Dari
dulu saya tak pernah masak daging karena saya dan suami tak suka memakan
daging-dagingan. Terlebih lagi sekarang, kami tak makan daging-dagingan lagi
kecuali ikan. Anak-anak pun biasanya tak suka makan daging. Kalau ada daging
mentah, biasanya saya berikan kepada orang lain. Hingga tiba-tiba suatu hari si
sulung Affiq menyatakan pintanya, “Ma, mau makan sate!”
Daging
sapi mentah yang tadinya hendak diberikan kepada orang lain, urung berpindah
tangan. Dipikir-pikir, kasihan juga kalau Affiq lagi pengen sekali makan sate tapi saya tidak mengusahakannya. Kalau
beli, mesti beli banyak kalau mau puas menikmatinya. Kali ini, ada bahan
mentahnya, tinggal diolah. Masak harus beli lagi? Tapi kalau masak sendiri, ‘kan
ribet? Harus membuat bumbu sate, harus mencari daun pepaya atau buah nanas
untuk mengempukkan daging, dan mengolah daging dalam waktu yang lama. Di mana
mencari daun pepaya? Kalau mau beli nanas, harus ke pasar Terong dulu. Beuh, sungguh sebuah perjuangan.
Dilandasi
rasa sayang anak dan hitung-hitungan matematis ala ibu rumah tangga, saya pun
memutuskan untuk mencoba membuat sendiri. Si Bapak membantu mencarikan di
internet cara mengempukkan daging selain menggunakan daun pepaya dan nanas.
Alhamdulillah ketemu. Ternyata ada banyak cara mengempukkan daging selain
dengan dua bahan itu. Bisa pakai teh, kopi, garam, soda, bir, dan lain-lain.
Pakai bir, it’s a big NO lah yauw.
Bir kan haram untuk kaum muslim. Pakai soda? Wew, ribet amat pakai soda.
Mending sodanya buat diminum anak-anak. Akhirnya pilihan jatuh kepada garam
atau teh.
Bahan
yang paling bisa dipakai, yang ada di rumah dalam jumlah cukup banyak adalah
garam. Kalau teh, harus beli lagi karena teh yang digunakan adalah teh hitam
yang pekat. Garam, kebetulan saya masih punya dalam jumlah cukup banyak. Cara
mengempukkan daging dengan garam adalah dengan membalurnya dengan garam dan
membiarkannya selama sejam.
Saya
pun memotong-motong daging menjadi potongan yang lebih kecil, biar garamnya
lebih meresap. Sebelumnya, persediaan daging yang ada saya bagi dua. Jumlahnya
masih cukup banyak untuk ketiga anak saya, semangkuk penuh.
Daging
yang sudah dipotong-potong, saya baluri garam pada semua permukaannya, setebal
mungkin. Setelah itu, saya masukkan di kulkas (bukan di freezer, yah) dan membiarkannya di sana selama sejam. Eh, lebih ding, karena saya ketiduran ...
Tiba
waktunya mengeluarkan daging dari kulkas, mencucinya, dan memotong-motongnya ke
dalam bentuk yang lebih kecil lagi. Karena masih takut belum empuk secara
maksimal, saya mengungkepnya (merebusnya) di dalam air yang sudah diberi beberapa
siung bawang putih yang sudah dikeprak dan sedikit kunyit. Kenapa pakai bawang
putih dan kunyit? Supaya aromanya lebih enak saja. Berapa lama merebusnya ...
tergantung tingkat keempukan daging yang diinginkan.
Nah,
tiba waktunya mempersiapkan bumbu satenya. Karena mau praktis, saya memakai
bumbu pecel – sambel pecel, tepatnya, yang instan. Sambel pecel instan banyak
dijual, di pasar tradisional juga ada. Berapa ukuran yang diperlukan, bisa
dikira-kiralah. Kalau saya, memakai satu bungkus untuk daging yang saya ungkep
itu. Sambel pecel ini saya encerkan dengan air hangat.
