Rasanya
deg-degan menghadiri prosesi pelamaran resmi keponakan saya – Wiwi, anak dari
sepupu dari sebelah ayah saya. Aih, ini baru ponakan, bagaimana kalau anak saya
yang menikah ya? *hush
masih lama!*
Cuaca
Makassar pada hari Ahad 22 Juni ini bersahabat. Cenderung panas, malah. Saya
menghadiri acara pelamaran resmi yang dalam bahasa Bugisnya disebut mappettuada atau mappaserekeng ini bersama ayah dan ibu saya. Anak-anak tak saya ajak
karena acara seperti ini membutuhkan suasana yang tenang. Membawa mereka bisa mengundang
kehebohan.
Sebelumnya
pihak laki-laki dan keluarganya sudah menghadap dan berunding dengan kedua orang
tua Wiwi. Jadi sudah ada kesepakatan mengenai prosesi pelamaran hingga hari H.
Sebagian yang menyangkut adat seperti pa
nai’ (uang belanja) dan mahar sudah
ditetapkan. Jadi acara hari ini lebih berupa formalitas dan silaturahim saja.
Silaturahim antara dua keluarga yang akan menjalin kekerabatan.
Bedanya
dengan di daerah lain, di daerah kami, calon mempelai lelaki tak datang ke
acara seperti ini. Biasanya yang ditunjuk sebagai juru bicara adalah paman,
kakek, atau orang yang dituakan lainnya.
Wiwi
disembunyikan di dalam kamar hingga prosesi mappettuada
hampir berakhir. Ia baru dijemput untuk bertemu dengan keluarga pihak calon
mempelai laki-laki ketika para tamu sedang menikmati hidangan.
Hidangannya
diletakkan di meja rendah yang familiar disebut “meja oshin”. Ditata ala adat
Bugis, dengan meletakkan penganan di dalam tempat kue bertutup yang disebut bosara’. Isinya sebagian besar berupa
kue-kue tradisional Bugis. Kue tradisional Bugis kebanyakan rasanya manis. Di
dekat bosara’ sudah tertata air minum
kemasan dan teh. Tetamu bebas memilih penganan dan minuman yang mana yang
hendak disantapnya.
Setelah
menikmati kudapan, tetamu dipersilakan menikmati makan siang yang sudah
disiapkan. Untungnya di zaman ini, keberadaan catering mempermudah kita. Tinggal pesan lalu menunggu maka petugas
catering akan mengatur hidangan di
meja makan. Setelah selesai, mereka pula yang membereskan peralatan makan kotor
dan mencucinya.
Orang
tua Wiwi tak tinggal di Makassar. Mereka berdomisili di kota Watansoppeng, jaraknya
hampir 200 kilo meter di sebelah utara Makassar. Karena saudara-saudara calon
mempelai laki-laki tinggal di Makassar maka acara mappettuada ini diselenggarakan di Makassar.
Saya
menikmati momen ini. Sudah lama saya tak berada di antara keluarga besar ayah
saya yang berbahasa Bugis ini. Saya suka sekali mendengar alunan lembut bahasa
Bugis yang mereka tuturkan. Suku Bugis berbeda dengan suku Makassar. Suku Bugis
tersebar di Sulawesi Selatan tapi mereka memiliki kekhasan masing-masing. Salah
satu perbedaannya ada pada dialeknya.
Kalau
dialek bahasa Bugis daerah asal ayah saya (Soppeng – Sengkang), terdengar
lembut dan mengalun. Mendengar mereka bercakap-cakap sering membuat saya merasa
sedang dihibur. Dan hari ini, saya terhibur kembali. Bertemu dengan
sepupu-sepupu, seorang tante yang usianya mendekati kepala 9, saudara-saudara
ipar, dan para keponakan yang sebagian besar sudah beranjak dewasa. *aih makin berasa tuanya*
Dua
hari ini, saya menikmati dua peristiwa khas dalam dua adat yang berbeda. Satu
peristiwa yang menyedihkan, satunya lagi peristiwa yang menggembirakan. Yang satu
diselenggarakan dalam adat Gorontalo (asal ibu saya), satunya lagi dalam adat
Bugis (asal ayah saya).
Peristiwa
seperti ini membuat saya makin cinta pada tanah leluhur saya – Bugis dan
Gorontalo, dan tentu saja makin cinta pada Indonesia.
Makassar, 25 Juni 2014
Share :
Ngejanya agak susah hehe....unik acara dan namanya.jd makin cinta jg sm indonesia :)
ReplyDeleteslalu seneng baca acara adat yg khas di tiap daerah :)
ReplyDeletetradisi penting yang perlu selalu dilestarikan...saya juga selalu senang berkunjung ke daerah-daerah dan mendengar penuturan bahasa asli mbe..very melodious..
ReplyDeleteWiwi cantik banget mbak.. kebayang ramenya acara ini. selalu senang ngikuti acara adat begini.. harus dilestarikan nih :)
ReplyDeletejadi tahu sedikit adat bugis dari postingan ini
ReplyDeletebentar lagi ga kerasa anaknya yang nikah ya, bun. :D aku liat baju nikahannya jadi inget kaka akin, dia pake adat bugis juga.
ReplyDelete