Judul
posting-an blogger yang menggunakan
Mew Da Vinci ini menggelitik saya: NGERAMEIN
POLITIK GAK BIKIN SAYA KAYA. Saat membaca isinya, saya menjadi lebih
tergelitik. Bukan karena menganggap kampanye yang marak di sekitar kita akhir-akhir
ini tak penting. Tetapi karena mendapati ada orang yang mirip sikapnya dengan
saya.
Ramainya
kampanye yang bahkan sejak sebelum tanggal kampanye ditetapkan tiba-tiba membuat
saya muak. Janji-janji mulai bertebaran diiringi dengan umbar kejelekan. Tidak perlu
para calon saling menjatuhkan. Mereka yang berada di sekeliling para calon ini
siap melakukannya dengan saling menghujat lawan sembari menyanjung sang capres
idola. Sungguh, saya tak bisa mengusir rasa muak yang tiba-tiba muncul. Belum
apa-apa saya sudah capek dengan perseteruan politik ini.
Mas
Mew mengatakan bahwa kaum minoritas ada yang mengatakan, “Saya muak hingga
lelah lantas bosan, tiap hari dijejali aib-aibnya si capres.” Curhatannya
dituturkan dengan mengalir dan ringan, mirip-mirip dengan curhat saya yang baru
kali ini saya tuliskan.
Di
paragraf akhir tulisannya, ia mengatakan, “Terjerumus
ke lembah politik ternyata gak bikin dapur rumah saya ngepul. Menjadi
komentator politik, ternyata gak nambahin rupiah di celengan ayam saya. Ikut nimbrung
sebagai relawan tim sukses capres-cawapres, ternyata gak datangin
kurcaci-kurcaci untuk merampungkan pe er yang kian lapuk menumpuk. Oalaaah
duniaaa.”
Ini
seperti yang dikatakan salah seorang kerabat, “Saya sudah pensiun, siapa pun
yang jadi presiden tidak berpengaruh bagi Saya.” Nah, apa yang dikatakannya ini
lebih terlihat sebagai bentuk ketidakpedulian. Mau bagaimana pun juga model
pemerintahan, siapa pun juga presiden RI, nasibnya tidak akan berubah.
Sementara
saya melihat curhatan mas Mew sebagai peringatan agar jangan berlebihan dalam
mendukung salah satu calon dan sebaliknya, berlebihan pula dalam menghujat
calon yang lainnya karena kita masih punya hal
yang tak kalah pentingnya untuk diurus.
Fenomena
yang terjadi sekarang amat menggelikan. Saya sering melihat komentar dan status
di media sosial yang kebangetan, seperti
rela melakukan apa saja untuk capres idola dan juga rela melakukan apa saja
supaya capres yang satunya terpuruk seterpuruk-terpuruknya, kalau bisa jangan
sampai ia bangun lagi.
Membuat
saya bengong, bingung, dan makin muak dengan suasana ini. Apakah mereka yang nyetatus dan ngomen berlebihan itu tak menyadari kalau apa yang mereka lakukan
malah membuat orang lain antipati dengannya? Kalau banyak yang sebal dengannya,
lalu siapa yang akan membelanya? Calon presiden yang dibelanya mati-matian itukah?
Ck ck ck ck.
Dua
hari yang lalu, saya mendapatkan sebuah gambar lucu yang membantu saya mengungkapkan
keprihatinan saya kepada mereka yang berlebihan. See?
Gambar dari mbak Tuti Adhayati, dari mbak Rif'ati Djunet |
Yup, bagi sebagian besar rakyat Indonesia, mereka bukan saudara
kita walau mereka orang yang akan ikut menentukan nasib kita. Tak perlu berlebihan dalam membela manusia yang punya kelebihan sekaligus kekurangan walau
mereka akan ikut menentukan nasib kita.
Jadi ingat kata suami saya tak setuju dengan orang yang pesimis. Ia mengatakan, “Bagi kita mungkin tak berpengaruh siapa yang akan jadi presiden nanti. Tapi anak-anak kita, kehidupan mereka nanti akan ditentukan oleh pemerintahan berikut.”
