"Anaknya
yang besar kelas berapa, Bu?" tanya seorang ibu.
"Kelas dua es em pe," jawab saya sopan.
"Es em pe mana?" tanyanya lagi. Saya lalu menyebutkan nama sekolah si sulung.
"Cucuku
mau saya masukkan di situ, Bu. Tapi tidak lulus. Padahal bagus ji tes mengajinya. Bagus ji
tesnya yang lain, ndak tahu juga
kenapa ndak lulus. Jadi saya masukkan
di SMP A," ibu itu menyebut nama SMP swasta. Nama sekolah
itu baru saya dengar.
Untuk masuk di sekolah Affiq ada serangkaian tes
yang harus dijalani. Selain tes-tes tertulis 3 bidang studi yang
diujiannasionalkan dan tes Pendidikan Agama Islam, ada pula tes tilawah.
"Kalau
di sekolahnya anak ta' banyak yang
didapat pakai shabu-shabu, isap lem. Kalo di sekolahnya cucuku bagus ki. lebih bagus lagi dari sekolah anak ta'. Di sekolahnya anak ta' banyak ‘permainan’," cerocos ibu itu
lagi.
"Pasti anggurnya asam!" Sumber: aesop.magde.info |
Saya
tak enak hati. Seperti mendengar orang yang sakit hati bicara. Rasanya
itu seperti sedang menengok ke arah kanan saat sedang tidak ada siapa-siapa di dekat
saya lalu tiba-tiba pipi kiri ditampar dengan amat keras oleh seseorang.
Kalau
sekolah cucunya lebih bagus kenapa saya baru mendengar nama sekolah itu
sekarang? Dan kalau memang sekolahnya bagus, kenapa yang jadi favorit itu
sekolah anak saya bukannya sekolah cucunya? Lalu kenapa yakin kalau hasil
tesnya bagus dan terkesan mempersalahkan sekolahnya hanya karena kebagusan
hasil tes cucunya tak membuatnya diterima di sekolah itu? Sungguh ibu-ibu yang
aneh.
Sepanjang
percakapan ketika ibu itu terus menjelek-jelekkan sekolah anak saya, ingin
sekali saya menyelanya, "Memangnya lihat sendirikah nilai cucunya pantas
lulus? Ini bukan semacam penyataan 'rasanya ujian cucuku bagus' saja?"
Saved
by the “bell”. Melihat si bungsu Afyad yang mulai berlarian ke
sana ke mari, saya jadi punya alasan meninggalkan ibu itu. Biar fitnah itu ia
sudahi saja sampai di sini. Makin tak enak hati saja saya. Sepertinya semua
orang yang masuk di sekolah Affiq itu mengikuti permainan yang ia maksud. Tak
tahu saja dia seperti apa perjuangan Affiq dan kami ketika menghadapi ujian
masuk SMP itu.
Sering
kali usai ujian dan dinyatakan tak lulus, orang berujar, "Rasanya ujianku
bagus ... rasanya begitu .. rasanya begini." Padahal rasanya jelas salah
karena kenyataannya banyak yang lebih bagus daripada hasil ujiannya.
Jujur, ini pengalaman saya sendiri waktu masih sekolah dulu. Waktu mahasiswa,
saya pernah komplain nilai saya pada Pak Rahmat – dosen Matematika Teknik
karena merasa nilai ujian saya
bagus.
Sekalinya, setelah Pak Rahmat mengecek kembali
nilai-nilai saya dan memajang hasil ujian saya di depan kantor jurusan, di sana
terpampang nilai D setelah nama saya. Betapa memalukan! Untungnya nama saya
yang tertulis di situ salah, ditulisnya: NUGDIAR. Huh, bukan keberuntungan sebenarnya karena nomor stambuk yang
tertera di situ: 9209230 … dan kawan-kawan saya akhirnya tahu nilai siapa yang
terpampang di situ.
Sesampainya
di rumah, saya menceritakan hal itu kepada suami saya. Saya mengatakan dalam hati ingin
sekali menyela ibu itu tapi tak saya lakukan. "Tidak usah. Untuk apa?" kata suami saya. Iya sih, untuk apa. Makanya saya diam
saja. Saya cuma menjelaskan sedikit saja yang saya ketahui padanya.
Ibu itu perlu tahu dari saya yang sekarang sudah berada “di dalam” bahwa yang
ia bilang permainan itu ada tapi di luar mereka yang murni lolos dari hasil
seleksi.
