Tulisan ini bukanlah representasi pengetahuan saya tentang tutur Bugis karena saya tidak menguasai bahasa ini walau ada darah Bugis (berasal dari Ayah) dalam diri saya jadi, pasti masih banyak kekurangan di dalamnya. Tulisan ini hanyalah sedikit catatan mengenai apa yang saya alami dan amati. Sebelumnya, tulisan ini sempat saya kirimkan ke sebuah lomba pada tahun lalu tapi tidak berhasil memenangkannya. Waktu menuliskannya, saya berdiskusi dengan suami yang bisa menggunakan bahasa Bugis secara aktif.
Tulisan 1 dari 3 tulisan
“Ini Kita pe belebas?” lelaki yang berasal dari Manado itu bertanya kepada kawannya, seorang
lelaki Bugis. Ia sedang mencari belebas (mistar)-nya. Ia mengenali mistar yang
terletak di hadapan mereka berdua itu sebagai miliknya. “Kita” dalam
dialek Manado, mengacu kepada kata ganti orang pertama tunggal, (saya).
“Bukan, ini Kita’ punya belebas,” jawab si lelaki Bugis.
Berbeda
dengan bahasa Indonesia dialek Manado, dalam bahasa Indonesia dialek Bugis (dan
juga Makassar), kata “kita’” mengacu kepada kata ganti orang kedua, dengan penekanan di suku kata terakhir
(dituliskan dengan tambahan tanda baca apostrof).
Kalimat Bukan, ini Kita’ punya belebas dalam dialek Bugis berarti, “Bukan, ini
Anda punya belebas.”
“Heh, ini bukan ngana pe belebas, ini kita punya,”
lelaki Manado itu mulai gusar. Enak saja lelaki Bugis ini mengakui barang orang
lain sebagai miliknya.
“Iya, itu kita’ punya,” jawab si lelaki Bugis,
bersikukuh.
Peristiwa
dalam percakapan itu dialami ayah saya – si lelaki Bugis itu sewaktu masih sekolah di SAA (Sekolah Asisten Apoteker) pada tahun
1950-an. Pada
akhirnya ia dan lelaki Manado kawannya itu paham kesalahan komunikasi yang
mereka alami. Kalau tak berakhir, percakapan ini bisa diakhiri dengan
persangkaan buruk bahwa ayah saya hendak mengambil barang milik si lelaki
Manado karena perbedaan persepsi pada kata KITA.
Sumber: https://menulisaksarabugis.wordpress.com/ |
Beberapa Hal Unik dalam Tutur Bugis
Kalau dalam
bahasa Bugis, kata ganti orang kedua untuk seseorang yang dihormati adalah idi’. Untuk menunjukkan kepemilikan,
digunakan akhiran -ta’ (diucapkan
dengan penekanan di akhir suku kata).
Misalnya bila
dalam bahasa Indonesia dikatakan “baju anda”, dalam bahasa Bugis dikatakan waju ta’. Nah, dalam bahasa Indonesia dialek Bugis, frasa ini diucapkan
dengan baju ta’. Entah bagaimana
asal-muasalnya, kata “anda” yang tadinya idi’
dalam bahasa Bugis, kemudian menjadi kita’
dalam lafal bahasa Indonesia dialek Bugis.
Penggunaan
bahasa Indonesia dialek Bugis, memiliki kemiripan dengan penggunaan bahasa
Indonesia pada dialek-dialek daerah lain. Sama-sama menggunakan kata-kata dalam
bahasa Indonesia yang artinya bisa saja berubah dari arti sebenarnya.
Saya sangat
memahami ini karena kedua orang tua saya berasal dari suku yang berbeda. Kalau
ayah saya berasal dari suku Bugis (daerah asal Kakek dari Kabupaten Wajo dan
Nenek dari Kabupaten Soppeng), ibu saya berasal dari Gorontalo. Meski masih
sama-sama berada dalam pulau Sulawesi dan konon nenek moyang orang Gorontalo
berasal dari Bugis, dan ada satu-dua dari kosa kata kedua bahasa daerah kedua
suku tersebut yang sama persis (seperti kata kadera), bahasa Bugis dan bahasa Gorontalo secara umum amat berbeda
jauh. Persamaannya adalah, dalam berbahasa Indonesia, dialek Gorontalo dan
Bugis sama-sama memiliki kekhasan, terkhusus dalam pemakaian kosa kata yang
artinya “menyimpang” dari bahasa Indonesia.