Jadi ingat kata suami saya tak setuju dengan orang yang pesimis. Ia mengatakan, “Bagi kita mungkin tak berpengaruh siapa yang akan jadi presiden nanti. Tapi anak-anak kita, kehidupan mereka nanti akan ditentukan oleh pemerintahan berikut.”
Saya
pribadi, untuk saat ini memilih akan ikut analisa suami. Saya selalu menanyakan
perkembangan yang diamatinya dan saya setuju. Paham kami tentang kepemimpinan dan
idealisme sampai sejauh ini kelihatannya sama. Kelak kalau sudah final,
mendekati hari H akan saya tanyakan lagi siapa yang akan dipilihnya. Tapi sebenarnya hati saya sudah cenderung kepada
salah satu calon. Siapa dia? Rahasia lah
yauw!
Well, sebagai warga negara
yang baik yang memiliki nasionalisme serta idealisme, kita memang harus peduli
dengan percaturan politik negeri ini. Tapi mbok
ya yang wajar-wajar sajalah …
Makassar, 21 Juni 2014
Share :
hooh mbak setuju. Capek baca orang kok pada main pedang-pedangan di facebook. Haha.
ReplyDeletePernah juga baca yang kayak gini.
"capresnya hidup tenang, makan pun enak. Sedang pendukungnya saling rusuh dan makan pun nggak enak"
:D
Iya ..kemarin di tivi apa itu .. katanya ada yang sampe putus hubungan pertemanan di Facebook :v
Deletemakasih ya mak niar... :D
Deletebtw, mak, itu sampe putus hubungan pertemanan di Facebook, gara-gara pemilu capres-cawapres? :O
Katanya ada .. tapi bukan saya lho ya .. saya ndak ikut2an :D
DeleteJadi pilih siapa? :)
ReplyDeleteHahaha rahasia aah, mereka kan ndak bayar saya buat kampanye :D
Deletesaya masih wajar2 sj kok kak,belum masuk ranah KATANYA KATANYA dan KATANYA, semoga gak terlalu jauh melangkah
ReplyDeleteIya .. yang wajar2 saja Ida. Ada lho yang sampai kelewatan :D
DeleteNggg... aku lupa siapa yang bilang, tapi yang jelas saya setuju bgt dgn kalimat "RI ini negara auto-pilot" Siapapun Pres-Wapresnya, kagak ngaruh amat kok dgn kehidupan kita sehari2 *nyam-nyam* *nyamil di depan laptop* *eneg liat TV* *eneg baca timeline twitter*
ReplyDeleteWkwkwkwkwk .. ikut nyomot cemilan mak Nurul
DeleteSepertinya sekarang klo coblosan yang tahu bukan hanya kita, Tuhan dan kertas suara ya .. sekarang tetangga pun tahu hahahha
ReplyDeleteJangankan tetangga, sedunia maya pun tahu :D
Deleteasyik mbacanya
ReplyDeleteWaaah terima kasih sudah membaca, mas MT :)
DeleteKalo aq, saking enegnya, udh males mantau timeline yg penuh dg aura kental politik hina menghina itu, Niar... Lgsg scrol down... Ealah, sp ujung jg msh sama, closed deh, ambil buku or novel, membaca deh... :)
ReplyDeleteCoba kalo saling menjaga dan menghargai, kan asyik ya, Niar... Pasti mata dan hati akan adem. Yuk tetap bersikap netral yuk!
Hehehe benar tuh Kak ... lebih santai kan kita memilah-milah beritanya. Ini koq malah pendukung para capres banyak yang arogan. Membingungkan ...
Deletehahahaha..fotonya nggelitik bikin ngakak hehehe....g kebayang aja kok bisa segitunya ya,sampe2 semua kebun binatang keluar lo mbk..ngerilah pokoknya...
ReplyDeleteWaduh iyakah? Kalo yang cerita kebun binatang itu saya belum pernah baca malah ... apa tidak banyak yang menghapusnya dari daftar teman kalo begitu ya? :D
DeleteBenar sekali mbak Niar, udah muak kita lihat media sosial sekarang. Di friendlist saya ada beberapa orang yang teruuuuus aja dia kampanye untuk salah satu presiden dan nyinyir untuk presiden satunya lagi.
ReplyDeleteJadi, saya dan teman-teman yang satu mutual friends dengan mereka pernah membuat status tentang status-status yang memuakkan.
