Anda
blogger/penulis yang senang berlomba dan mengirimkan tulisan ke media? Kalau
iya, sama dong dengan saya. Hingga saat
ini, sejak memutuskan aktif sebagai blogger (kembali) pada awal tahun 2011
lalu, saya sudah mengikuti banyak sekali lomba. Ratusan. Saya sudah tidak ingat
lagi apa saja itu saking banyaknya. Ya lomba blog, ya audisi menulis untuk
menerbitkan buku, baik itu pada penerbit mayor maupun pada penerbit indie.
Selain
itu saya juga senang mengirim tulisan ke media untuk mengadu nasib, kali-kali
saja dimuat di media (cetak). Saya juga sudah beberapa kali mengirimkan naskah
buku ke penerbit mayor. Bagi saya, semua ini hal yang menyenangkan karena dilakukan
sembari mengerjakan kesenangan saya ngeblog.
Saya
lebih sering kalah daripada menangnya. Juga lebih sering ditolak di media
cetak, daripada dimuatnya. Begitu pun pengiriman naskah buku saya, lebih sering
ditolak daripada diterima. Tapi sampai saat ini – alhamdulillah – saya belum
berputus asa. Karena merasakan banyak manfaat dari kegiatan-kegiatan itu.
Meskipun sering kalah, ternyata efek penerimaan kekalahan berdampak secara
langsung kepada keadaan psikis saya: saya
lebih mudah menerima kegagalan/kekalahan pada saat ini. Saya pun lebih
mudah bangkit untuk kembali menulis/berkompetisi lagi. Bahkan efeknya dalam
kehidupan sehari-hari pun ada, yaitu ketika saya mengalami kegagalan, saya juga
lebih mudah menerimanya untuk kemudian bangkit kembali.
Sumber: blogs.ubc.ca |
Dari
semua kegagalan/kekalahan/kesalahan yang pernah saya lakukan, saya mencatat
banyak hal. Di antaranya adalah adanya beberapa kekonyolan yang akan saya
berusaha sikapi dengan lebih baik lagi. Apa saja itu? Ini dia:
Kekonyolan
ini pernah saya lakukan ketika mengirim naskah untuk rubrik Gado-Gado di
Majalah Femina. Saya penasaran sekali dengan rubrik ini. Sudah lima kali kirim
tulisan gagal terus. Tapi setiap ada ide, saya mencoba mengirimkannya. Sialnya
pada percobaan kelima, saya lupa melampirkan naskah yang sudah susah-payah saya
buat! Untungnya saya segera menyadarinya lalu mengirim kembali e-mail yang
berisi naskah. Bagaimana nasibnya? Entahlah, sampai sekarang masih tidak ada
kabar. Barangkali ditolak juga.
Sebenarnya
sih menganggap tulisan bagus ini supaya lebih percaya diri, tidak minder
berlebihan. Saya pernah mengalami masa-masa ketika saya kecewa karena mendapati
nama saya tidak ada dalam daftar pemenang lomba. Syukurnya .... syukurnya saya
tidak lantas menganggap tulisan saya jauh lebih bagus daripada tulisan mereka
yang menang. Saya menganggap selera juri adalah suatu misteri yang terlarang
untuk dilogikakan. Alih-alih cemburu berlebihan dan menganggap juri salah
memutuskan, saya memilih menganggap tulisan saya bagus, kalau ada 3 pemenang –
tulisan saya berada di urutan 4 – 10.
Ini konyol
sekali karena keterangan buku adalah hal mutlak dalam sebuah resensi. Untuk apa
saya bersusah payah membaca buku sembari mencatat, menyusun, dan kemudian menulis
resensi lantas kemudian saya lupa menyertakan keterangan bukunya? Sudah pasti
sebagus apapun resensi yang saya tulis, naskah saya tidak akan dimuat!
Teman
duet saya pernah mengirimkan naskah buku yang menurut penerbit jumlah
halamannya kurang. Karena buku itu buku duet, jadi sama saja kan saya yang
mengirimnya. Kalau bukan kawan saya yang mengirimnya, tentu saya yang mengirim
naskah buku itu karena kami sama-sama sudah ingin menerbitkan buku. Tentu saja
penerbit yang disasar menolak naskah kami. Setelah itu kami menambahkan sejumlah
bahan lagi dan mengirimkannya ke penerbit lain. Alhamdulillah diterima! Buku
itu terbit bulan Agustus 2014, judulnya Agar Dicintai Suami Layaknya Sayyida
Khadijah (psst cover-nya itu tuh ..
di sisi kanan blog ini).