Saya yang
besar dalam bahasa Indonesia, merasakan kekhasan bahasa Indonesia dialek Bugis
ketika berkomunikasi dengan kerabat kami dari kampung yang berkunjung ke rumah.
Kalau penggunaan kata kita’ seperti
pada contoh di atas, bisa cepat saya pahami. Namun tidak demikian halnya dengan
penggunaan kata LIHAT pada percakapan berikut ini:
Pada
percakapn antara A dan B ini, A menggunakan bahasa Indonesia baku sementara B
menggunakan bahasa Indonesia dialek Bugis (ini bisa saja terjadi di Makassar
yang didiami oleh banyak perantau):
A: Kamu tahu rumah Anti, kan? Itu lho, yang di
jalan Mawar, dekat perempatan jalan!
B: Rumah
Anti? Kalo jalan Mawar saya lihat tapi saya ndak lihat rumah Anti.
Nah, yang dimaksud dengan kata “lihat” di sini
sebenarnya adalah “tahu”. Jadi, maksud perkataan B adalah dia tahu letak jalan Mawar tetapi ia tak tahu letak rumah Anti.
Saat masih
kecil, saya suka bingung ketika mendengarkan kerabat atau teman-teman yang bersuku
Bugis mengatakan hal ini. Lama-kelamaan baru saya memahami bahwa ini adalah
bentuk pengaruh bahasa daerah dalam penggunaan bahasa Indonesia.
Bingung? Well begitulah. Walau ayah saya bersuku
Bugis, saya tak terbiasa dengan bahasa Bugis. Nah, saya meminta suami untuk menerjemahkan percakapan antara A dan
B ke dalam bahasa Bugis, menjadi sebagai berikut:
A: Muitaga bolana Anti? Iya okko jalan Mawar,
sideppe’na panyingkulu’e!
B: Bolana Anti? Ko jalan Mawar, uita tapi de’uitai bolana Anti.
Dalam bahasa
Bugis, memang lazim orang menanyakan alamat dengan memakai kata “melihat” (makkita) atau mita. Barangkali ini yang menjadi
penyebab mengapa kemudian dalam percakapan bahasa Indonesia, orang Bugis juga
lazim memakai kata “lihat”.
Ada satu kata
lagi yang bisa membuat orang yang tak paham dengan kekhasan orang Bugis dalam
berbahasa Indonesia bingung jika mendengarnya, yaitu kata TANYA. Berikut ini
saya contohkan lagi penggunaannya dalam percakapan antara C dan D. C
menggunakan bahasa Indonesia baku sementara D menggunakan bahasa Indonesia
dialek Bugis.
C: Kalau Kamu
mendapatkan informasi tentang film baru, bilang
sama Saya ya?
D: Oke, nanti
saya tanya’ Ko.
Apa yang
dikatakan D itu berarti: Oke, nanti saya bilang (sama) Kau. Kata “tanya’”
diucapkan dengan penekanan di akhir kata. Bila dituliskan, ditambahkan tanda
baca apostrof (koma di atas).
Kalau dalam
percakapan bahasa Bugisnya, percakapan A dan B ini menjadi seperti ini:
C: Ko engkana muruntu’ karebana pelleng barue, podakka’ na?
D: Iye’ upodakki’
tu
Percakapan berbahasa
Bugis antara C dan D ini aneh bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Karena dalam bahasa Bugis, lazim digunakan kata podang yang berarti memberi
tahu atau bilang. Entah mengapa, dalam bahasa Indonesia dialek Bugis berubah
menjadi “tanya”. Dialek ini persis dengan dialek Makassar. Jadi, jangan bingung
kalau ke daerah Bugis/Makassar kemudian menemukan kata “tanya” digunakan tidak
pada tempatnya.
Satu lagi
penggunaan kata berbahasa Indonesia yang sering membuat orang-orang suku lain bingung,
yaitu penggunaan kata SEBENTAR. Berikut ini contoh percakapan antara E dan F. E
menggunakan bahasa Indonesia baku dan F menggunakan bahasa Indonesia dialek
Bugis:
E: Mau pergi
kapan? Apa mau Saya tunggu?
F: Sebentar … Saya pergi sebentar.
