Tadi sore, spontan Afyad mengejar Oma ke arah masjid.
Athifah sebagai kakak, merasa berkompeten eh bertanggung jawab untuk mengejar
dan menjaganya di sana. Sekalian main juga.
Mama tergopoh-gopoh mengejar kedua bocah itu. Ke mana
mereka mengerjar Oma? Apakah ke rumah pak Ustadz Haryadi?
Saat melihat ke dalam masjid, Mama melihat ada
kumpulan orang di dalamnya. Terlihat seorang bocah lelaki memakai baju persis
dengan baju yang dipakai Afyad tadi. Eh, itu Afyad ding.
Mama bergegas ke masjid. Di teras masjid, melalui
jendela masjid yang tak berkaca, Mama memanggil-manggil anak-anaknya supaya mau
pulang ke rumah. Mereka tampak dekil sehabis bermain pasir tadi, sementara di
dekat mereka duduk orang-orang tua pengurus masjid yang kesemuanya berpakaian
elok.
“Psst, pulang yuk, Nak!”
Kedua bocah itu tak mengindahkan panggilan Mama.
Mereka tetap asyik dengan pisang goreng dan minuman kemasan di tangan mereka.
“Masuk sini,” Ato’, Pak Haji Husni, Pak Azis, dan Pak
Haryadi memanggil Mama masuk ke dalam masjid.
Mama menggeleng sembari tersenyum, “Tidak ada orang di
rumah, Pak.”
“Ayo, masuk dulu,” bapak-bapak itu meminta Mama masuk.
Di dalam masjid, Mama disuguhi pisang goreng. Mama
menolak tetapi bapak-bapak itu berkeras, “Ambil dulu!”
Mama pun mengambil satu potong pisang goreng sambil
tetap mengajak kedua anak itu pulang.
“Tuh, lehernya berdaki. Pake daster lagi, ayo pulang!”
bisik Mama pada Athifah.
Athifah bergeming. Afyad apalagi. Minuman kemasan yang
disuguhkan itu merupakan minuman favoritnya. Mulutnya pun tengah mengunyah
pisang goreng. Ketika pisang gorengnya habis, dia mengambil satu lagi.
Waduh!
“Ayo, bawa pulang saja. Pulang dulu, yuk!” Mama masih
gigih mengajak mereka pulang.
“Biar mi di sini,” kata Pak Haji Husni.
“Aih, Athifah cuma pake daster, Om,” Mama berdalih.
Akhirnya kedua bocah itu mau juga diajak pulang. Dalam
perjalanan pulang Athifah bertanya, “Ma,
orang-orang tua juga rapat di’? Bukan cuma orang muda yang rapat?”
“Iya,” Mama menjawab pendek tetapi dalam hatinya Mama
berucap panjang: jangankan orang muda
atau orang tua, Nak. Bocah-bocah seumuranmu pun bisa saja melakukan “rapat”.
Hanya saja Kalian mengatakannya “bermain” bukannya “rapat” hahaha.
Makassar, 13 Januari 2015
Share :
Heehe...mari merapat...merapat... :D
ReplyDeleteLucu ya lihat polah anak kecil :)
ReplyDeleteHahahaha... Nice post mba. Asyik banged gaya penulisan bahasa dan ulasan ceritanya. :)
ReplyDelete