2014: Blogger Gado-Gado, Ide, dan Menulis

Butuh waktu 3 tahun lebih untuk kemudian saya memutuskan membeli domain dot com. Tak bisa ditunda lagi karena PR (page rank) pelan-pelan merangkak dan alexa rank pelan-pelan melangsing. Saya sudah bulat, ingin menjadi blogger yang lebih profesional lagi. Akhirnya, setelah semingguan memelototi cara melakukannya di sebuah website perusahaan penyedia jasa ganti nama domain, nama blog saya pun berpindah ke dot com.

Saya tidak begitu paham mengenai teknis blog. Yang saya tahu hanyalah mengisi blog saya dengan tulisan-tulisan. Beberapa orang mengatakan harus punya spesialisasi tertentu untuk branding tapi saya tak mau menentukan. Spesialisasi saya ya apa adanya saya dengan blog yang isinya gado-gado ini. Saya hanya yakin, saya spesial dengan keunikan saya, dengan gaya menulis saya, dan dengan ide-ide yang saya tuangkan lewat tulisan.

Toh alhamdulillah page views blog ini meningkat cukup tajam. Waktu memasuki tahun 2014 page views (toyal tayangan laman) blog ini baru menembus angka 100.000 dan sekarang, di awal tahun 2015 sudah dekat dengan angka 500.000. Ini merupakan salah satu berkah menjadi Srikandi Blogger Favorit 2014. Dan ... bukankah ini nikmat yang amat nyata untuk seorang blogger gado-gado macam saya ini? J

Sumber: www.mackcollier.com

Untuk itu saya harus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pembaca blog saya. Selain komentar yang bisa menjadi penyemangat, mengamati kenaikan page views setiap harinya sungguh membuat saya bersemangat dan bahagia. Itu berarti, blogger gado-gado ini pun punya tempatnya sendiri sehingga ada orang-orang yang rela masuk ke sini dan membaca tulisan-tulisan saya.

Di tahun 2014, saya menambah keaktifan menulis. Dari yang tadinya 2 blog yang saya kelola, sekarang sudah ada 3 blog (satunya di Kompasiana, satunya lagi di Blogdetik). Bulan Desember kemarin rekor tertinggi jumlah tulisan yang saya hasilkan selama ini, yaitu sebanyak lebih dari 70 tulisan (dalam sebulan). Selain itu saya juga berkontribusi mengisi beberapa website lainnya. Saya pun bertekad untuk mengisi semuanya dengan tulisan-tulisan berbeda.

Sepanjang tahun 2014, saya mengirim lebih banyak tulisan ke media cetak dibandingkan pada tahun sebelumnya (kira-kira hampir 20 tulisan). Lumayanlah, ada 6 tulisan yang gol di Harian Fajar (lokal Makassar), Koran Jakarta, dan Majalah Potret (terbit di Aceh). Tiga tulisan berupa opini khas perempuan, dua tulisan resensi (yang anehnya yang lolos justru resensi novel, bukannya resensi buku nonfiksi padahal saya suka berkoar-koar mengatakan kalau saya ini bukan penikmat fiksi hihihi. Tetapi saya bisa memaksa diri membaca fiksi kalau melihat ada poin menarik (sifatnya subyektif) dalam sebuah buku).

Secara langsung, saya cukup berhasil menantang diri saya untuk menulis lebih cepat dan lebih banyak. Rekor yang pernah saya lakukan adalah 5 tulisan dalam sehari. Beberapa kali saya menulis 4 dan 3 tulisan dalam sehari. Sering kali saya menulis 2 tulisan dalam sehari.

Ini menunjukkan bahwa walaupun saya tak ke mana-mana berhubung profesi mulia yang saya sandang sebagai ibu rumahtangga rumahan, ide itu bisa mengalir serupa mengalirnya air yang dibuka krannya. Tak perlu ke mana-mana. Cukup bisa jeli saja dalam menyikapi berbagai hal!

Ada banyak pengalaman menarik saya temui dalam tahun 2014. Beberapa antologi saya terbit. Buku duet saya dengan Vina Sjarif diterbitkan oleh penerbit mayor. Ada pengalaman menjadi nara sumber di dua buah acara talk show dan di televisi (live pula), dan ada beberapa kegiatan sosial di mana saya bisa terlibat dengan teman-teman IIDN Makassar.

Yang juga tak kalah menariknya adalah saya makin kenal banyak pribadi secara lebih dekat, bahkan dengan masalah-masalah pribadi mereka (dan juga masalah saya), hanya bermula dari kegiatan kami yang sama: menulis. Menulis memang bentuk komunikasi. Kalau kami jarang bertemu dan berbincang secara lisan, bahasa tulisan mendekatkan kami dan bisa membuat kami saling membantu dan saling menguatkan.

Untuk yang percaya bahwa menulis itu bakat, percayalah itu salah. Saya adalah bukti bahwa menulis itu bukan bakat. Menulis bisa dilatih, hanya butuh keinginan kuat, ketekunan, dan konsistensi. Saya sudah membuktikannya hingga di tahun 2014 lalu, anugerah luar biasa diberikan Allah kepada saya melalui kegiatan menulis.

Makassar, 4 Januari 2014

Share :