Tapi kan mbak, tipe-tipe 'militan' kek mereka, udah gak mempan lagi meski kita merasa gerah atau muak.
Malah salah satu dr mereka sampai buat status kek gini;
Heran saya, kenapa orang-orang updates status tiap hari keluhannya tentang ketidaksukaan terhadap gaya kampanye Copras Capres. Maklumi, ini memang lagi masanya..
Intinya dia bilang dia juga muak lihat status2 yang protes-protes status negative campaign-nya,
Gubraaak deh....
Tipe militan itu masih punya status lainkah?
DeleteWaaah lumayan juga kalo membaca status begitu terus .. bikin capek
iya lho mak... saya gemes dengan ulah berlebih-lebihan itu...
ReplyDeletesebenernya sieh, saya tidak masalah dengan gaya-gaya mereka untuk mendukung capres dan cawapres... saya pun awalnya gitu. ikutan komentar tentang siapa capres pilihan saya. tapi kok lambat laun, pendukung-pendukung itu makin bringas dan hyperactive saja ya...
dan makin menjadi-jadi, bahkan berani kurang ajar, ketika para ulama menyuarakan pilihannya untuk presiden masa kini. padahal, sebelumnya jamaahnya juga yang terus-terusan nanya: Ustadz, pilih siapa? dukung siapa?
tapi, tapi, terima kasih ya mak, untuk ulasannya :D subhanallah...
Makasih juga ya mas ... kebetulan kita sama2 gemas. Dan ternyata banyak juga yang gemas, ni ada beberapa teman yang seperasaan yang komen di sini :)
Deletejadi inget... kemarin ada 2 teman dekat yang saling perang komentar di facebook mslh capres favorit, akhirnya mreka berantem deh :/
ReplyDeletesaya juga sebel kalo ada yang terlalu muji salah satu capres dan menjelekkan capres lainnya
tapi saya paling sebel dgn orang yang pesimis dan antipati dgn politik.
saya juga percaya kok, siapapun yg terpilih jadi pemimpin Indonesia nanti, pasti beliau juga ikut menentukan nasib kita dan negara ini baik secara langsung maupun gak langsung...
oiya, salam kenal Mak Mugniar :D
Benar Mak, saya setuju dengan pendapatnya. Itu yang saling berantem .. ya ampun .. ck ck ck :D
DeleteOya, nama kecil kita sama, salam kenal ya mak Niar. Berarti sudah ada 3 blogger bernama Niar :)
Politik itu sebenarnya sangat penting kalau menurut saya. Apa yang kita jalani sekarang, apa yang kita dapatkan sekarang semua ada karena keputusan politik dari para penguasa.
ReplyDeleteKita bisa cari uang dengan tenang, menghidupi keluarga atau bahkan ngeblog dengan tenang itu juga karena keputusan politik para penguasa. sayangnya karena memang belum banyak orang Indonesia yang benar-benar melek politik, benar-benar sadar cara berpolitik yang baik. akibatnya banyak juga orang yang menjadi apatis, muak dan tidak peduli pada politik.
Sekarang saya juga dalam posisi itu, muak dengan semua berita politik itu. tapi sesekali saya juga memanfaatkan itu semua sebagai sarana pembelajaran untuk makin mengerti dan makin melek sama yang namanya politik.
Sepakat sama Daeng Ipul. Sy juga muak tapi saya belajar karena saya tidak mau salah pilih karena kelak kan saya mempertanggungjawabkan pilihan saya ....
DeleteBaru semalam saya terpaksa unfollow 2 orang teman di FB, mereka pendukung capres yang berbeda. Ini bukan siapa yang mereka dukung, tapi cara mereka mendukung & apa yang mereka share di socmed. Walau banyak yang bilang negative campaign itu sah sah aja agar bisa menilai capres dari banyak sisi, but still kalau terlalu banyak hal negatif yang di share, yang ada saya malah kurang simpati sama yang ngeshare. Sedih sebenernya melihat ada teman yang mendadak status di kronologisnya jadi tentang politik semua, dan cenderung menyudutkan capres tertentu.
