Bahagia sekali punya ibu mertua baik. Sudah
mengirimi cumi-cumi dan ikan bolu (bandeng), dibersihkannya pula terlebih dulu.
Saudari ipar yang membawanya dari Pare Pare. Diletakkan di dalam kotak bersama
berbongkah-bongkah es batu. Kalau cumi-cumi memang kesukaan saudari ipar saya.
Sementara ikan bolu, kesukaan saya dan suami.
Namanya oleh-oleh, mungkin ibu mertua merasa tidak
enak hanya memberi sedikit. Cumi-cumi itu banyak sekali sementara kami di sini
sudah tidak begitu mengonsumsinya. Ayah saya hanya makan sedikit saja karena
menjaga agar asam urat dan kolesterolnya tidak naik, sedang ibu saya tidak
menyukainya. Saya dan suami sudah menghindari cumi-cumi karena menjaga
kesehatan. Kami lebih memilih mengonsumsi ikan-ikananan saja.
Saya sempat bingung. Bagaimana bisa menghabiskan
cumi-cumi sebanyak itu. Anak-anak tak terbiasa memakannya, belum tentu mereka
mau “membantu” menghabiskan sebab tidak mungkin saudari ipar saya sendiri yang
menghabiskan semuanya.
Cumi-cumi masak kuah tinta |
Beberapa jam setelah kedatangan saudari ipar,
saya langsung bersibuk-sibuk ria di dapur. Memotong-motong si cumi-cumi dan
menyiapkan bubuk. Cumi-cumi masak dengan tintanya yang berwarna hitam andalan
saya. Seperti masyarakat Bugis/Makassar pada umumnya, cumi-cumi berkuah tinta
hitam yang berasal dari badan si cumi-cumi menjadi kesukaan kami. Rasanya jauh lebih
enak dengan kuah hitam itu. Jangan mencibir atau bergidik bila belum pernah
mencobanya.
Bumbu yang saya gunakan sederhana saja, hanya
bawang putih, bawang merah garam, merica bumbu, dan sedikit tomat yang ditumis.
Setelah bumbu mengharum, cumi-cumi dimasukkan. Diaduk-aduk sebentar, lalu
ditambahkan air, kemudian ditutup. Bila sudah matang, cumi-cumi kuah tinta siap
disantap.
Untungnya Affiq mau mencicipinya. Ia sudah lebih
fleksibel terhadap makanan sekarang, tidak sepemilih dulu lagi. Saya mengamati
wajahnya yang tengah mengecap masakan saya.
“Enak?” tanya saya.
Affiq mengangguk.
“Mama tambah ya?”
Ia mengangguk lagi.
Ada rasa “nyeess”
di hati. Sungguh merupakan kenikmatan luar biasa ketika menyaksikan sang
buah hati begitu menikmati masakan saya.
"Nasi Goreng Cumi-Cumi Daur Ulang" |
Athifah menolak mati-matian mencicipi cumi-cumi.
Melihat saya memotong-motongnya saja dia sudah jijik.
“Heran Mama, ayam itu mau Kau gendong ke sana ke
mari ndak ada rasa jijik. Masa’ sama
cumi-cumi jijik? Mama malah jijik menggendong ayam tapi tidak jijik memegang
cumi-cumi ini,” komentar saya setengah geli.
Sementara Afyad, ia hanya mau mencicipinya
sedikit. Sedikit sekali tepatnya. Sayang sekali, nasinya yang sudah terlanjur disiram
kuah tinta cumi-cumi bersisa banyak.
“Hm … barangkali besok bisa dibikin nasi goreng,”
terlintas pikiran untuk mendaur ulang nasi milik Afyad itu. Di saat yang hampir
bersamaan, suami saya mengusulkan hal yang sama: mengolahnya menjadi nasi
goreng. Sepiring nasi itu pun menjadi penghuni kulkas selama semalam.
Selanjutnya, untuk memasak nasi goreng ini, disiapkan nasi putih yang disiram dulu dengan kuah tinta cumi-cumi |
Maka begitulah. Keesokan paginya, sebelum
anak-anak berangkat sekolah saya mengolah nasi yang sudah terendam kuah hitam
itu menjadi nasi goreng. Bumbunya sederhana saja: bawang putih (bisa pakai bawang merah juga) dan garam.
Cumi-cuminya dipotong-potong lagi menjadi ukuran yang jauh lebih kecil. Setelah
tumis-tumis bumbu, nasi yang sudah tercampur kuah dan cumi-cumi itu dimasukkan. Masukkan sedikit kecap, lalu goreng sampai matang dan baunya wangi. Hm …. Nyamanna.
Alhasil, ketiga anak saya makan dengan lahap. Dan
selama beberapa hari berikutnya, nasi goreng cumi-cumi daur ulang menjadi
kesukaan mereka bertiga. Melihat mereka bertiga makan dengan lahap, kebahagiaan
apa lagi yang saya harapkan?
Makassar, 23 November 2014
Tulisan ini
diikutkan Tantangan Blog Bucket di www.angingmammiri.org
Share :
intinya jd mamak-mamak itu harus kreatif kak dih?
ReplyDeleteKalau sy masak cumi kuah hitam kukasi sedikit asam sama jahe, supaya anyirnya tdk terlalu tercium.