Berada dalam
situasi percakapan seperti ini pernah dialami seorang kawan yang sedang studi
S2 di pulau Jawa. Saat ia mengatakan “sebentar”, kawannya menungguinya karena
pengertian kawannya, kata SEBENTAR itu berarti tak lama lagi ia hendak pergi.
Namun dalam
dialek Bugis, kata sebentar berarti “nanti-nanti”, tidak dalam waktu dekat ini.
Bisa dalam jangka waktu sekian jam kemudian. Maka, menunggui pengguna bahasa
Indonesia berdialek Bugis yang menggunakan kata SEBENTAR ini, bakal memakan
waktu justru tidak sebentar.
Dalam bahasa
Bugis, percakapan antara E dan F menjadi seperti ini:
E: Melo’ ki lao ga? U tajekki’
F: Cinampe’ pi ulao
Kata
“sebentar” dalam bahasa Bugis adalah cinampe’
atau cina’. Pengertian kata
SEBENTAR dan CINAMPE’ ini di daerah
Bugis memang menjadi “nanti-nanti yang entah berapa lama lagi”. Untuk kata yang
satu ini. Saya tidak pernah bingung dalam pemakaiannya di tengah masyarakat
Bugis, mungkin karena di daerah asal ibu saya maknanya persis sama. Tapi tidak
demikian halnya bila di daerah Jawa seperti pengalaman kawan saya di atas.
Menarik ya? Ini menunjukkan betapa kayanya
bahasa Indonesia. Bagaimana dengan bahasa daerahmu? Pasti ada kekhasannya pula,
kan dalam tutur Indonesia?
Ditulis Juni 2014
Bersambung
Catatan:
Tulisan ini merupakan tulisan ke-1 dari 3 tulisan
Referensi tulisan 1 - 3:
- Callang, S., 2007, Orang Lise Tak Hendak Memperdaya Lawan Bicara, Farid, L. Y. dan Ibrahim, F.M., Makassar di Panyingkul, INSIST Press Yogyakarta.
- Cerita Makassar, Home, http://ceritamakassar.wordpress.com/, diakses tanggal 30 Mei 2014.
- Endha, Tentang Suku Bugis, http://endraithuujelek.wordpress.com/sejarah-suku-bugis/, diakses tanggal 31 Mei 2014.
- Idha Nurhidayah, Kata-Kata Mutiara dalam Bahasa Bugis, http://idhanurhidayah1993.blogspot.com/2013/01/kata-kata-mutiara-dalam-bahasa-bugis_27.html, diakses tanggal 31 Mei 2014.
- Pelras, C., 2006 (cetakan kedua), Manusia Bugis, Nalar Jakarta.
- Wikipedia, Suku Makassar, http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Makassar, diakses tanggal 30 Mei 2014.
Share :
TErnyata bugis juga punya aksara sendiri ya mbak. Jarang dipergunakan di sekolah-sekolah ya kalau sekarang, eh hampir gak ada ya kecuali ada pelajaran bahasa daerah
ReplyDeleteIya Mbak. Kalo di sini masih ada pelajaran Bahasa Daerah di SD-SD. Tapi sepertinya tidak di semua SD
DeleteSekarang di Kabupaten Bone sudah diwajibkan memasukkan mata pelajaran Bahasa Bugis mulai dari tingkat SD sampa SMA
Deletesaya lagi mikir mba, pasti ada kata dari bhs sunda juga yg menjadi umum dalam bhs indonesia. cuman kok lupa ya, harus berpikir keras sulu nih... XD
ReplyDeleteKemungkinannya ada, Mak. Eh sok tahu ya, saya hehehe. Soalnya saya melihat di 2 suku berbeda (pada Ayah dan Ibu).
