Berkecimpung
di dunia fotografi mirip-mirip dengan berkecimpung di dunia menulis. Karena
dua-duanya sama-sama membutuhkan keterampilan. Fotografi dan menulis, sama-sama
menuntut kesungguhan dan kemudian latihan dari pelakunya, agar dapat menghasilkan
foto dan tulisan yang keren.
Ini
kesimpulan yang saya peroleh sewaktu berbincang dengan Kole (Achmad Yasir
Baeda) saat menghadiri reuni alumni kelas FISIKA 2 SMAN 2 (SMADA) Makassar (yang bersekolah
antara tahun 1989 – 1992) pada tanggal 3 Agustus lalu di sebuah resto di Mal Ratu Indah.
Reunian
koq ngobrol soal fotografi?
Soalnya
posisi duduk saya di meja panjang alumni yang hadir, berhadapan dengan Kole.
Sementara Kole ini dikenal sebagai fotografer andal. Hasil fotonya keren-keren.
Bahkan, lelaki yang berprofesi sebagai dosen Teknik Perkapalan UNHAS ini juga
mengajar fotografi dan fotonya sudah sering dibeli orang dengan harga mahal.
Makanya saya tertarik menggali pengetahuannya.
Dihadiri oleh Fahmi, Rina, Amri (beserta istri), Iqbal, Haris, Wafir, Kole, Alif (beserta istri), Diana,Uche, Ifa, dan saya. |
Fotografi
butuh latihan agar terampil. Jangan harapkan bisa instan mahirnya tanpa
latihan. Begitu pun menulis, jangan harapkan bisa instan piawai menulis tanpa
menulis, menulis, dan menulis. Seperti yang berkali-kali saya bilang, tidak ada
gunanya semua pelatihan menulis yang diikuti kalau tidak sesegera dan sebanyak
mungkin menulis.
Ternyata
dalam mempelajari fotografi ada pula satu hal yang perlu selalu diingat,
seperti pula dalam menulis. Yaitu, harus dapat mempertanggungjawabkan hasilnya.
Pertanyakan kepada diri sendiri, mengapa memotret obyek tersebut. Dalam menulis
pun demikian.
Perbincangan
yang serius tapi santai ini diselingi bumbu-bumbu co’do’ rantasa’ (menyela asal-asalan) dari Uche dan Diana (sorry
Uche, Diana, itu ji istilah yang pas he he he, tapi co'do' Kalian seru, sampai Kole gemas begitu ha ha ha). Kami
membincangkan soal perilaku orang Jepang yang rupanya menjadi bagian dari
budayanya, seperti dalam menghargai pengetahuan seseorang.
Banyak
orang Indonesia tidak bisa menghargai pengetahuan orang lain bila diperolehnya
secara gratis. Mentang-mentang gratis jadi seenaknya sendiri. Misalnya dalam
pengalaman Kole dalam memberikan kursus fotografi. Ia pernah memberikan kursus
fotografi tetapi saat sebagai sensei ia
ready di tempat kursus,
murid-muridnya malah acuh beibeh. Akhirnya
Kole merasa perlu memberlakukan tarif per pertemuan agar para peserta kursus
lebih menghargai nilai pengetahuan yang diberikannya.
Saya
jadi ingat pengalaman ketika mengikuti kursus gratis bahasa Inggris.
Teman-teman sekelas yang kebanyakan fresh
graduate justru malas sekali mengerjakan pe er. Saya yang waktu itu sudah
jadi emak beranak satu malah rajin (ini kenyataan lho, bukan pujiale (puji
diri) karena saya sangat menghargai pemberi kursus makanya saya berusaha
maksimal). Saya justru berusaha mengerjakan lebih banyak dibanding yang diminta
oleh mentor. Padahal para fresh graduate itu
yang sebenarnya lebih membutuhkan kursus yang diselenggarakan untuk para pencari
kerja itu.
Dari
Kole saya jadi tahu kalau ia memotret orang dengan cara yang berbeda-beda,
tergantung karakter orang yang bersangkutan. Menarik. Senang
sekali bisa banyak mengetahui banyak hal dari sobat satu ini.
Sudah
tentu saya menyempatkan saling sapa dengan kawan-kawan lain. Senang mendengar
kabar-kabar dari mereka. Ifa Tunisya dan Rina Amal yang anak sulungnya sudah
duduk di bangku SMA, dari Alif Kaharuddin dan istrinya Sengngeng – pengusaha yang
juga memegang lisensi sebuah tes kepribadian dengan menggunakan sidik jari, dan
lain-lain.
Rasanya
waktu kurang banyak untuk mengetahui kabar lebih detil dari semua kawan yang
hadir. Tapi tentunya kami tak bisa berlama-lama duduk di resto itu,
masing-masing harus kembali menjalani kehidupannya.
Senang
bertemu kalian semua, Kawan. Mudah-mudahan masih ada reuni-reuni lain. Khusus buat Ifa, terima kasih ya traktirannya.
Moga rezekinya berkah ya J
Makassar, 9 Agustus 2014
Share :
ternyata masuk juga istilah codo rantasa...
ReplyDeleteapapun kegiatan yang kita lakukan,,,memang harus bisa dipertanggungjawabkan hasilnya....karena itu adalah wujud eksistensi kita sebagai mahluk sosial..yang hidup bermasyarakat....., kalo tidak mau bertanggung jawab..ya sebaiknya karyanya jangan dipublikasikan...simpan saja di lemari...itupun kalo ada karya yang dihasilkan.....
keep happy blogging always...salam :-)
juga sebagai makhluk Tuhan, supaya ingat bahwa nanti ada Hari Pertanggungjawaban ya, Pak :)
DeleteKeep happy blogging too :)
Senang sekali tentunya bisa reunian dengan teman lama semasa sekolah dulu... Apalagi masing2 punya cerita... Mungkin kita bisa banyak belajar dari cerita dan pengalaman masing2 mana yang baik ditiru yang kurang baik jangan ditiru...
ReplyDeleteAlhamdulillah ... senang sekali Mak .. iya benar :)
DeleteWah dapet ilmu potography disini hehe..kl saya msh suka2 dan trial n eror kl foto2 hehe...
ReplyDeleteHehehe alhamdulillah, Mbak. Mulanya kan trial and error, lama2 pasti Mbak Hanna jago deh ^__^
DeleteApapun yang sudah menjadi hobi perlu diasah dan dilatih terus ya, Mba.
ReplyDeleteIni enggak gagal ikut reunu (lagi), ya. Hehehe
Betul Idah.
DeleteHahaha iya .. kali ini berhasil. HPnya alhamdulillah sudah sembuh walau kadang2 masih terbatuk2 :))
Seneng bisa reunian bareng temen SMA. Bisa tambah wawasan juga ya mbak
ReplyDelete