Beberapa
kali ikut lomba blog bertema penyakit tertentu membuat Mama lebih waspada.
Apalagi setelah mengamati dan mengetahui adanya kasus-kasus suspect penyakit menular yang tidak
merasa dirinya sakit dan tidak merasa perlu berobat, Mama jadi parno.
Athifah
yang biasanya membawa botol minuman ke sekolah sering diwanti-wanti Mama supaya
tidak membagi minumannya kepada kawannya. Biasanya kawan-kawan Athifah kan
membawa uang jajan, seharusnya mereka bisa membeli minuman sendiri. Atau
seharusnya kan bisa bawa minuman sendiri.
Tapi namanya anak-anak. Beberapa kali Athifah terpaksa memberikan minumannya kepada kawan-kawannya karena paksaan dari mereka yang agresif. Yang agresif di kelas Athifah bukan satu dua orang. Yang agresif jumlahnya cukup banyak. Jangankan dipaksa memberikan air minumnya, Athifah bahkan beberapa kali di-bully. Kalau ada orang yang bisa dimintai, untuk apa membawa sendiri?
“Bilang
sama temanmu supaya bawa minuman sendiri!”
“Tidak
mau ki, Ma. Teman-temanku minta punyaku.”
“Bilang
sama teman-temanmu kalau mamamu larang kasih minumanmu ke mereka!”
“Teman-temanku
ndak percaya, Ma.”
Mama
menarik napas panjang.
Mama
tetap memberikan pesan agar tak membiarkan Athifah memberikan air minumnya
kepada kawan-kawannya. Mana tahu ada di antara anak-anak itu yang membawa
bibit-bibit penyakit menular dan memindahkannya ke dalam tempat minum Athifah?
Kalau penyakitnya berpindah, yang kelak akan susah bukan hanya Athifah tetapi
seluruh keluarga bakal ketiban susah.
Kalau
batuk pilek mungkin masih bisa lebih mudah ditangani tapi kalau TBC? Butuh
waktu paling kurang 6 bulan untuk menyembuhkannya. Sudah begitu, bakteri penyebab
TBC bukan hanya bersarang di paru-paru. Ia bisa bersarang di usus, payudara,
bahkan otak! TBC kan masih masuk dalam salah satu penyakit menular paling
menakutkan di dunia karena sulit diberantas? Makanya Mama merasa harus waspada
tingkat tinggi.
Hingga
suatu saat, di depan mata Papa yang tengah menjemput Athifah di sekolah,
seorang anak perempuan terlihat sangat kehausan. Anak perempuan itu meminta air
minum kepada Athifah.
“Tidak
bisa. Mamaku larang ka’,” jawab
Athifah.
Papa
diam saja, memperhatikan adegan itu.
“Iya, kan, Pa?” Athifah melirik Papa, meminta persetujuan dan penegasan.
Deg. Sepersekian detik Papa speechless. Dalam hatinya ada sekelebat
pertarungan batin. Kalau dikasih, ini anak nanti kebiasaan. Ndak dikasih, ya kasihan juga.
“Pergi
moko beli air,” akhirnya Papa
menyodorkan sekeping uang lima ratus rupiah kepada anak perempuan itu. Ini sikap
terbaik yang bisa ditunjukkan.
Makassar, 31 Juli 2015
Susahnya bila masih banyak orang tua
yang tidak menganggap penting menyuruh anaknya membawa air minum sendiri.
Susahnya bila orang di sekitar kita tidak mengerti pentingnya menjaga
kesehatan. Susahnya kalau masih anak-anak sudah belajar mengandalkan orang
lain. Salah-salah malah kita yang dibilang pelit.
Share :
Iya benar, TBC memang sangat sulit untuk diberantas dan sangat menular
ReplyDeleteBerbagi minum memang kayaknya masih lazim di sekolah-sekolah ya mbak.. padahal memang harus dihindari agar tidak berbagi penyakit. Somoga Athifah sehat dan cerdas.
ReplyDeleteJangankan anak-anak kak, org dewasa saja masih suka bilang mintaka minummu. Kalau sy nabilangi temanku bilangka bekasku, mereka tdk mempermasalahkannya. Jadi bilangma siapa tau ada penyakit menularku. tp kalau mereka masih ngotot yah resiko tanggung sendiri hahahha
ReplyDeletesy sering bilang sama mahasiswa jangan gara-gara kamu best friendnan lantas kamu memakai bersamaan baran-barang pribadimu, termasuk makanan dan minuman