Di undangan Perayaan 10 Tahun BaKTI yang
diselenggarakan pada tanggal 23 September itu, tertera pukul 8.30 sebagai waktu
mulainya acara. Namun karena harus menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah
terlebih dulu, saya baru tiba di Hotel Grand Clarion menjelang pukul 9 pagi.
Saya bergegas ke lantai 2, di mana Phinisi ball room berada. Terlihat segerombol orang
di dekat meja registrasi. “Syukurlah, acara belum dimulai, saya tidak
terlambat,” ujar saya dalam hati.
Saya menuliskan nama di daftar presensi, menerima
goodie bag dari panitia, dan memilih
selendang sebagai souvenir. Ada aneka
selendang di situ, seperti biasa, saya memilih yang ada warna hijaunya – warna kesukaan
saya. Selendangnya bagus-bagus, hasil tenunan daerah. Sayangnya, saya lupa
menanyakan dari daerah mana selendang tenunan itu berasal.
Souvenir |
Pintu masuk ball
room masih tertutup. Sudah banyak orang mencicipi aneka penganan
tradisional yang tersedia di meja prasmanan. Ada 3 orang yang saya kenal di
situ: Bunga (aktivis LeMina dan Penyala), Kak Heru (pendongeng profesional),
dan Lebug (blogger aktif).
Kami ngobrol ringan sampai pintu ruang Phinisi
dibuka dan terkuak rahasia apa yang ada di dalamnya. Wow. Tak terbayangkan sebelumnya, apa yang disiapkan oleh BaKTI
untuk menyambut tetamunya!
Meja registrasi |
Terdengar tetabuhan gendang tradisional Makassar
bertalu rampak, amat dinamis selama beberapa menit. Membuat siapa pun yang
mendengarnya ikut merasakan semangat yang ditimbulkan para pemain gendang,
pimpinan sang maestro gendang – Daeng Serang Dakko.
Dua orang penari perempuan bersiap di atas
panggung. Mereka saling berhadapan sehingga yang satunya memunggungi hadirin.
Yang menghadap ke tetamu kelihatannya sudah berusia paruh baya. Begitu musik
tradisional terdengar – berbeda dari yang dibawakan oleh tim Daeng Serang tadi,
mereka menari. Gerakan yang mereka bawakan teramat gemulai, khas tarian
Bugis/Makassar.
Kue-kue tradisional dari KTI |
Saya menikmati gerakan gemulai itu. Beberapa saat
kemudian, penari yang memunggungi kami berbalik badan. Baru terlihat jelas
wajahnya … bukan wajah Indonesia. Penari itu … seorang bule! Wow, keren sekali!
Saya suka menyaksikan tarian tradisional tapi
saya tak tahu ini tarian apa. Tariannya
unik. Kedua wajah penarinya, kalau disimbolkan dengan smiliey – seperti ini: L. Muram. Sayangnya tak ada penjelasan tentang
tarian dan para pemain musik latarnya. Kalau Daeng Serang, saya tahu karena
pernah browsing-browsing tentangnya
di internet dan pernah menyaksikan penampilannya di sebuah event yang dilaksanakan oleh BaKTI.
Gerakan kedua penari ini gemulai sekali, mereka
bergerak seragam dan sesuai irama alunan musik tradisional. Ingatan saya
melayang ke masa silam ketika belajar tarian Pakarena saat duduk di kelas 1
SMP. Memang tariannya gemulai habis, tapi sehari setelah latihan … ampun deh …
badan pegal-pegal luar biasa. Tarian gemulai ternyata tidak mudah. Salut
sekali, penari bule itu bisa menari dengan begitu bagus.
Saya menikmati semua suguhan sejak registrasi
hingga hiburan pembuka ini. Kreatif. Seperti biasa, BaKTI selalu kreatif dalam
menampilkan sesuatu.
Gendang tradisional yang dinamis |
Oya, bagi yang belum tahu apa itu BaKTI (Bursa
Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia), saya ceritakan sedikit ya, BaKTI itu
merupakan sebuah organisasi yang mengumpulkan dan menyebarkan informasi tentang
program dan bantuan untuk pembangunan KTI yang terdiri atas 12 provinsi di
wilayah Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
BaKTI menjadi sekretariat bagi Forum Kawasan
Timur Indonesia (Forum KTI), Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI),
dan Forum Kepala BAPPEDA Provinsi se-Kawasan Timur Indonesia.
Tarian tradisional yang gemulai |
Selain itu, BaKTI menyediakan layanan manajemen
proyek lembaga donor yang bekerja di KTI, fasilitas (ruang pertemuan,
perpustakaan, dan layanan informasi pembangunan), event organizer, dan media relasi.
Dan hari ini merupakan perayaan ulang tahun ke-10
BaKTI. Untuk itu BaKTI menampilkan 10 orang inspiratif yang telah melakukan
hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat dan hiburan-hiburan yang memukau.
Makassar, 24 September 2014
Bersambung
ke tulisan berikutnya
Share :
Enak nih sering dapaat undangan mak :D
ReplyDeleteAlhamdulillah Mak .. berkahnya ngeblog ^__^
Deletesenang rasanya kalau ada orang asing menari tarian tradisional kita. Dan sebagai WNI harusnya lebih menghargai budaya sendiri :)
ReplyDeleteBenar sekali Mak ... jadinya malu hati ya kalau kita tidak menghargai budaya sendiri .... kenapa ada bule yang mau bela2in belajar budaya kita ya :)
Deletesaya lupa ini acaranya, semoga periode selanjutnya bisa hadir juga :D
ReplyDeleteSemoga diundang lagi :)
Deletekeren mbak acaranya. Bangga ya dapet undangan kayak gitu....
ReplyDelete