Blogger memang tidak
bisa jauh dari media sosial. Media sosial memungkinkan seorang blogger untuk
menyebarkan tulisannya hingga ke seluruh dunia. Sebuah kebahagiaan kalau
pengunjung blog semakin bertambah, selain dari search engine (biasanya Google).
Seperti
pengalaman saya baru-baru ini. Tweet saya dibalas mbak Linda Christanty. Kenal
Linda Christanty? Kalau belum, silakan baca profilnya berikut ini:
Linda
Christanty merupakan seorang penulis novel dan cerita pendek yang sangat
produktif. Novelis kelahiran Bangka, Bangka-Belitung, 18 Maret 1970 ini dalam
karyanya lebih diwarnai oleh pandangan-pandangannya tentang perang, politik dan
persahabatan.Sejak kecil sudah menyukai sastra. Awalnya dengan menulis catatan
harian, puisi, dan cerpen. Beranjak remaja, prestasi menulisnya kian menjadi.
Saat berumur 19 tahun, karyanya yang pertama menjadi konsumsi publik.
Saat itu,
tahun 1989, ia menjadi pemenang termuda lomba cerpen yang berjudul ‘Daun-Daun
Kering’ yang diselenggarakan oleh Kompas. Karya cerpennya tersebut kemudian
dimuat dalam ‘Riwayat Negeri yang Haru : Cerpen Kompas Terpilih 1981-1990’,
yang terbit pada Juni 2006 dan dieditori oleh Radhar Panca Dahana. Ketika duduk
di bangku kuliah di Program Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia (FIB UI), ia semakin memperlihatkan kemampuannya di bidang
sastra.
Semakin
rajin menulis puisi, cerpen, dan sempat pula berteater. Ia juga dikenal sebagai
mahasiswa yang kritis, cerdas, dan sering bertanya. Sampai-sampai, teman
sekelasnya merasa minder padanya, serta was-was kalau ia bertanya dalam
diskusi. Selepas menyandang gelar sarjana sastra, Linda bekerja di sebuah
majalah periklanan. Tahun 1999, ia pindah ke tabloid ekonomi dan politik. Namun
hanya bertahan selama satu tahun. Selanjutnya ia memutuskan untuk bergabung
dengan majalah Pantau dan dipercaya menjadi redaktur selama tiga tahun
(2000-2003).
Selain itu,
ia juga semakin tertarik dengan gaya penulisan jurnalisme sastrawi untuk
membungkus hasil penelusurannya di lapangan. Karya-karyanya berisi tentang
persoalan politik dan persoalan bangsanya. Dalam membuat karyanya tersebut, ia
pun harus berkerja keras memutar otak untuk membuat para narasumbernya mau
bercerita. Hasilnya ia pun berhasil menerbitkan beberapa karya diantaranya
‘Kuda Terbang Maria Pinto’ (2004), ‘Hikayat’, ‘Dari Atjeh Menuju Jakarta’
(2009) serta ‘Rahasia Selma’ (2010).
Ketika Aceh
yang selama ini merupakan daerah konflik terkena terjangan tsunami, Yayasan
Pantau, tempat dia bernaung, memintanya untuk berangkat kesana, karena tidak
ada yang mau kesana dan ia hanya diberikan waktu dua hari untuk berpikir saat
itu rata-rata wartawan menolak berangkat ke Aceh karena alasan keselamatan.
Sebagai daerah konflik yang baru saja diterjang tsunami, tidak ada yang bisa
menjamin keselamatan para pencari berita di sana. Tugas yang diembannya juga
tak main-main. Ia harus membuat sebuah kantor berita di provinsi di ujung barat
Indonesia itu.
Linda yang
kini berdomisili di Banda Aceh juga kerap diminta mempresentasikan gagasannya
dalam pertemuan-pertemuan sastra yang di adakan di dalam negeri maupun di luar
negeri diantaranya Melbourne Writers Festival, di Melbourne Australia, Women
Authors in Indonesian Literature (Agustus 2005), Ubud Writers Festival, Ubud,
Bali, Indonesian Mythology (Oktober 2006), Japan P.E.N Club Symposium on
Disaster and Literature (November 2006) dll. Selain di terbitkan di Indonesia,
karya tulisnya ada pula yang diterbitkan di luar negeri, antara lain Cerpennya
yang berjudul ‘The Kersen Tree’ di terbitkan dalam Asia Literary Journal,
Hongkong (2006).
