Selama
menyeriusi ngeblog selama 5 tahun ini, saya melihat
banyak sekali dinamika dalam berkomunitas. Ngeblog dan komunitas, kan mesti
sejalan, Kawan. Jadi jangan bingung kalau belum apa-apa saya sudah menyebut
ngeblog dan berkomunitas sekaligus, ya. Ngeblog itu makin asyik kalau kita
bergabung dengan komunitas-komunitas blogger. Kalau Anda tak mau bergabung
dengan satu pun tak menjadi masalah sebenarnya. Cuma ya itu, tidak akan ada
dinamikanya sama sekali.
Tiap
komunitas terntunya berbeda. Kalau memang mau bergabung, kita mesti
memperhatikan baik-baik bagaimana wujud komunitas yang bisa kita lihat dan
rasakan. Tentunya, tiap komunitas punya “warna”-nya masing-masing. Ada pula visi
dan misi yang dibawa. Pastinya, kita bergabung kalau sejalan dengan visi dan
misi pribadi kita, kan?
Gambar batunya berasal dari: www.joegerstandt.com |
Kalau
ada masalah, misalnya tak suka dengan lambang-lambang komunitas, tak eloklah
protes sana-sini. Lambang, apalagi simbol komunitas tak asal dipasang. Ada
filosofi di baliknya. Biasanya itu menjadi hak prerogatif founder. Kalau kasih saran, mungkin boleh-boleh saja, ya. Tapi
tentunya harus dengan cara yang elok. Kalau founder
tak terima, ya sudah. Terima saja, kita kan anggota. Kalau tak terima,
jangan ribut. Mungkin Anda tak cocok di komunitas itu karena berbeda prinsip. Mungkin
lebih baik keluar dari komunitas daripada membuat anggota yang lain, terutama founder-nya tak nyaman. Tak nyaman rasanya
kalau ada anggota yang meributkan “rumah” kita. Kalau contoh di kehidupan
nyata, tuh seperti kalau ada orang asing yang masuk ke rumah kita kemudian dia
menyuruh kita mengganti hiasan dinding yang sangat kita sukai dengan yang lain
karena menurutnya hiasan dinding kita tak pantas. Aish, tak elok nian.
Kalau
sudah menerima semua lambang/simbol, berikut syarat dan ketentuan yang berlaku,
setidaknya sudah ada wacana yang bisa dijadikan kesamaan. Komunitas butuh itu
untuk menyatukan dan menenangkan anggotanya. Plus, untuk sedikit menowel anggota yang rewel. Yah, namanya juga
banyak kepala. Bisa sampai ribuan atau belasan ribu. Sesekali ada masalah
berupa keriuhan, drama, atau barangkali sampai gontok-gontokan bisa dikatakan
wajar. Seperti juga dalam kehidupan bermasyarakat, kan, ya. Lha, dalam sebuah
rumah tangga saja, antara suami dan istri bisa banyak terjadi perbedaan apalagi
dalam sebuah komunitas.
Sesekali perlu berkumpul biar makin mesra |
HUT KEB ke-4, 17 Januari 2016 |
Penyebab
masalah bisa macam-macam. Bisa karena salah satu pihak ada yang tidak bisa
menerima cara komunitas “membersamai” anggotanya, ada masalah antar-pribadi,
ada adu domba, saling ketaksepahaman, salah mengerti karena beda perspektif,
dan lain-lain. Efeknya bisa saja kemudian keluar di media sosial dalam bentuk
yang kalau di media mainstream disebut
dengan “nyanyian”. Kalau sudah begini, pasti tidak enak, deh.
Bagi
saya, dengan berkomunitas saya bisa belajar meningkatkan kemampuan diri. Bukan
hanya dari sisi teknis ngeblog, melainkan juga dari sisi lain seperti dalam
memahami orang lain dan berkehidupan. Dan menurut saya, hubungan antara
individu dan komunitas adalah simbiosis mutualisme (relasi yang saling
menguntungkan). Komunitas bisa berkembang menjadi besar dalam jumlah dan
manfaat karena peran semua anggotanya. Sebaliknya, anggota pun bisa berkembang
menjadi lebih baik karena komunitas mendukungnya.
Kalau keadaan aman, damai, gemah ripah loh jinawi, tentunya anggota dan komunitas bisa sama-sama berkarya yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas. Namun demikian, pergesekan-pergesekan karena perbedaan antar-anggota atau antara anggota dan pemegang kebijakan di komunitas adalah hal yang niscaya. Adalah hal yang indah kalau semuanya bisa menganggap hal itu sebagai seni. Seni yang bisa membuat semuanya kembali menjadi lebih baik. Soalnya konyol, kan kalau pergesekan justru membuat kreativitas menjadi mandeg atau lumpuh? Jadi, tidak ada pilihan selain berusaha mencari tip agar dapat senantiasa berkarya dalam perubahan.