ReplyDeleteNah .. mak Heni juga sama dengan saya. Kita jadi kurang simpati, lalu muak. Yah, biar bagaimana pun juga hal tersebut menimbulkan perasaan tidak enak bagi pembacanya ya Mak ...
DeleteKampanye kotor malah meracuni keyakinan masyarakat akan demokrasi di negeri ini, semakin mencemarkan nama capres dan cawapres pilihan ataupun lawan. Lebih parahnya lagi mencemari jiwa dan raga kita sendiri dan keluarga di masa depan. haha
ReplyDeleteHaha benar. Makanya sampe ada yang unfriedn temannya karena muak baca status2nya
DeleteYup, Mugniar...segala sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik.
ReplyDeleteSaya termasuk orang rajin mengamati perkembangan politik saat ini karena saya memang peduli pada masa depan Indonesia. Tapi buat mengkampanyekan salah satu calon pada orang lain termasuk saudara...hohoho, nggak lah ya...
:D
Toss mbak Irma. Sy sudah mulai cenderung kepada salah satu calon tapi saya memilih diam2 saja deh, tidak mau terlibat dalam urusan ini bisa membuat hubungan saya dengan teman2 menjadi tidak enak juga kan
Deletesaya sih ga sampai putus pertemanan, tapi putus per-FB-an, iya. itupun saya pamit dulu. saya bilang ke teman saya, 'mungkin kita berbeda. saya hargai kamu. tapi saya tidak ingin membaca postingan2 yang kamu share karena menurut saya itu dosa, membuka aib, menghina, memfintah, dan lain2. itu tidak sehat buat jiwa saya. nanti setelah pemilu reda, saya akan add kamu lagi.'
ReplyDeleteWaah salut mbak, bisa berkata begitu sama temannya. Iya sih, lebih baik terus terang seperti itu ya. Mudah2an temannya mengerti dan mau memperbaiki caranya
DeleteAaaa bener Mak, terlalu berlebihan sekarang ini :'(
ReplyDeleteSama kayak postinganku yang ini nih http://sohibunnisa.blogspot.com/2014/06/stay-smart-kawan.html
Hiks. Moga pemilu cepet kelar deh *eh
Sudah mampir Mak .. hihihi sama ya .. kita ini barisan yang muak dengan "kampanye" berlebihan dari para pendukung kedua capres itu
DeleteNiar, saya pendukung salah satu calon. Dan garis politik saya jelas, takan menjelek2kan calon lawan. Ngapain merusak perangai sendiri hanya demi memenangkan calon usungan. Sudah gak bikin saya kaya, eh jelek pula lagi :)
ReplyDeleteAhahaha .. suka sama komen kak Evi yang terakhir: Sudah gak bikin saya kaya, eh jelek pula lagi :)
Deleteiya ya, kadang saya aneh dengan kelakuan para simpatisan sekarang, bela2in bertengkar demi seseorang yang ndak mereka kenal sepenuhnya, sampai memutus tali siturahmi juga ada. Gambarnya mengena sekali :)
ReplyDeleteIya Kang .. saya terbengong-bengong kalau mendapat ada yang berlebihan begitu. Seakan melihat ada orang yang naruh lumpur ke mukanya sendiri :D
DeleteSetuju banget mak niar, padahal bisa jadi yang dijelekkan itu lebih baik dari yang menjelek2kan. dari pada jadi tukang fitnah lebih baik jadi tukang kloset ya mak. lebih mulia walau pekerjaannya hanya mmebersihkan toilet
ReplyDeleteAhahaha komen mak Liza juga bikin saya ngikik .... iya .. mereka tidak sadar ya sudah jadi tukang fitnah. Yang disebar ke sana ke mari kan belum tentu benar. Wong media saja belum tentu benar. Media sekarang kan berat sebelah :D
Deletebetul banget mbak,,,capek kalo ngurusin seperti itu,,,ngurusin terus menerus,,,apalagi jadi relawan segala,,,emang ntr kalo kepilih mau jadi relawan kita ,,,hehehe,,,cuma minta jadi pemimpin yg amanah buat mengayomi rakyat...
ReplyDeleteSetuju ... Mak. Mudah2an sampe hari H pemilihan suasana bisa lebih terkendali ya :)
Deletesiip..Bunda... semoga ga sampai golput, yaaa :)
ReplyDelete