DeleteBugis memang sudah terkenal di seluruh dunia akan kekayaaan alam dan kebudayaannya. Banyak kawan saya bilang orang Bugis banyak yang paham soal agama Islam
ReplyDeleteIndonesia kaya dalam hal budaya, Pak Asep. Di mana2 banyak kekayaan bahkan dalam hal bahasa daerah saja. Terima kasih apresiasinya :)
Deleteliat aksara lontara jadi ingat pelajaran SMP
ReplyDeletepelajaran bahasa daerah yang masuk kurikulum waktu itu
bahasa makassar asli, bukan suku bugis
jadi selalu dapat nilai tinggi karena orang gowa asli hhihihii
skrg belajar bahasa bugis dari suami yg asli bugis parepare heheh
Nah, itu penderitaan buat saya, adik2, dan anak2 saya, Qiah. Karena di rumah tidak ada orang Makassar hehehe. Kadang2 nyaris putus asa kalo ada PR bahasa Makassar. Apalagi waktu anak saya yang sulung SD, ada gurunya yang rajinnya minta ampun kasih PR bahasa daerah (Makassar) :D
DeleteJadi ingat saat diajak ngomong sama temannya adik. Isinya bengong..hahaha. Jadi kangen Makassar T.T
ReplyDeleteYuk ke Makassar :D
DeleteIndonesia kaya banget bahada daerah ya mbak ..satu pulau sulawesi aja entah ada brp bahasa daerah. Sama kya Aceh..satu provinsi aja ada beberapa bahasa n dialek
ReplyDeleteIya Mbak. Wow .... makin pengen ke Aceh hehehe. Kak Alaika pernah komen kalo orang Aceh juga suka makan ikan, seperti orang Sulawesi Selatan.
DeleteIndonesia memang kaya, tidak hanya budayanya tapi juga aksaranya
ReplyDeleteIya ... kaya sekali
DeleteLogat Bugis dan Makassar sama gak mak? Pernah punya teman kos dr makassar, bicaranya cepeeet banget...
ReplyDeletebaru tau kalo bugis punya aksara sendiri. kirain cuma jawa sama bali doang
ReplyDeletedi kerjaan banyak orang-orang bugis tapi ga pernah numpang minta diajarin bahasanya. mereka juga kebawa bawa ngomong bahasa dayak soalnya..
hehe, inilah menariknya perbedaan bahasa ya Mbak. Bahasa di Indonesia memang kaya banget ya. Rasanya rugi bila tidak dilestarikan. Beda ma Inggris yg cuma gitu2 aja :) Terima kasih atas informasinya.
ReplyDeleteBahasa Bugis termasuk bahasa yang sering didengar juga di Kendari, wajar karna banyak suku Bugis yang merantau ke Kendari, jadi kalau masih 1 Sulawesi umumnya saling mengenali bahasa daerah lain. Yah..walaupun tidak paham maknanya minimal logatnya saja... Taabeee..hehe
ReplyDeleteJadi ngerti bahasa bugis.
ReplyDeleteTernyata ngga bahasa jawa aja yg juga punya tingkatan bahasa :)
"Oke, nanti saya tanya’ Ko."
ReplyDeletekak kata "tanya" disini akan sulit mencari padanannya kalau yang digunakan "upodakki" lebih mirip ke "ta'nang" (kasih tau) yang sering dibahasakan menjadi "tanya" berasal dari dialek Bahasa Makassar, walaupun di daerah2 tertentu bahasa ini bercampur :) cmiiw
K' Niar. Tambah juga kata "bunuh", spy tdk dikira org bugis sadis kalau ngomong "bunuh dulu itu lampu/tv ..dsb"
ReplyDeleteaku juga belajarnya pas SD mba mugniar hihihi...semacam kode sandi kalau liat hurufnya, susyeee
ReplyDeleteAku baru tahu ada aksara bugis... karena selama ini yang aku tahu hanya aksara Jawa hehehe.
ReplyDeleteBTW itu percakapan lelaki manado dan lelaki bugis lucu juga... gara2 kata "kita" yang punya arti berbeda di bahasa manado dan bahasa bugis. :D
Bapak saya (Bugis, dari Bone) yang tinggal di palembang. selalu pakai aksara ini berkomunikasi surat.. biar ga dibaca orang sembarangan hehe.. di kamar juga ada poster aksara ini.
ReplyDeleteSayangnya, saya lebih paham bahasa ibu, dari Sumsel. Saya bisa 4 bahasa dari 30-an bahasa di suku suku sumsel, tapi ngga bisa bahasa ugi :( rada nyesal sih.. dulu karena etta cuma sampai umur 5 tahun di rumah, setelah itu mudik ke Bone. nenek dari ibu yang ada di rumah. Jadi, ngerti bahasa ibu aja..
Trims infonya mba, jadi pengen baca-baca aksaranya nih di rumah bapak di Palembang kalau mudik.
yah itulah suku Bugis yang kaya akan keunikan, mulai dari adat, bahasa, dan tradisi. Sebagai manusia yang berdarah Bugis saya sangat bangga dengan suku ini.
ReplyDelete