Pernah
mengalaminya? Saya pernah. Dua kali malah. Kan wajar toh mengharap hadiah dalam
pengumuman disebutkan bahwa kita berhak menerimanya? Tapi ternyata kewajaran
itu tak bisa dimasukkan ke dalam hati, karena bisa saja terjadi hal yang di
luar dugaan!
Saya
pernah menang kuis, hadiahnya ikut kelas bedah tulisan seorang penulis. Saya
kira tulisan saya akan dibedah olehnya. Rupanya tidak. Saya ternyata hanya
diberi kesempatan untuk mengetahui cara masuk ke sekolah dunia maya miliknya,
sampai menjadi anggota saja. Setoran naskah saya tidak pernah ditinjaunya.
Kalau diibaratkan kelas dalam dunia nyata. Ibaratnya mengetahui proses
pendaftaran, menjalaninya, kemudian masuk ke dalam kelas kosong dan menunggu
tanpa kepastian di dalamnya apakah akan belajar/diajar atau tidak lalu kita pun
terpaksa pulang dengan tangan hampa.
Pertanyaan
demi pertanyaan yang kemudian saya layangkan kepada penulis itu tak pernah
dijawab sampai suatu ketika, berbulan-bulan – ketika saya sudah melupakan
hadiah itu –masuk e-mail dari penulis itu yang mengatakan bahwa hadiah itu
hanya sampai di situ: di titik saya mencoba pendaftaran kelas (lalu duduk
terbengong-bengong). Ya sudahlah, namanya juga gratisan ini. Diikhlaskan saja.
Yang
kedua, saya pernah memenangkan hadiah pertama sebuah lomba tetapi hadiahnya tak
kunjung tiba. Sudah pernah saya coba tanyakan, diminta kesiapan mengirimkan
ongkos kirim, saya bersedia. Tapi setelah bertahun-tahun hadiah itu tak
terkirim juga. Kalaupun sekarang dikirimkan, sepertinya saya tak bisa lagi
menggunakannya.
***
Saya
menganggap ini semua sebagai bahan pembelajaran. Saya tak marah, apalagi sakit
hati. Inilah bagian dari lika-liku dunia menulis dan ngeblog yang harus saya
jalani dan bagian dari penempaan diri. Rupanya
ada pembelajaran kesabaran dan keikhlasan dalam dunia menulis ini. Bagus juga,
saya toh bisa menerapkan dalam keseharian saya. Belajar kan bisa berarti
melakukannya (atau mengalaminya) berulang kali. Selama itu bukan pukulan
pada fisik, tak akan merugikan. Kalau dinikmati, justru bisa mendatangkan
pelajaran besar.
Satu
lagi pelajaran penting yang saya garis bawahi: dalam berlomba atau mengirimkan naskah ke media/penerbit dibutuhkan ketelitian tinggi. Walau karya bagus bagaimana pun, tak boleh sakit hati
bila tertolak karena ketaktelitian sendiri dalam mematuhi persyaratan yang
sudah ditetapkan.
Pernah
mengalami seperti yang saya alami ini, kawan? Share yuk ... eits tapi janji ya no heart feeling dan no more pain ya? J
Makassar, 14 Januari 2015
Share :
menarik mak pengalamannya....aduh apa kekonyolanku ya...?
ReplyDeletemak Ida sepertinya belum pernah melakukan hal konyol seperti saya ya :)
Deletewah sampai ratusan ikutan lombanya mbak, bisa buat buku tersendiri artikelnya :)
ReplyDeleteCari pengalaman, Mas. Maklum amatir :D
Deleteyang pastinya kompetisi menulis banyak mengajarkan saya untuk sabar, iklas, dan gak gede rasa, Mbak hehe
ReplyDeleteBetul Mak :D
Deletebanyak kejadian di dunia maya ya mak
ReplyDeleteHehehe iya Mak
Deletepoin 2... itu yang biasanya ada. Pede tingkat dewa rasanya. Dan seolah tutup mata sama karya orang lain yang sebenernya bagus. Hingga saatnya pengumuman, saya gagal. Sakitnya tuh... disini. *nunjuk mata* Karena rela begadang buat bikin tulisan yang eye cathcing. Hehehe...
ReplyDeleteProses belajar tidak selalu enak :D
Deletehahahaha, aku yang nomor 2 tuh mbaaa,kepedean.