Kayaknya merica yang saya pake juga menghilangkan anyirnya, Ida .... iya benar ya .... dulu saya juga pernah pake asam.... baru ingat hehehe
DeleteSaya mau kalo ditawarin cumi2 banyak begitu mbak :D, soalnya disini mahal jadi jarang bgt masak cumi. Sekalinya masak, cuminya biasa dipotong cincin trus dilapis tepung krispi, manteb mbak. Lebih sering jadi cemilan daripada lauk nasi , dan makannya nggak mau berenti hehehe
ReplyDeleteIya ya ... enak juga jadi camilan, Mbak hehehe
DeleteWowww I like cumi-cumi, hemmm kebayang sedapnyoo!
ReplyDeleteYummy :))
DeleteDeh makanan andalanku sama Bundanya #BabyJo :D
ReplyDeletekemarin pulang dari maros bawa cumi2 tinta hitam juga, ndak tahan lama di rumah, malamnya sudah habis :))
Menu andalan juga klo lagi makan di resto seafood. Pernah teman2 AM bikin acara sharing keliling tahun 2010 dan yg datang Pricia Nasution (artis FTV) dkk, dibawa makan di Hade Resto. Kita pesan cumi hitam, pas dia coba langsung minta pesan tambahan lagi :))
Memang menggoda ya makanan ini :))
DeleteWow tuh kan kalo sudah pernah mencicipi, bakal nagih. Yang bikin enak cumi-cumi itu kuah hitamnya :))
Hahaha...cumi daur ulang, itu penemaan yang kereeen selain kata sisa.
ReplyDeleteAnak-anak di rumah juga suka.banget. makin hitam dan kental kuahnya makin asyiiik. Kalau tintanya dibuang malah ngak yummy.tuh..😊
Tinta hitamnya itulah sumber rasa enaknya ya Kak Ida :))
Deleteklo bersihin cumi... Sekalian buang tintanya...., blm pernah tintanya ikutan dimasak...
ReplyDeleteCoba deh Mak ... enak :)
DeleteWah ini postingan tantangan #BlogBucket nya kak? wah belumpi jadi saya lagi di revisi duu.
ReplyDeleteKalau cumi, kusuka sekali saya kak. Di antara makanan2 laut yang udang, kepiting, cumi , saya lebih memilih cumi entah itu di masak pake kuah hitam, bening di tumis, atau cumi kering pokoknya enak semua :)
Selagi belum bermasalah dengan kolesterol dan asam urat ..... santaaap :))
Deletewah mantap, ibu kreatif. mengubah apa yang awalnya gak disukai anak, jadi lahap makannya.... hebat mbak!!
ReplyDeleteTapi ternyata ... kalo kali ini bersemangat .. besok2 belum tentu Mbak huhuhu
DeleteWah kalo di rumah cumi2 tintanya dibikin kaya digoreng sampe minyaknya asat. Bisa nambah berpiring-piring meski cuminya udah abis :p
ReplyDeleteMau komen sama persis dengan yang di atas, WInda: Selagi belum bermasalah dengan kolesterol dan asam urat ..... santaaap :))
DeleteBetul banget mak, melihat anak2 lahap walau dengan masakan sederhana rasanya bahagiaaaa
ReplyDeleteToss Mbak :))
Deletedulu nggak pernah makan cumi,sejak tinggal dibatam makan cumi mulu hehehe...di riau juga lumayan banyak,tp seringnya di tumis,sambal,sama goreng tepung.....
ReplyDeleteseneng banget ya mk rasanya kl anak2 makan minta tambah hehe
Di Batam gampang mendapatkannya ya Mbak Han? :)
DeleteSama cara masakku kak :)
ReplyDeletekalau dekatan rumah, kasi'ma. hehe..
Makanan yang jadi favorit anak-anak. Tapi memang belinya jarang. Kami memang membiasakan mereka dengan lauk ikan. Biarlah ayam, cumi-cumi, udang dan teman-temannya menjadi makanan spesial buat mereka.
Waaah sayangkita jauhan yaa :))
DeleteSeperti mamaku nih suka mendaur ulang makanan :)
ReplyDeleteKalo ada genre khusus masak2 "daur ulang" saya mau ikutan komunitasnya Mbak hehehe
Deletecumi cumi, saya suka saya suka. Tengkui for sharing mak : )
ReplyDeleteMakasih Mak :)
Deletesaya juga sukaaaaa banget sama yang kuahnya hitam. sedaaaap... sini, untuk saya saja mbak kalau gak suka, hihi. tapi kalau cumi2nya sudah dikeringkan, kuah hitamnya gak bakal muncul yaaa? paling dibikin teman nasi goreng saja bisanya
ReplyDeleteKalo dikeringkan? Waaaah gak tahu yaa ....
DeleteAh.. saya juga suka cumi cumi kuah hitam... sedaapppp.. langsung ngiler mak liatgambarnya :D
ReplyDeleteWow ternyata mak Yuli dan yang teman2 lain banyak yang suka juga ya :))
Deleteaku suka cumi asam manis mbak, besok pengen nyobain yg pake tinta begini
ReplyDeleteDicobain Mbak .. enak :)
DeleteBisa kirim va email enggak mbak Niar cumi-cuminya? buat saya sarapan.. lapar nih
ReplyDeleteHm ..... andai bisa, Mas Lozz
DeleteKalo gambarnya saja, mau?