Kadang-kadang
saya merindukan ketenangan zaman orba dulu lho. Masa ketika orang-orang saling
hormat. Rakyat biasa menghormati petingginya walau dalam tataran sikap saja di dalam
hatinya meleletkan lidahnya.
Ini bukan berarti saya ingin balik ke zaman itu.
Bukan. It’s not my point. Roda harus
berputar. Zaman harus berganti. Kita tentu tak mungkin stuck di satu waktu. Hanya sekadar ingin bernostalgia, seperti menostalgiakan
keadaan zaman sekolah yang kurang tanggung jawab – ketika itu tanggung jawab
hanya belajar. Itu kan bukan berarti saya pengen balik ke zaman putih abu-abu.
Tidak mungkin kan? Sekarang saya sudah punya 3 anak. Jadi, sekadar bernostalgia
boleh, dong.
Orang-orang
di zaman kini banyak yang suka kebablasan. Mengkritik sih boleh-boleh saja asal
pilihan katanya bagus, alasannya masuk akal. Lha ada orang yang bukan mengkritik, jadinya malah menghujat orang
lain yang tadinya tak masuk dalam ranah yang hendak dikritiknya. Atau kalau ada
yang tersinggung dengan kritikan orang lain, dia lantas menghujat dengan
mengeluarkan kata-kata kasar tanpa dasar.
Sumber gambar: www.ascglobalrecruitment.com |
Ketika
ada petinggi yang tersalah omong sedikit saja sudah dicela habis. Padahal
kesalahan kecil saja! Tidak akan runtuh negara karena kesalahan kecil itu!
Tidak
heran kalau anak-anak tukang bully
makin banyak saja. Lha wong contohnya
- orang-orang dewasa yang suka bully
pake kata-kata atau gambar itu ada di mana-mana! Mereka secara tidak sadar
mengajak kita untuk membentuk generasi baru tukang bully.
Ya, kalau dulu anak tukang bully bisa
dihitung jari mungkin dengan keadaan sekarang anak tukang bully tidak bisa dihitung oleh jari-jari milik satu orang lagi.
Menghitungnya harus dengan jari-jari milik seisi rumah bahkan milik tetangga seisi
rumah di sebelah kanan, kiri, depan, belakang, sampai 40 rumah – saking banyaknya!
Kebebasan pers lalu kebebasan berekspresi di
media sosial memang jamak sekarang. Konsekuensinya tentu ada. Pem-bully-an makin marak atau terkena sanksi
UU ITE dan jadi populer seperti Arsyad yang baru dimaafkan oleh Pak Jokowi itu.
Saya
terkesiap saat suatu hari Athifah mengadu, ada temannya yang tak mau bermain
dengannya.
"Kenapa?"
tanya saya.
"Katanya
karena saya jelek, Ma," jawab Athifah.
Astaghfirullah ... baru kelas 2 SD saja sudah
seculas itu?
"Sudahlah,
tidak usah bermain dengannya," kata saya.
Ini bukan kali pertama Athifah diejek kawan-kawannya.
Ah, kasihan anak itu dan anak
yang mengejeknya dulu
... masih kecil sudah sibuk dengan memikirkan siapa yang jelek siapa yang
cantik. Memangnya itu penting?
Lagi
pula, kata siapa anak saya jelek? Anak saya itu anak yang paling cantik
sedunia, koq!
Makassar, 8 November 2014
Share :
Anak-anak sekarang ngeri2 pergaulannya --"ya omongannya ya sikapnya..semoga kita bisa mengarahkan anak kita dengan baik ya mak...
ReplyDeletesetuju..gimana mau melarang anak..wong yang dewasa saja bully membully
*puk2 Athifah
Iya mak ... makin mengerikan :(
Delete*makasih Tante :D*
Saya tidak sengaja memperhatikan anak tetangga mengolok-olok temannya. Sepertinya sudah mengarah mem-bully. Bila dicermati ia asal saja berkata-kata. Lha wong ia tidak melihat keadaan dirinya. Di sekolah tempat saya bekerja (mendokumentasikan kegiatan mereka) anak-anak diajarkan memberi kritik dengan baik dan santun. Awal masuk sekolah biasanya mereka diajak mengenal diri. Mereka diajak memetakan kelebihan dan kekurangan diri. Efeknya mereka menghargai orang lain.
ReplyDeleteHiks .... banyak ya yang begitu Mak ..... mereka meniru dari orang dewasa itu ya?
DeleteDitempat saya olok-olokan anak-anak sudah sampai pada tahap saling mengumpat... Misuh aka nyebut binatang sudah jamak terdengar
ReplyDeleteHiiiii seram amat Mas Hud :(
DeleteSiapa mbak...siapa itu yang berani bilang Athifah jelek?
ReplyDeleteBawa siniiih...
*mantan preman terminal...hihihi...*
Betul sekali mbak, aku setuju dengan postingan mbak ini,
Makanya aku sangat berhati2 di era social media ini lho, berusaha mengerem opini karena gak mau terkesan menghakimi, takut gak bisa jaga lidah gitu mbak...
Makanya yang paling aman buatku sih nyetatus soal drama korea aja deh...hihihi...
*kemudian di unfriend dan di unfollow beramai-ramai*
ya namanya juga demokrasi mbak, apa2 bisa bablas. hehe
ReplyDeletengeri memang..sekarnag ae.. banyak anak2 bertindak semaunya sendiri..mulai dari sikap hingga perkataan..bahkan kata2 kotor disebutkan oleh anak2.. jadi sebagai orang tua kita harus membimbing anak kita untuk membedakan yg baik dan benar..hehe
ReplyDeletebablas angin e wkwkwk
ReplyDelete