Judul : Mommylicious, Catatan Dua Mama: Beda
Cerita, Kaya Rasa
Penulis : Murtiyarini dan Rina Susanti
ISBN 10 :
602-249-680-2
ISBN 13 : 978-602-249-680-9
Penerbit : BIP (kelompok Gramedia)
Tahun terbit : 2014 (Agustus)
Tebal halaman: 173
Momen-momen
kebersamaan dengan buah hati adalah hal penting dan indah, sekaligus pelajaran
berharga tentang cinta dan kehidupan. Kedua penulis buku ini mengistilahkannya
dengan Mommylicious, karena menjadi mama itu delicious !
Dalam
buku ini ada 43 kisah yang terangkum dalam 5 bab. Mereka bertutur tentang
pengalaman saat menghadapi bayi baru lahir, konflik-konflik yang dialami saat
mengurus keluarga, catatan stimulasi tumbuh-kembang anak, hubungan antara kedua
penulis dengan pekerjaan dan kawan-kawannya, dan tentang harapan-harapan dalam
cinta mereka.
Kesemua
kisah dalam buku ini dibahasakan secara ringan dan mengalir. Membacanya, dapat
memperkaya wawasan perempuan dalam memaknai peran sebagai ibu di zaman ini.
Perkembangan
zaman yang pesat disertai dengan kejutan-kejutan dalam perkembangan teknologi
dan berbagai masalah yang muncul menuntut seorang ibu untuk menjadi pembelajar
yang tangguh, proaktif, dan kreatif.
Ibu
pembelajar tidak serta-merta mengikuti pola pengasuhan yang diterapkan
ibundanya kepadanya. Ia mengambil sebagian yang perlu dan meninggalkan sebagian
lainnya sepanjang ada alasan kuat yag mendasarinya. Misalnya saja, kalau dahulu
ia tak boleh main hujan, sekarang ia membolehkan anaknya main hujan, dengan
catatan beberapa persyaratan dipenuhi (Yang Dilarang Uti, halaman 54).
Ibu pembelajar berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan kewajibannya dalam
memenuhi hak anak. Misalnya dalam pemberian ASI, ia menyadari pentingnya
menyiapkan nutrisi, menelaah diri, dan tenggang rasa (halaman 17 dan 21).
Seorang
ibu selayaknya belajar dari reaksi putrinya yang baru berusia lima tahun yang
mengatakan, “Ma, Cinta capek kalau
disuruh-suruh terus.” (halaman 26). Dalam tulisan berjudul Asisten Cilik
ini penulis menuturkan pengalamannya dengan putri sulungnya yang pandai
meringankan bebannya setelah anak keduanya lahir.
Saat
putrinya melontarkan kata-kata tak terduga itu, ia tak marah melainkan terdiam
dan berbisik dalam hati, “Ya Tuhan …
selama ini saya melupakan satu hal: bahwa Cinta masih anak-anak!” Dan
seketika itu pula ia meminta maaf kepada Cintanya. Ya, seorang ibu seyogianya
berbesar hati meminta maaf meski anaknya masih usia balita.
Bijaksana,
juga dituntut ada dalam diri seorang ibu. Dalam menghadapi anak sulung yang
tengah cemburu pada kehadiran adiknya, ibu boleh berkompromi dengannya.
Kebutuhan si kakak akan kasih sayang harus diperhatikan tetapi ia tak boleh
dibiarkan seenaknya mengendalikan ibu dengan tantrum untuk memenangkan perhatian ibunya (halaman 30).
Seorang
ibu yang bekerja di luar rumah, sebaiknya bisa menggunakan curhat asisten rumah
tangga/pengasuh anak tetangga yang didengarnya untuk memperbaiki diri. Bukan
hanya fokus pada keselamatan anak tapi juga memperhatikan dengan seksama
kesejahteraan sang pengasuh supaya ia betah bekerja sama dengan ibu (Curhat si
Mbak, halaman 82).
Adapun
pembelajaran lain yang bisa dipetik adalah bahwa hal-hal lain yang perlu
diperhatikan seorang ibu yaitu: berusaha menyeimbangkan keluarga dan karir
tetapi keluarga tetap menjadi prioritas utama (halaman 148, 157, 167) dan memperhatikan
alokasi me time agar ibu bisa selalu merasa
bahagia (halaman 69).
Bicara
tentang me time dan passion, keduanya dibutuhkan siapa saja
(termasuk seorang ibu) agar bisa menyegarkan jiwa dari rutinitas dan segala
persoalan hidup. Ibu yang bahagia bisa mengurus keluarganya sesibuk apapun dia
(halaman 76). Dukungan keluarga dan lingkungan tentu saja amat dibutuhkan dalam
hal ini (halaman 144). Maka ibu yang baik akan melakukan hal positif apapun itu
asalkan buah hatinya bahagia – yang bagi sebagian orang, ini disebut sebagai
“berkorban”.
Tapi
ibu yang bijak justru berkata: Pantaskah
saya disebut berkorban sementara saya tak merasa lelah atau rugi? Saya memang
memperjuangkan kebaikan mereka tetapi saya tidak merasakan ada bagian diri saya
yang dikorbankan. Saya tidak berkorban, karena saya bahagia menjadi mama (halaman
170).
Share :
Menjadi ibu memang banyak cerita ya mak,
ReplyDeleteblm sempet beli buku ini kayaknya bagus ya..:)
Kalimat yang terakhir sangat menyentuh Mbak.... Saya selalu memperhatikan Ibu setiap kali pulang ke kampung. Beliau walaupun sudah lelah bekerja ini itu, tetap aja apa yg saya kerjakan diambil alih. Beliau bilang saya sudah mengerjakan banyak hal, padahal lelahnya gak seberapa dg lelahnya Ibu.
ReplyDelete