu 'kalah' sama 'cuma anak SMA' :)
DeleteIni membanggakan sebenarnya ya karena ada anak Indonesia yang mampu menulis sebagus dan sekritis ini, anak SMA pula
Deletemak saya nemu twitternya nih si anak hehe https://twitter.com/nurmillaty_rsv oh ternyata ditayangkan tvone tp ya gitu pak menterinya bilang belum baca suratnya. jadi dia itu udah baca apa belum sih hehe sedih punya menteri kayak gitu -__-
DeleteSemoga "Bapak Menteri" bisa menanggapi dengan bijak ya Mbak..
ReplyDeleteSemoga, mas ...
Deleteikut prihatin sob sama pendidikan di negri kita ini.. :(
ReplyDeleteIya sob ... -_-
Deletemiris
ReplyDeleteIyah
DeleteMenteri Pendidikan yg tak memaknai pendidikan...
ReplyDeleteorang partai gak sih pak menteri pendidikannya...?
Mudah2an beliau berpikir kembali
DeleteAnak sepintar itu kok malah diremehkan ya.. Mudah-mudahan semakin banyak anak bangsa yang jujur bicara dan berani bicara seperti Tati :) aamiin
ReplyDeleteAamiin semoga mereka tergerak menulis surat juga ya Mak :)
Deletesemoga ada solusi yang terbaik utk semua
ReplyDeleteAamiin semoga
DeleteMungkin inilah akibatnya bila sebuah urusan diserahkan bukan kepada ahlinya...
ReplyDeleteAtau mungkin pak memteri ahli tapi susah kehilangan empati dan rasa malu.
Entah ya Daeng -_-
DeletePak Mentri kok underestimate siih??
ReplyDeleteKomentar nya sampe ribuan ya mbaa, harus belajar sama khadija biar komentar di blog biasa sampe segitu #eh
Timing-nya tepat, orangnya tepat, mbak Rahmi. Kapan kita dapat momen itu biar yang komen postingan blog kita bisa ribuan ya :)
Deleteiya mak Niar, bikin mukaku cemberut kok Pak Menteri jadi lembek gitu sih ketika anak bangsanya berprestasi menulis surat? hemmm pengen teriak keras-keras rasanya.. ini benar nyata adanya... ! Titip salam sukses sama Taty ya mak :D salut dan bangga !
ReplyDelete*kenapa ya dulu, saya sekolah gak kepikiran nulis surat sprti itu??? ting tong...
Mungkin karena tidak berani saja ya Aida :)
DeleteMenteri itu sudah TAMAT, dia tidak akan berbuat apa-apa. Karirnya hanya tinggal beberapa bulan.
ReplyDeleteHmm .... mudah2an sebelum berakhir masa jabatannya, beliau bisa melakukan sesuatu yang lebih berarti daripada tanggapan itu, ya Ayah
DeleteSilahkan baca surat terbuka ke 2, diunggah tadi malam. Baca saja di halaman facebooknya, smg manfaat.
ReplyDeleteTerima kasih infonya mbak. Setelah membaca komen ini, saya langsung ke TKP kemarin :)
Deletesemoga bapak menteri bisa melihat apa yang terjadi dengan indonesia saat ini,,,
ReplyDeleteSemoga
DeleteSaya dulu masih merasakan UNAS ini mba, tapi waktu dulu sama sekali gak mikir apa-apa... ngikut aja, kurang kritis kali dulu waktu itu ^^ tapi Alhamdulillah, hasilnya sebanding. Kalau sekarang mungkin jadi carut-marut dan tidak sesuai lagi, entah juga... Tapi saya paling tidak suka kepada orang2 yang telah diamanahi tugas lantas ia tidak perduli
ReplyDeleteSekarang standarnya dinaikkan terus. Entah apa esesnsinya untuk kualitas kepribadian seseorang. Dulu zaman saya sekolah tidak sampai serumit ini tapi kami toh tidak menjadi generasi bodoh ...
Deletesaya kok jadi gemmmmessss sama jawaban pak menteri yang terhormat itu ya...
ReplyDeleteJangan menutup mata ya Pak Menteri, sudah menjadi rahasia umum, kalo anak2 sekolah jika mau UNAS sudah punya kunci jawabannya. Jadi nilai pendidikan yang berkarakter itu seperti apa, jika budanya menyontek sudah merasuk ke dlm jiwa dan sanubari anak2 sekolah. Hhhhhh....
Benar, bukan rahasia lagi dan itu di banyak wilayah. Mudah2an pak menteri tidak menutup terus matanya
Deletereaksi pak menteri tidak masuk ke fokus surat, sangat disayangkan.
ReplyDeleteMasalah UNAS ini memang jadinya tak kunjung habis, padahal secara hukum pemerintah sudah kalah di pengadilan beberapa tahun lalu ketika digugat sejumlah orangtua. Kenapa pemerintah tidak memberi contoh sebagai lembaga yang bisa taat hukum?