ReplyDeleteGpp sekali2 asal jangan keterusan saja hahaha
DeleteDari dulu saya sudah konyol
ReplyDeleteheihiehiehieee
Kalo Pak Asep konyolnya kenapa tuh? :D
Deletemengikuti banyak lomba, membuat kita menjadi kaya akan pengalaman ya mak...
ReplyDeletesaya pun pernah beberapa kali ikut lomba, tapi gak ada yg menang satupun hihihi
Gpp .... suatu saat akan indah pada waktunya Mbak :)
DeletePaling kesel kalau pengumuman lomba tuuh mundur tanpa pemberitahuan... penantiannya itu lho hehe.. mending klo menang hahaha... kok ya ga profesional ya padahal menyandang nama besar lembaga atau merkk yg sdh dikenal luas...
ReplyDeletePenyelenggara lomba suka lupa kalo hak peserta adalah mengetahui prosesnya sdah sampai mana. Kan menulis butuh energi besar ya Mak, bukannya asal oret2 tiba2 jadi :D
Deletekagum sama semangatnya...semoga bisa mencontoh mak mugniar...
ReplyDeleteKalo tidak mengusahakan sendiri supaya semangat, tidak bisa bangkit lagi Mak :)
DeleteWah hebat Mbak, selalu bisa instropeksi dan semangat terus untuk menjadi yang terbaik. Memang biasannya kalau ikutan gituan, tidak didasari dengan hobi dan kemauan dalam hati, yang diburu hanya hadiahnya, kadang kalau pas hasilnya tidak memuaskan, jadinya langsung drop..
ReplyDeleteTerima kasih sharenya..
Kalo fokus di hadiah, bisa2 susah bangkit ketika "jatuh", Mas
Deletewaah luar biasa mak niar...cayooo semangat juangnya patut ditiru nih...tapi kata orang pintar sih kepingan-kepingan kegagalan itu ibarat kita tengah menghabiskan jatah gagal kita ...semakin banyak kita gagal semakin dekat kita dengan kesuksesan. semangat mak niar...
ReplyDeleteYup .... saya berusaha menghabiskan jatah gagal saya, Mak :D
DeleteKalau saya merasa kurang maksimal, banyak yang bagus. Pantaslah ga menang hihihi..
ReplyDeleteYang penting berusaha ikutan dulu kan Mbak .... kalah menang itu urusan belakangan :)
DeleteItu juga jenis kompetisi, Uda .... mengirim ke media kan setelahnya tulisan kita dinilai sama redaksi,lalu dipilihlah yang disukai redaksinya. Asyiknya kalo dimuat pasti dapat honor ya Uda.Salam kenal juga Terima kasih sudah berkunjung ke mari :)
ReplyDeleteKekoyolan 6: di pehape in sama penyelengara...pengumuman pemenang entah kapan wkwkwk
ReplyDeletewkwkwkwk itu kayak komen Mak Ida :)
DeleteAku nomor 1 dan 2, sering kali, wkwkwk :v
ReplyDeleteManusiawi koq Mbak Ecky wkwkwk
DeleteSekaliber mak Mugniar aja kadang masih mengalami kekonyolan apalagi aku ? musti banyak belajar dan berlatih dari mak Mugniar, thanks mak bagi2 pengalamannya
ReplyDeleteSaya juga masih belajar koq Mak. Masih banyakan kalahnya ini ... hehehe
DeleteKekonyolan terbesarku justru kurang PD akut mak, sehingga terkadang belum mencoba dah keder duluan & batal...
ReplyDeletesedang belajar mengatasi
Rasanya tidak percaya kalo Mak Sumarti kurang PD akut ... blm ketemu tema yang pas saja kali :)
DeleteSalut ya, Mak Mugniar selalu punya ide untuk ditulis. Diriku tau klo Mak Mugniar ini paling rajin sharing link new blog postnya :-)
ReplyDeleteSoal lomba, daku malah blom pernah menang Mak....hehehe
kalau ga menang-menang itu kenapa ya mak?
ReplyDeleteInfonya Mak Niar turut serta mengingatkan saya, ada beberapa point yang sama kok Mak, saya juga siap kalah walopun kadang suka nyesek hehe, tapi gak patah semangat untuk selalu menulis
ReplyDeletesaya no. 1, 3, 4 belum pernah ngalami mak. lha wong belum pernah ngirim. hehehe...
ReplyDelete