Tentu saya tahu persis karena kami sama sekali tak punya kenalan orang dalam
yang bisa memberikan katabeletje atau
surat sakti untuk Affiq.
Kata
suami saya, ibu itu seperti cerita di sebuah buku. Saya juga pernah baca cerita itu.
Cerita tentang seekor rubah yang hendak mengambil anggur. Ia berhasil mengambil
sebutir anggur dan merasakan anggurnya asam. Ia akhirnya menyerah karena tidak
berhasil memperoleh anggur-anggur lain yang lebih tinggi. Ia pergi meninggalkan
pohon anggur itu sembari mengatakan, "Pasti semua anggur di pohon itu
asam!"
Makassar, 16 November 2014
Share :
Artikel yang menginspirasi, makasih...
ReplyDeleteYes dapat PERTAMAX lagi di sini....
DeleteKalian orang yang sama ya? hehehe
DeleteSabar saja ya Bunda...
ReplyDeleteIya Mbak eh Neng ..... eh disabar-sabarkan sih sebenarnya hehehe
Deletememang banyak ya mba, ibu2 yg merasa seperti itu. Merasa bahwa anaknya 'pantas' utk masuk suatu sekolah tertentu, pdhl bnyk hal yg blm layak utk bisa masuk sekolah yg diinginkan, akhirnya malah menjelek2an
ReplyDeleteBarisan sakit hati .... sda berapa banyak ya di Indonesia? :D
Deleteaduuuh segitunya ya mba..mudah2an si ibu diberi hidayah dan bisa ikhlas menerima dimanapun anaknya bersekolah
ReplyDeleteAamiin .... mengerikannya dia bisa menurunkan pemikirannya pada cucunya ya Mbak
DeleteIbu itu ngomong begitu untuk 'menghibur' dirinya sendiri kali ya, Mbak. :)
ReplyDeleteSaya kira juga begitu, Mak. Mungkin terhibur sedikit ya rasa sakit hatinya :)
DeleteSering juga saya mengalami seperti yg mba alami. Ya, cara yang paling aman, diam saja . Soalnya kalo ketemu spt org seperti itu, mau benar atau salah, tetap salah bginya ya mba. Hhehehe
ReplyDeleteIya ... benar, Mbak Tri :D
Deleteiya.... Diemin aja...., anggap aja radio rusak...qiqqiii...
ReplyDeleteRadionya lost control ya Mak hihihi
DeleteMak, krn sy blm pny anak kalo ktm ibu2 yg nyinyir, sy sanggah mak. Sy kudu galak sm org2 spt itu. Ujung2nya curhat sm suami..hehe.
ReplyDeleteKalo menurut saya, kadang2 orang seperti ibu itu perlu mengadapi orang yang galak, Mak ... karena walaupun tetap ngotot misalnya, besok2 dia pasti tidak gegabah lagi bicara. Cuma saya orangnya ya begini ini ... walau gemas cuma bisa diam hehehe. Jd sy cuma menjelaskan ttg jalur lain masuk sekolah itu :)
DeleteYah begitulah mak, manusia yg didalamnya hatinya ada iri dengki pasti yg keluar jg rasa kebencian... biarkan sj, krn bila diladeni biasanya malah tambah-tambah bencinya... di doakan sj semoga Allah memberi kelapangan dalam hatinya untuk menerima kebenaran mak Niar.....
ReplyDeleteUntungnya saya tipikal orang yang susah bicara Mak .... walau pengen ngomong sebenarnya hehehe .... aamiin semoga ibu itu terbuka mata hatinya.
DeleteJadi ingat teman yang "sakit hati" karena kukalahkan dalam.suatu ujian, padahal.dia separuh dari umurku.
ReplyDeleteAku pake ilmu "cuek" aja, pura-pura tidak tau sambil terus belajar, lebih giat dari sebelumnya. Akhirnya, aku makin maju dan akhirnya dia malah mundur...😮
Emang enak jadi orang sirik, mungkin itu yang akan kubilang seandainya terjadi dimasa kuremaja dulu. Hehehe
Kalau saya mungkin kayak gini ekspresinya "celinguk kanan celinguk kiri, Bu kayaknya tadi ada yang sedang bicara ya, tapi siapa?" hehehe
ReplyDeletehehe... sabar ya mbak... cuekin aja...
ReplyDelete