Mak Niar, surat ini semoga membuka pikiran para pembuat kebijakan bahwa UNAS hanya menjadi jalan bagi permisifnya ketidakjujuran di segala lini, dan ini membahayakan generasi muda.
Banyak yang sulit jujur apalagi nama baik sekolah dipertaruhkan karena beban yang kebangetan. Mutu guru2 di semua sekolah tidak sama. Daya serap guru berbeda, daya transfernya berbeda. Guru-guru banyak koq yang mengeluh karena bingung dengan kemauan kurikulum dan kemauan pemerintah yang berubah2 dan sulit untuk diterapkan
DeleteSemoga .... semoga ... mereka yang terhormat mau membuka mata. Yang menjerit bukan hanya Tati. Saya pun menjerit, banyak orang tua yang menjerit ya Mak
Saya luput berita ini. Sekolahnya dekat RSI sering saya lewati
ReplyDeleteMbak Nunu pernah lihat sekolahnya berarti ya?
DeletePerkara mau tulisan anak SMA atau bukan, mnrt saya gak masalah. Dan, yg jdi masalah skr adalah jwbn Pak Menteri. Jawaban Bapak Menteri tidak sepwrti Bapak Menteri. Hehee
ReplyDeleteBetul sekali. Sepakat.
DeleteCkckck... mengelus dada baca tanggapannya pak menteri.
ReplyDeleteSebenarnya kebobrokan UAN, UNAS, EBTANAS, atau apa lah namanya yang tiap tahun di ganti terus istilahnya sdh sejak bertahun2 sebelumnya. Problema menahun yang tidak ada tindakan tegas untuk memperbaikinya.
Mudah2an mata2 yang terhormat di "atas sana: terbuka dengan surat itu dan berbagai tanggapan yang muncul. Sy menuliskan ttg sistem pendidikan kita bukan sekali ini. Memang bukan tinjauan ilmiah sih ya. Apalagi saya cuma ibu rumah tangga biasa ya. Tapi mudah2an mata mereka terbuka lebar karena yang menjerit sebenarnya banyak. Baca saja yang komen di surat Tati, kan banyak tuh yang mendukung, dari berbagai daerah lagi ...
DeleteKalau pak menterinya berkilah bahwa bukan pelajar yg menulisnya. Harusnya pak menteri baca tulisan note tati yg lainnya ataupun status2nya di fb. Baru bapak bisa menilai secara objektif
ReplyDeleteBenar, supaya bisa bereaksi sebagai menteri pendidikan yang bijak
Deletemenurutku karena pak menteri merasa di zamannya dia sekolah dulu, jarang ada anak yang secerdas dan sekritis itu, bun. padahal anak mengikuti zamannya. bukan zaman orangtuanya. jadi jangan kaget kalo mereka lebih cerdas dan kritis.
ReplyDeleteHm .. mungkin juga ya
DeleteJadi inget pengalaman pribadi saat anakku lulusan kelas 6 sd tahun kemarin. Teman2nya banyak yang dapat nilai 10 untuk bidang studi matematika, padahal dalam keseharian gak bisa apa-apa. Tapi untunglah kami juga tipe orangtua yg tidak mengutamakan nilai. Yang penting anak saya jujur, itulah nilai tertinggi untuk dia. Salam kenal Mak :)
ReplyDeleteSalam kenal Mak, makasih sudah berkunjung ke sini :)
DeleteBenar, Mak. Anak sulung saya UAN SD tahun kemarin. Ada anak yang dengan mudahnya melampaui nilainya karena sudah mendapatkan kunci jawaban. Alhamdulillah anak saya bisa lulus dengan jujur :)
hmmm... saya sebetulnya adalah orang yang mungkin ikut tersenyum tipis mendengar contek mencontek itu. Dilematis bagi seorang guru ketika acara UN ini akan berlangsung, apalagi bagi guru sekolah swasta. Tapi memang saya tidak menyetujui cara2 ekstrim yang digunakan oleh mereka seperti yang banyak diberitakan surat kabar dan berbagai media. Sebetulnya ingin sekali mengajak orang2 terutama Pak Menteri Pendidikan saat ini untuk berfikir dari posisi pengajar. Dengan beban administrasi dan beban mengajar untuk kurikulum saat ini, akhirnya karena keterbatasan waktu tetapi materi ajarnya banyak sekali, saya hanya menitik beratkan materi2 yang sesuai dengan SKL UN (saya tetap mengajar semua materi sebetulnya). Lantas, terkadang memang ada siswa yang kemampuan kognitifnya sudah segitu saja padahal sudah dibimbing dengan sunguh2 dan dia rajin, lantas apa yang harus kami perbuat untuk UN nya?
