Di
blog ini saya belum bercerita tentang Makassar International Writers Festival
yang beberapa event-nya saya hadiri.
Padahal sebenarnya saya sudah bercerita banyak di website Makassar Nol Kilo
Meter. Pada dua tulisan berjudul [Jurnalisme
di MIWF] Episode Tulisan Favorit dan [Jurnalisme
di MIWF] Episode Penulis Favorit yang keseluruhannya tersusun atas lebih dari 2.000
kata, saya bercerita tentang topik jurnalisme yang dibahas di MIWF dan secara
tak terduga saya bertemu penulis favorit saya di buku JurnalismeSastrawi.
Sementara
event yang pertama saya hadiri (tanggal 4 Juni lalu) baru
saya tuliskan sekarang. Event itu
dibawakan oleh Gina S. Noer (Head of
Content & co Founder of Plotpoint Publishing), bertajuk An Authentic Story Teller. Sepintas lalu
terlihat sepertinya ini khusus untuk penulis fiksi padahal sebenarnya tidak.
Bagi blogger macam saya, tajuk ini cocok karena blogger pun membawa identitas
dirinya ke dalam tulisan dan sebaiknya identitas yang ditampilkannya itu
otentik.
Mbak Gina ini orangnya smart, cantik, dan sederhana |
Gina
yang menulis skenario beberapa film populer seperti Habibie dan Ainun,
Ayat-Ayat Cinta, dan Jelangkung 3 ini memulai materinya dengan memaparkan keadaan
industri buku saat ini. Saat ini ada persaingan display di toko buku.Yang terpajang adalah yang memiliki konten
otentik dan menarik. Yang dimaksud dengan otentik di sini adalah: “beda orang,
beda karakter, beda cara berceritanya”.
Keadaan
industri buku saat ini merupakan tantangan bagi mereka yang mau menerbitkan
buku. Selain itu, ada pula dua macam hambatan berikut ini:
Setiap
orang punya cerita tetapi tidak semua orang mampu bercerita
Banyak
orang merasa mampu bercerita tapi tidak semua naskah layak terbit.
Bagaimana
caranya agar mampu memenangkan persaingan dalam dunia penerbitan buku:
Jawabannya
adalah LATIHAN! Gina mengutip dari Malcolm Galdwell yang ngetop dengan "10.000-Hours
Rule"-nya: yaitu bahwa setiap orang akan mencapai keahliannya setelah
melewati waktu (latihan) selama 10.000 jam.
Gina
kemudian memaparkan beberapa hal yang penting diketahui untuk melatih diri
menjadi otentik:
1.Tahu
apa yang penting untuk diceritakan (harus bisa menjawab pertanyaan “Kenapa
membuat tulisan itu?”).
2.Ingatlah
bahwa cerita adalah karakter yang tumbuh
dalam perubahan. Dalam sebuah cerita, seyogianya ada yang berubah dari sebuah
karakter, bisa jadi tentang cara pandang tokohnya. Karena seperti juga hidup,
krakter selayaknya bertumbuh. Setelah itu, pastikan diri, ingin ngomong apa dengan karakter yang berubah
itu. Kemudian, harus diketahui betul, apa yang ingin dituliskan.
3.Perfect prectice makes perfect, caranya
adalah dengan belajar teknik menulis yang baik. Perlu pula dicek premisnya,
dengan cara sebagai berikut:
- Plausibility : memiliki kemungkinan terjadi di kehidupan nyata.
- Inherent conflict : sudah ada konflik alami yang terkandung di dalamnya.
- Gut emotional appeal: memiliki hal yang menggerakkan hati.
- Authenticity/otentisitas: sesuatu yang memang khas dari sang kreator. Penemuannya ada di dalam diri sendiri.
4.Teknik
story spine ini bisa digunakan untuk
membuat cerita mengalir:
- Pada suatu hari …
- Dan tiap harinya …
- Sampai suatu hari …
- Dan oleh karena itu …
- Dan oleh karena itu …
- Sampai akhirnya …
- Dan sejak hari itu …
Para
peserta kemudian diminta oleh Gina berpasang-pasangan dan membuat cerita dengan
story spine di atas.
5.Perhatikan
titik-titik cerita berikut:
- Rutinitas
- Kontras
- Konflik
- Krisis
- Resolusi
Buatlah
semenarik mungkin sehingga membuat pembaca tertarik dengan ceritanya.
Berlatih membuat cerita menarik dan otentik |
Di
sesi pertanyaan, saya menanyakan pendapat Gina mengenai banyaknya penulis lokal
yang ikut-ikutan memakai dialek Jakarta dan Jawa dalam gaya penulisan mereka
(jujur saja, saya suka terganggu dengan hal ini. Apa ini karena mereka malu
memakai dialek Bugis/Makassar atau menganggap dialek yang biasa didengar di
tivi-tivi itu lebih keren? Padahal menyertakan dialek lokal dalam tulisan itu
keren dan otentik, lho!).
Gina
menanggapi, itu pun merupakan keprihatinannya. Ia banyak menerima naskah dari
daerah tetapi menggunakan dialek Jakarta. Gina pun mengharapkan penulis tetap
dengan kekhasannya sendiri, termasuk dalam gaya bahasa.
Terakhir, Gina berpesan agar penulis mengingat tanggung jawab moral sebelum dan setelah menulis.
Ingin berkenalan dengan Gina? Folow akun Twitternya:
@ginasnoer.
Berminat kirim naskah? Kirimkan ke naskah@plotpointkreatif.com
Makassar, 4 Juli 2014
Share :
Banyak ilmu menulis yang di dapat ya mbak.
ReplyDeleteIya, Mbak .. banyak :)
Delete'Ma kasih atas postingannya.. sangat bermanfaat utk blogger seperti saya yang masih pemula. Saya suka menulis tapi hasilnya amburadul he..he teu puguh ujung pangkalnya. Trims
ReplyDeleteMakasih ya sudah membaca. Kalau ttg menulis sih memang terkait latihan atau jam terbang. Lama2 juga lancar :)
DeleteWah Makassar International Writers Festival ini menantang sekali. Pasti berkumpulnya para peserta yang berbakat, ahli dalam bidangnya. Luar biasa sekali. Saya pasti bengong aja kalau hadir di acara tersebut
ReplyDeleteBanyak juga blogger yang datang koq pak Asep, dan mereka (termasuk saya) tidak bengong. Sayang kan, kita bisa belajar malah dibikin bengong :) Kalo pak Asep hadir, pasti bisa menikmatinya :)
Deletembak mugniar sering ikut kegiatan ya, pantes saja ilmunya banyak untuk soal tulis menulis
ReplyDeleteKalo pas waktunya bisa diluangkan, Mbak. Dan kalo ajang internasional yang cuma setahun sekali kayak gini, saya benar2 mengusahakannya, bapaknya ndak boleh ke mana2 hehehe
Delete