Kemudian,
saya menumis bawang putih sampai harum di wajan. Lalu larutan sambel pecel saya
masukkan ke dalam wajan. Setelah itu, daging dimasukkan ke dalam tumisan bumbu.
Aduk-aduk sampai daging menyerap bumbu. Jadi, deh satenya. Sate? Tidak dibakar,
koq berani-beraninya menyebut sate, ya? Hehehe, anggap sajalah ini sate.
Rasanya sudah mirip-mirip sate, koq. Hanya saja yang ini tidak dibakar dan
tidak ditusuk. Amatlah ribet bagi saya kalau harus membakar dan menusuk-nusuk
daging. Proses yang sudah saya kerjakan ini lebih simpel dan rasanya, hmmmm yummy juga, koq. Percayalah!
Hasilnya
... ketiga anak saya suka. Alhamdulillah. Walau sebelum menyantapnya, saya
harus menjawab pertanyaan Affiq, “Apa ini, Ma?”.
“Anggaplah
ini sate, ya, Nak,” jawab saya.
Makassar, 4 Oktober 2015
Share :
Waaaah keren mbak :)
ReplyDeleteSatenya boleh dikirim ke kosan saya gak mbak? Hihihihi
Hihihi sudah habiiiss :D
DeleteAnggaplah ini sate, ya nak. Wkwkwk :p
ReplyDeleteYang penting kan rasanya ya mak :p
Betul sekali. Sambil merem, orang bakal percaya koq, kalo ini sate *pede amat yak wkwkwk
Deletejawab Affiq: ini bukan sate, Ma, ini pecel daging :P
ReplyDeleteWahaha .. benar Milla ... itu jawaban yang tepat. Jadinya jenis masakan baru ya, yang namanya PECEL DAGING :D
DeleteWaaah, gak kepikiran bikin sate dari bumbu pecel, kemarin si sulung juga minta dan nyari penjualnya masih pada libur. Besok deh kalo ke pasar bikin sate ala mba Niar :D
ReplyDeleteHehehe, silakan Mbak Hidayah .... yang ini maknyus juga lhooo
DeleteOoo baru tau klo bisa pake dilumuri garem...ntar mau nyoba ah...kadang aku berjam2 ngerebus daging biar empuk... tfs ya mbak :)
ReplyDeleteSilakan dicobain, Mbak .... makasih juga ya sudah mampir :)
DeleteBisa dicoba nyatenya pke happy call mak*bukan promo krn aku gak jualan, hehe..rasanya bener2 kyk bebakaran gt..
ReplyDeleteHehehe saya aja yg baru klik dan lihat gambarnya jga mikir.. "ini beneran nulis tentang sate?" :D
ReplyDeletehihihihi ngikik komen mba millati, pecel daging....met maem sateee kakaak, enaaak...
ReplyDeletenamanya anak ya mak. ibunya masak apaaa aja selalu dibilang enak. walaupun nggak sesuai judulnya juga tetep jempol.
ReplyDeletebukan sate ini mah ibu...aku tahu kalau sate pasti ada tusukannya, kalau ini mah bukan sate bu...ujar nak-nya sambil ngeloyor
ReplyDeleteSate ala-ala ya mbak jadinya.. Etapi gak dibakar malah lebih sehat loh, mbak.. seriusan deh! Makanan yang dibakar bisa memicu kanker juga, yang item2nya itu lho
ReplyDeleteNah ini namanya kreasi emak keren en smart deh :) hepinya anak-anak punya bunda yang hebat macam gini (y)
ReplyDeleteKan ada sate goreng kak ^^ bumbunya ya bumbu sate tapi di goreng. Saya malah baru tau nenas atau daun pepaya dipakai mengempukkan daging. Di rumah pake panci presto :p
ReplyDeleteanggaplah ini sate nak...
ReplyDeletebearti bukan sate..donk bund...
gak mau ah..*ngambeg*
:)