Karyanya
yang lain yang berjudul ‘Tiro’s People’ yang bercerita tentang Gerakan Aceh
Merdeka setalah perjanjian Helsinki di terbitkan di Arena Magazine, Australia
(2007). Karyanya yang berjudul ‘Sultan’s Stick’ diterbitkan kembali di Subaru
yakni sebuah majalah sastra di Jepang (2008).
Penghargaan
yang pernah diperolehnya:
- Best Short Story award from Kompas newspaper (“The Dry Leaves”/”Daun-Daun Kering”), 1989.
- Best Essay of Human Rights (“Militarism and Violence in East Timor”/Militerisme dan Kekerasan di Timor Timur), 1998.
- Khatulistiwa Literary Award 2004, the best fiction (The Flying Horse of Maria Pinto/Kuda Terbang Maria Pinto),
- Khatulistiwa Literary Award 2010, the best fiction (Selma’s Secret/Rahasia Selma),
- Penghargaan Prosa 2010 Pusat Bahasa-Kementerian Pendidikan Nasional (From Java to Atjeh/Dari Jawa Menuju Atjeh),
- Women and Media Award 2010, Radio Komunitas Suara Perempuan, Aceh,
- N-Peace Award 2012 (nominated as Role Model for Peace), Asia Pacific region.
- Penghargaan Prosa 2013 Pusat Bahasa-Kementerian Pendidikan Nasional (A Dog Died in Bala Murghab/Seekor Anjing Mati di Bala Murghab)
- 2013 S.E.A Write Award (Southeast Asian Writers Award)
(Sumber:
http://www.tokohtokoh.com/linda-christanty.html)
Mengapa
saya tweet mbak Linda seperti itu? Karena ia adalah penulis favorit saya di
Makassar International Writers Festival yang berlangsung minggu lalu.
Lebih
lengkapnya, silakan baca 2 tulisan saya yang ditayangkan di Makassar Nol
Kilometer, sebuah website jurnalis warga di Makassar berikut ini:
1.
[Jurnalisme di MIWF] Episode Tulisan Favorit
2.
[Jurnalisme di MIWF] Episode Penulis Favorit
Di
dalam kedua tulisan itu saya bercerita lengkap tentang alasan mengapa ia
menjadi penulis favorit saya.
Mengharap
tweet dibalas kita oleh orang sibuk sering kali bagai pungguk merindukan bulan.
Nah, ketika tweet kita tiba-tiba
dibalas, itu sungguh sebuah anugerah luar biasa. Apalagi kalau di-follow balik. Yeayy!
Makin
asyik lagi kalau yang me-retweet itu beberapa akun, dan yang di re-tweet itu
beberapa link tulisan kita. Contohnya seperti dalam gambar ini, beberapa
tulisan saya di link-link berbeda di-retweet oleh beberapa orang. Asyiiiik.
Nah
Kawan, temukan keasyikan di Twitter Land. Khusus bagi blogger, Twitter itu
penting untuk personal branding lho J
Makassar, 15 Juni 2014
Share :
Iya saya juga pengguna Twitter, Niar. Walau tak sering amat berinteraksi (sesuatu yang seharusnya dihindari oleh pengguna), platform ini sudah banyak membantu perkembangan bisnis saya :)
ReplyDeleteMoga makin maju bisnisnya kak Evi :)
DeleteTwitter asyik juga pas ada mention dari pembaca :)
ReplyDeleteSyik asyik :)
Deletesangat jarang terpikirkan untuk share artikel ke twitter, selama ini hanya lewat facebook saja dan google+, mungkin twitter bisa jadi alternatif juga neh,,
ReplyDeleteBoleh dicoba, Mbak :)
DeleteSayang sekali banyak event yang tak bisa kujangkau di Makassar...
ReplyDeleteHanya bisa memantaunya via twitter...
Memang asyik ya Mba bila akun twitter kita di follow dengan sang idola. :D
ReplyDeleteSalam
iyaaa, twitter asyik..daku difolbek indra herlambang, penulis favoritku hihihi...bukunya seruu..
ReplyDeleteiya mbak,,senang banget,,,,apalagi pas ketemu langsung ya,,, :)
ReplyDeleteTwitter jadi asyik karena bisa share info bermanfaat secepat kilat. Twitter jadi asyik karena bisa melatih menulis kalimat kreatif, efektif (tidak bertele-tele), dan informatif. Twitter jadi asyik karena menang buzzing competition dan live tweet melulu wikikik.
ReplyDelete