Setelah
mencari sana-sini, saya mencoba merangkum berbagai pendapat, termasuk dari
pengalaman saya sendiri dan menulis 12 tip agar warga komunitas bisa tetap
berkarya dalam perbedaan. Eh, ini bukan karena saya merasa sudah ahli, ya.
Sebenarnya ini catatan buat saya juga supaya belajar untuk menjadi lebih baik
lagi. Well, apa saja ke-12 tip itu?
Ini dia:
- Meninjau kembali niat/tujuan, visi, dan misi bergabung di komunitas. Baikkah tujuan, visi, dan misi kita? Sesuaikah dengan komunitas? Bisakah sejalan? Jika semua tanya itu berjawab “TIDAK”, mungkin lebih baik bagi Anda untuk berada di luar komunitas, bukan di dalamnya.
- Kalau
jawaban dari semua tanya di atas adalah “YA” tetapi tetap merasa tak nyaman
maka introspeksi dirilah. Bisa jadi sudut pandang kita yang
terlalu sempit atau kita terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum mendapat
gambaran lengkap dari sesuatu hal. Setelah introspeksi diri, sadari kekurangan,
perbaiki.
Sumber gambar: Iki Mazadi - Bisa jadi dua pihak yang bertikai sebenarnya sama-sama salah sekaligus sama-sama benar. Atau sama sekali tidak ada yang salah. Lho, koq bisa? Ya, bisa saja. Sering kali kita seperti sedang membicarakan masalah yang sama dengan seseorang tapi ternyata kalau diusut, kita membicarakan dua hal yang berbeda. Perspektif yang kita pakai berbeda! Biasalah, perspektif manusia kan berbeda-beda meskipun membicarakan hal yang sama. Ingat cerita tentang sekelompok orang disabilitas netra yang meraba gajah pada bagian tubuh yang berbeda-beda sementara mereka belum pernah melihat gajah secara utuh sama sekali? Mereka lalu sama-sama sedang membicarakan gajah tetapi mereka meraba bagian yang berbeda.
- Jauhi perdebatan. Yang bikin perdebatan tidak ada habisnya adalah kalau dua pihak merasa sedang membicarakan hal yang persis sama. Bisa jadi ada kesamaan materi namun perspektif keduanya sama sekali berbeda. Kalau perdebatan dipertahankan, ibaratnya dua orang yang sama-sama berjalan dari satu titik namun kemudian mereka bergerak ke arah yang berbeda, ada yang ke utara dan ada yang ke barat misalnya. Mana bisa ketemu? Yang terjadi adalah keduanya menghabiskan energi. Sama-sama rugi.
- Kadang-kadang ada satu pihak yang ndablek. Masih saja ngotot meski yang satunya sudah mengibarkan bendera putih. Bukan karena menyerah, melainkan karena eneg dengan perdebatan itu. Yang satu sudah menyadari ada ketidaksamaan perspektif eh yang satunya masih saja mengajak bertarung. Kalau sudah begini, bagaimana? Tinggalkan lalu jaga jarak. Tetap berada dalam jarak aman yang kira-kira tidak bakal direpotkan oleh si ndablek. Jangan buru-buru unfriend dia dari pertemanan karena setiap orang kan bisa berubah menjadi lebih baik. Bisa saja ke depannya nanti kita akan mesra lagi dengannya dan dia memberi pertolongan kepada kita.
- Menerima dan menghormati perbedaan di antara sesama warga komunitas. Perbedaan pendidikan, latar belakang keluarga, agama, dan budaya, tentunya membuat masing-masing orang punya pemikiran berbeda, kan? Tak mungkin dibuat sama, kan? Nah, makanya di sini menerima dan menghormati adalah sebuah kemutlakan.
- Belajar memandang sesuatu dari segala sudut pandang, bukan hanya terpaku dengan sudut pandang sendiri. Dengan demikian kita bisa lebih memahami apa yang terjadi. Meski kita tak bisa sepenuhnya membenarkan pihak “seberang”, setidaknya kita bisa memahami mengapa kita berbeda pendapat.
- Waktu zaman SD kita diajarkan untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Begitu pun dalam pelajaran nasionalisme. Nah, ini pun perlu dipelajari sama-sama dan diadopsi, dalam suatu komunitas seperti apa bentuknya. Pinjam semboyan negara kita sebagai dasarnya: bhinneka tunggal ika ~ berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
- Bersikap kooperatif dan menjadi “pendengar yang baik”. Kata orang-orang, mengapa kita punya satu mulut dan dua telinga adalah supaya kita mendengarkan lebih banyak ketimbang berbicara. Jangan jadi orang yang hanya mau didengarkan tetapi malas mendengarkan.
- Bila perlu, lakukan kompromi. Jangan terlalu saklek. Jika tidak bisa kompromi karena menyangkut hal yang sangat prinsipil, komunikasikan dengan baik.
- Semangat untuk beritikad baik tetap dijaga supaya semuanya bisa sama-sama baik. Misalnya, dengan cara bersikap baik dan sopan.
