Tak semua public speaker bisa menyentuh hati audiensnya dengan kata-kata yang memikat. Bahkan pendakwah sekali pun. Kalau memang tak mengasah keterampilan public speaking-nya, takkan bisa ia membuat perasaan pendengarnya tersentuh.
Khotbah
Hari Raya Idul Fitri, biasanya bahasanya formal. Jaraaang sekali saya merasa
tersentuh mendengarnya. Apalagi sampai jama’ah yang lain juga tersentuh. Tetapi
khatib shalat Id di Masjid Bani Haji Adam Taba’ tanggal 17 Juli lalu itu berbeda.
Saya
sudah biasa mendengar materi yang disampaikannya. Tetapi bahwa materi tersebut
juga merupakan do’a malaikat Jibril yang diaminkan Nabi Muhammad, saya baru
tahu. Do’a tersebut mengenai betapa sialnya seseorang yang sebelum Ramadhan
tidak meminta maaf kepada orang
tuanya, suami/istrinya, dan tetangganya.
Belakangan
saya ketahui kalau ternyata hadits yang dipakai itu tak ada. Argumentasinya
bisa dibaca di sini dan di sini. Tapi di tulisan ini, saya tidak akan mengupas soal kebenaran atau ketakbenaran hadits yang dipakai[1].
Saya ingin menyinggung mengenai bagaimana kalau sebuah pembicaraan begitu
menggugah banyak orang (meskipun dengan hadits palsu *hiks*).
Jadi,
begini ... di tengah pembicaraan sang khatib, saya mendapati mata saya
berkaca-kaca setelah mengingat berbagai khilaf dan dosa. Lalu keponakan saya – Ifa (13 tahun), dia duduk di sebelah saya, terdengar
terisak-isak menahan tangis. Tak lama kemudian terdengar suara – maaf – ingus yang
disedot terdengar di mana-mana.
Ini
fantastis. Waktu kami – jama’ah shalat Idul Fitri, yang semuanya bertetangga
bersalam-salaman, terlihatlah sebagian jama’ah matanya sembab. Ada yang masih
terisak-isak. Bahkan beberapa orang bapak-bapak terlihat sedang menanggung
keharuan yang mendalam pada mata mereka yang memerah. Ini sebuah prestasi bagi
seorang public speaker dalam bidang dakwah di tempat kecil!
Waktu
putri saya – Athifah mencium tangan saya, ia berkata, “Mama, maafkan nah kalau ada salahku.” Ya, Allah, saya terharu
sekali mendengarnya, sepertinya putri delapan tahun saya pun terkesan dengan
ceramah sang khatib. Saya memeluknya dan berbisik, “Maafkan juga kesalahan Mama, ya, Nak?” Gadis mungil itu mengangguk arif.
Ini shalat Idul Fitri terindah sepanjang usia saya.
Saya
membawa perasaan super syahdu pulang ke rumah. Dan saat di rumah, mendapati si
sulung Affiq (ia pulang lebih dulu) di ruang tengah, saya mendahuluinya bersalaman (tak ada salahnya
orang tua mendahului anak, kan?). Saya memeluknya sembari mengatakan, “Maafkan kalau ada kesalahan Mama, ya, Nak?”
Affiq mengangguk pelan.
Begitulah.
Tiba-tiba saja saya mendapatkan pencerahan. Ini membuat saya memutuskan untuk
belajar lebih merendahkan hati dengan mengucapkan kata-kata meminta maaf kepada
anak-anak. Saya pikir, saya harus belajar banyak dengan kata “maaf”, sekaligus
mengajarkan anak-anak juga.
Dan, tentang hadits yang tak pernah ada itu .... Ah, semoga Allah mengampuni apa-apa yang tak layak di hari itu ...
Dan, tentang hadits yang tak pernah ada itu .... Ah, semoga Allah mengampuni apa-apa yang tak layak di hari itu ...
Makassar, 24 Juli 2015
Artikel ini diikutsertakan dalam #GiveAwayLebaran yang disponsori oleh Saqina.com, Mukena Katun Jepang
Nanida, Benoa
Kreati, Sanderm, Dhofaro, dan Minikinizz
[1]
Hadits yang benar
yang ini: Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu
anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari
keluar menuju mimbar, ketika dia naik ke sebuah tangga, beliau berkata,
‘Aamiin.’
Lalu beliau naik lagi dan berkata, ‘Aamiin.’
Lalu beliau naik lagi ke tangga yang ketiga dan berkata,
‘Aamiin.’
Ketika beliau turun dari mimbar dan selesai berkhutbah, kami
berkata, ‘Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami telah mendengar
sebuah perkataan darimu pada hari ini.’
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Kalian
mendengarkannya?’
Mereka menjawab, ‘Benar.’
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Sesungguhnya
Jibril menampakkan dirinya ketika aku sedang menaiki tangga, lalu ia berkata,
‘Rahmat Allah jauh bagi orang yang menemukan kedua orang tuanya di waktu tua
atau salah satunya, lalu ia tidak memasukkannya ke dalam Surga.’ Rasulullah
berkata: ‘Lalu aku berkata, ‘Aamiin.’’
Jibril berkata, ‘Rahmat Allah jauh bagi orang yang ketika namamu
disebutkan tetapi ia tidak bershalawat kepadamu.’ Lalu aku berkata, ‘Aamiin.’
Jibril berkata, ‘Rahmat Allah jauh bagi orang yang menemukan
Ramadhan tetapi ia tidak diampuni.’ Lalu aku berkata, ‘Aamiin.’”
Share :
Syahdunya suasana ketika kita bisa saling bermaaf2an ya Mbak...
ReplyDeleteIya Mbak ... suasana syahdu punya peranan juga
Deletepengen bisa jadi public speaker yg mampu menyentuh pendengar..maaf lahir bathin mbak
ReplyDeletesama, Mbak .. pengen juga
DeleteMaaf lahir batin juga ya :)
Iya ya mbak, nggak semua orang juga tahu misal hadist yang dibawakan sang khatib itu palsu tapi kalo ternyata membuat hati banyak orang tergerak, trus gimana, duuhhh
ReplyDeleteIya Mbak, gimana dong.
DeleteAh, tapi Allah Mahapengampun kan ya dan .. mudah2an sang khatib mendapatkan pencerahan
Kebayang cara bercerita pak khatib begitu menyentuh sampai2 banyak jamaah yg mewek.. terlepas dr hadisz nya yg ga bener... pak khatib sudah berhasil sbg seorang pembicara
ReplyDeleteYup, itu poin tulisan ini Mak .... pak khatib berhasil menyentuh hati pendengarnya. Sementara banyak juga khatib yang sangat syar'i tapi tak berhasil menyentuh hati audiensnya ..
DeleteYap, jadi pembicara handal yang bisa menggetarkan hati seseorang untuk bergerak emang susyah ya, Mak~ :)
ReplyDeletesuper ya pak ustadznya, sampai bisa begitu jamaahnya
ReplyDeleteNice :)
ReplyDeleteSemoga menang lombanya :D