Bagaimana
perasaan kita jika mengetahui ada data yang menyebutkan bahwa di Sulawesi
Selatan, sepanjang tahun 2014 diketahui ada 41 kasus kekerasan seksual pada
anak. Sementara pada tahun 2015, dalam periode Januari – April saja sudah ada
34 kasus?
Saya
bergidik. Mengerikan sekali. Hal ini terungkap pada acara Focus Discussion
Group bertema Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak yang terselenggara berkat
kerja sama IIDN Makassar dan LeMina (Lembaga Mitra Ibu dan Anak) pada tanggal
30 Agustus lalu. Ini kedua kalinya kami mengadakan kegiatan bersama. Sasarannya
adalah ibu-ibu yang berasal dari latar belakang menengah ke bawah.
Sebagian peserta yang hadir |
FGD yang
menampilkan dua psikolog sebagai nara sumber: Titin Florentina dan Syawaliyah
Gismin ini gratis. Untuk mereka yang tidak mampu membeli tiket seminar atau
tidak menyadari pentingnya membekali diri dengan pengetahuan seperti ini, dari
kalangan menengah ke bawah.
Kali
ini, FGD berlangsung di rumah ustadzah Munawarah di kawasan K. S. Tubun lorong
2. Para peserta yang datang terlihat bersemangat. Ini bisa dilihat dari antusiasme
jalannya diskusi. Hingga acara ditutup pun, masih ada pertanyaan yang terlontar
dari peserta.
Kasus
kekerasan seksual tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 20% adalah kasus perkosaan.
Selebihnya adalah incest, pencabulan, dan suka-sama suka. Paedofilia merupakan
salah satu kasus yang harus diwaspadai. Psikolog Syawaliyah Gismin menekankan
pentingnya para orang tua menjaga privasi anak-anak mereka ketika mengunggah
foto ke internet. Foto-foto anak di internet adalah modusnya.
“KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia), pernah mendapatkan kasus pembuatan video
porno incest yang sasarannya keluarga miskin. Seseorang mendatangi sang ayah
dan membayar setelah sang ayah berhubungan seksual dengan anaknya. Juga ada
video porno yang diperankan anak-anak,” Sitti Syawaliyah menceritakan
contoh-contoh tindak kekerasan seksual pada anak yang beredar di masyarakat
dalam bentuk video.
“Yang
terekspos hanyalah fenomena gunung es,”
imbuh Syawaliyah.
Syawaliyah
kemudian memaparkan apa saja yang tergolong tindak kekerasan seksual pada anak,
yaitu:
- Hubungan seksual, incest, perkosaan, sodomi.
- Eksploitasi seksual dalam prostitusi atau pornografi.
- Stimulasi seksual, perabaan.
- Memperlihatkan kemaluan pada anak untuk tujuan kepuasan seksual (pelakunya disebut eksibisionis).
- Memaksa anak memegang kemaluan orang lain.
Bila
belum terjadi, kita bisa mencegah. Bagaimana bila sudah telanjur terjadi? Bila
sudah terjadi, pada anak harus diberikan penanganan dalam 3 bentuk: rehabilitasi medis, rehabilitasi
psikologis, dan rehabilitasi sosial.
Psikolog Titin Florentina (paling kanan) dan psikolog Sitti Syawaliyah Gismin (kedua dari kanan) |
Waspadai perubahan yang terjadi pada anak. Korban kekerasan
seksual mengalami, beberapa hal – di antaranya:
- Ketakutan luar biasa.
- Mimpi/bertindak seolah peristiwa terjadi kembali.
- Sukar tidur.
- Terjadi perubahan fisik (misalnya mengeluh sakit di area sekitar kelamin; memar pada alat kelamin atau mulut, iritasi kencing, penyakit kelamin dan sakit kerongkongan tanpa penyebab).
Beberapa peserta menceritakan kasus-kasus yang terjadi di
sekitarnya. Dua orang ibu guru menceritakan keanehan tingkah laku seksual pada
beberapa murid mereka. Ada yang membawa ponsel berisi ratusan video dan foto
porno (yang katanya ponsel tersebut milik orang tuanya) dan memamerkan kepada
kawan-kawan sekelasnya, ada yang melakukan gerakan-gerakan yang tidak
sepantasnya à gerakan yang berfokus pada alat kelaminnya, dan ada
yang mengatakan hal-hal yang seharusnya tabu diucapkan anak usia sekolah
dasar).
Waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, saya pun pernah
menjadi sasaran eksibisionis. Pertama kali di WC sekolah, kedua kali di angkot.
Alhamdulillah hanya sebatas itu, tidak menjurus ke hal-hal yang lebih parah.
Mengerikan sekali kalau anak sudah terpapar pornografi. Pornografi merusak otak. Kalau sudah rusak,
sulit sembuhnya. Jauhkan anak-anak kita dari gambar/video porno. Bagi anak
yang sudah pernah melihat pornografi, Syawaliyah menganjurkan untuk mengedukasi
dengan langkah-langkah berikut:
- Cari banyak-banyak informasi dari anak.
- Berikan tanggapan tidak lebih dari 15 kata dan sesuaikan jawaban dengan pertanyaan anak.
- Ditutup dengan agama.
Harapannya, ingatan anak akan pornografi tidak akan
berpengaruh kalau dia sudah aktif secara seksual.
Titin Florentina mengingatkan untuk bersama-sama menjaga
anak-anak kita. “Jangan sampai karena anak-anak kita baik-baik saja, lantas
kita mengatakan, ‘Baik-baik ji anakku, biar mi saja anaknya orang,” ya, Bu? “ujarnya
sembari tersenyum.
Karena kalau kita tidak peduli dengan sekitar kita, bisa jadi
kelak akan berdampak kepada kita. Hm, ini
mirip dengan yang dikatakan Kang Maman pada launching bukunya tempo hari
(ceritanya bisa dibaca di
sini). Kang Maman mengatakan: “Jangan pernah mengatakan rumah kita bersih
padahal got kita mampet.”
Makassar, 9 September 2015
Sebagian dari kegiatan ini saya tuliskan di sini.
Share :
mengerikan sekali ya kak,smoga anak-anak kita terhindar dari hal-hal buruk ini. dan kita selalu bisa tetap waspada
ReplyDeleteAamiin, semoga ya, Tia
DeleteNgeri banget ya, mbak kalau liat kekerasan anak jaman sekarang :(
ReplyDeleteMengerikan dan lebih mengerikan lagi karena sekarang lebih terekspos
Deletemengerikan sekali ya, saya yang seorang guru di sekolah juga miris kalau ada siswa saya termasuk di dalamnya
ReplyDeleteNa'udzubillah, Mas Huda
DeleteMelihat kasus kasus tersebut memang sangat mengerikan. Sebagai orang tua tentu berharap anak anaknya terhindar dari hal tersebut. Kalau saya pribadi cara mengkover semuanya adalah pendidikan agama sejak dini, tentang haram halalnya perbuatan. Keterbukaan dalam keluarga juga penting agar anak selalu bercerita dg apa yang dialaminya baik itu hal yg menyenangkan, manakutkan dan juga yg dianggap memalukan.
ReplyDeleteMudah-mudahan kita terhindar dari hal-hal mengerikan itu, ya Pak Edi
Deletemengerikan efek dari pornografi ini, bahkan bisa membuat otak rusak
ReplyDeleteSemakin miris dg berita2 yang ada, dan takutnya keadaan itu juga ada di sekitar kita
ReplyDeleteJadi ingat seseorang yang terlalu percaya sama anaknya dan tidak mendengar kata2 tetangga. Dan tiba2 dapat cucu sebelum mantu. Astagfirllah.... Ngelus dada tapi bisa menjadi pelajaran bagi saya tentang pentingnya komunikasi dengan anak
ReplyDeleteTerima kasih sharingnya kak
dan ini merupakan salah satu PR besar mak...Pemerintah mulai responsif dan mengadakan banyak program maupun kegiatan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya yang mengintai anak-anak kita maupun kesadaran untuk memproses secara hukum para pelakunya. Bukan tidak mungkin kejahatan ini banyak yang tidak dilaporkan karena malu. dan kita orang tua harus ekstra hati-hati dengan segala kemudahan teknologi yang ada yang juga memudahkan transfer berbagai materi yang tidak patut dilihat anak-anak...semoga kita semua bisa terlindung dari kejahatan ini..
ReplyDeleteturut prihatin dan merasa terpukul sepertinya ini seperti fenomena gunung es. Meletup setelah terjadi kejadian nasional yang heboh, padahal sejatinya sudah ada tapi belum bisa teratasi dengan baik ...semoga ada solusi terbaik untuk melindungi hak anak-anak tercinta
ReplyDelete