ReplyDeleteSaya suka dengan surat terbuka itu, dan saya sungguh tidak mengapresiasi tanggapan Mendikbud untuk surat itu (saya yakin orang tua dan gurunya Tati sudah memberikan yang terbaik sehingga Tati bisa sepandai itu). Baiknya mungkin Mendikbud ataupun mungkin Mendikbud yang baru nanti belajar lagi tentang beragamnya masalah pendidikan di Indonesia. :)
bagus tulisannya mbak, pertama kali lihat link surat terbuka itu juga dari mbak, kalau 10 persen saja anak-anak Indonesia ini kritis seperti dek Tatik, Indonesia pasti akan jadi negara yang keren dan maju, tapi menterinya jangan yang model gitu :-D
ReplyDeletekalau semua murid harus cerdas di semua bidang betapa berat beban yang harus mereka tanggung ya mbak..padahal betul kata mbak, setiap anak punya kemampuan yang menonjol di bidang yang mungkin berbeda-beda...boleh saja ujian tapi bukan satu-satunya tolok ukur
ReplyDeleteHmm membacanya menggenangkan air di sudut mata saya, merinding, sedih, geram, marah, kecewa, sekaligus bangga.
ReplyDeleteDunia pendidikan kita msh carut marut. sejauh ini sy hanya bs mencatat sendiri, bagaimana seorang anak 6 tahun harus menjawab soal science dan matematika dg bahasa inggris yang berbentuk kalimat logika. Anak sy yg kelas 1 SD. Akhirnya dia mampu melewatinya dg perjuangannya, nilainya bagus2...tp bukan berarti saya kemudian bangga dan merasa persoalan selesai. Gurunya kah yang salah?sekolahnya? tidak juga tampaknya, buku dan kurikulum yang digunakan, sama se Indonesia. Saya bahkan tidak yakin kelak di akhir masa sekolahnya anak sy bisa menyelesaikan UN sesuai harapan. gambling menjadi sangat dominan dl sistem UN ini, ini pasar?tempat judi atau sekolah???
Berapa banyak sekolah yang bisa sebagus SMA Khadijah, berapa banyak anak2 yg tumbuh di lingkungan kritis seperti Tati.
Pemegang kebijakan yang mendesign konsep pendidikan Indonesia haruslah mereka yang paham dan pendidik sesungguhnya. setidaknya jika bukan, maka para pendidik yg paham persoalan sesungguhnya harus jadi bagian dr proses pengambilan kebijakan. Tidak hanya berada di luar arena pembuatan kebijakan lalu mengkritik tanpa memberi solusi. Dunia pendidikan butuh kita semua bergenggam tangan...membereskan semua yang seharusnya pada tempatnya. Mau kah??? Mampukah??
* hati yang bertanya, kemanakah mencari jawabannya*
maaf mak.. jadi menggalau di sini :)
Sedih lagi baca tulisan ini. Dan si sulung bilang, menterinya goblok. Aduhhh, jangan bilang gitu nang, aku kasih tahu dia. Tapi betul juga anak saya, UNAS itu bikin banyak anak galau, sedih, nano-nano deh. Untung anak-anak seneng curhat, dan aku bilang jangan takut kalo gak lulus. Yang penting kalian udah berusaha. Ibu nggak bakal marah kalo sampe kalian nggak lulus.
ReplyDeleteYah, aku bilang gitu karena takut terjadi hal2 mengerikan mak.
Moga pejabat menteri berikutnya disandang orang yang cerdas otak dan hatinya yaa...aamiin :)
Semua nya , sebenar apa pun kita , di mata orang2 besar tetap lah salah .
ReplyDeletesutradara nya kan mereka , kita seperti wayang nya .
Berharap Bapak2 tinggi itu lebih Bijak lah ,
Salut Sama Nurmillaty Abadiah . (y)
Mirrrissssss,,,
ReplyDeleteSediiiih,,,,
Prihatin....
Taty mewakili suara hati anak2 indonesia,mewakili hati para argtua,mewakili protes ttg sistem pendidikan di indonesia..
Mudah2an bpk menteri beserta jajarannya segera merespon keadaan sistem pendidikan indonesia yg amburadul slama ne dg mengadakan perubahan2 yg berarti&berani demi kemajuan generasi penerus bangsa ini.ayo dong pak menteri pendidikan,berpihak dan meleeeeekkkkkkkk........:-* :-* :-D
Sebenarnya klo boleh tau apa sih visi misi pak mentri.?? Siapa tau tawwa sudah sesuai.. jdi wajar klo tinggal tutup tlinga.
ReplyDeleteKlo dia tdak percaya itu dtlis oleh anak sma, intinya toh memang benar, sperti itu kenyataanya, bkan mslah sial yg menulis masalahnya adlah isi srt itu,
ReplyDelete