- Cari cara untuk bergembira bersama supaya makin mesra. Kalau pasangan suami-istri kan suka disuruh berbulan madu kedua oleh psikolog-psikolog, naah begitu pun dalam berkomunitas. Mungkin saja perlu diadakan acara bersama untuk saling merekatkan kembali hubungan satu sama lain.
Share :
karena besarnya kita dari perbedaan yang ada..
ReplyDeletekalau sama, nggak ada tantangan untuk berusaha menjadi besar
sukses maks
Betul Mak Noorma. Sukses ya buatmu. Sun sayang buat Noofa
DeleteHai Mak Niar..lama gak chat hihihi...bener banget yang ditulis di atas. Aku setuju, walau kadang sulit menahan diri untuk tidak emosi. Yang susah itu berdebat tanpa emosi. Butuh latihan.
ReplyDeleteIya Mak. Ternyata bukan hanya menulis yang butuh latihan, ya. Tak emosi saat berdebat pun. Kangen euy, nanti ngobrol lagi kta, yah.
Deleteberkat komunitas, kita bertemu ya mak :)
ReplyDeleteIya Mak Kania. Bertemu di sini, di sana, di situ .... sayangnya belum di dunia nyata. Kapan ke Makassar, Mak Kania? :)
DeleteIndahnya jika kita bisa saling memahami ya, Mak. Tidak mengedepankan ego pribadi. Terima kasih ya, Mak, sharingnya. Terima kasih juga sudah menjadi teman yang baik di dunia maya *saya yg ngaku2 sbg teman :D
ReplyDeleteMak, senang berteman denganmu :*
DeleteSaya juga ngaku2 *biar impas ya, hihi*
sukses mak, karena perbedaan itulah jadi terus berwarna ya.
ReplyDeleteIya Mak .... kapan kita bisa ketemu, yah. Saya ke Aceh atau Mak Tia ke Makassar? :)
Deleteitulah pentingnya belajar Adab, biar ketika bersosialasi dengan orang lain ataupun komunitas bisa saling menghargai.
ReplyDeleteApa kabar tante?
Nah, adab dituangkan dalam peraturan komunitas, di antaranya di dalam "syarat dan ketentuan" kan, ya. Alhamdulillah baik, kk Topics. Salam buat si kecil :) *huhu sapaan tante membuatku berasa tua :)) *
Deleteemang udah tuwa keiles... :)
Delete@Cilembu Thea: hahaha si Mamang, kalo komen pake kata "tuwa" cepat amat deh. Di blog sebelah saya lihat komennya juga begitu.
DeleteBagus banget tips nya Mak Niar.
ReplyDeletePerdebatan memang kerap mengundang permusuhan dan olok-olok.
Sebisa mungkin ndak turut meskipun gatel pengin komentar.
Benar, Mbak Ety :))
DeleteTerus terang saya belum ikut komunitas2 ngeblog. Soalnya gak tahu mesti ngapain dg ikut komunitas. Sya tinggal di kota kecil, jadi kalaupn ada kopdar apakah saya bs ikut. Dan lagi saya gak punya waktu banyak buat OL. lantaran untuk OL masih perlu ke warnet. Ada modem, tapi lemot sekali. Jdi, sejauh ini ngeblog masih sebagai hobby dan refreshing di kala senggang , mski hnya skadr blogwalking, mencari inspirasi dari tulisan blog orang lain.
ReplyDeleteAsyik, Mbak Wen kalo bisa ikut kegiatan2 komunitas, baik offline maupun online tapi memang, sih kita harus menyediakan waktu khusus untuk membuka medsos dan amat menyebalkan kalau koneksi inet lelet.
DeleteWAH DALEM BANGET BESUTAN TENTANG PERBEDAAN YANG KUDU DISIKAPI DALAM KETERGABUNGAN KITA DI KOMUNITAS TEH atuh ya...saya kok nggak pernah ngeh soal beginian ya...kenapa saya begitu, coba?
ReplyDeleteBerarti si Mamang orangnya asyik, happy-happy saja. Mudah2an yang lain juga happy-happy saja berinteraksi dengan Mang (eh koq jadi Mang ya?) Cilembu
DeleteTernya sudah lama juga mba jadi blogger sepertinya sudah merasakan pengalaman dalam membuat artikel karena terus terang saya suka tidak konsisten dalam menulis, mungkin akibat tidak pernah bersosialisasi dengan blogger lain
ReplyDeleteSalah satu manfaatnya bergabung dengan komunitas, kita blog walkkingnya jadi lebih asyik dan bisa punya banyak ide baru dalam menulis, Mas. Sosialisasi walaupun di dunia maya dulu, perlu juga dalam ngeblog :)
Deleteaku kenal mBak Niar dari KEB ini ya
ReplyDeleteToss Mbak Lidya. Rasanya kita sudah kenal lama sekali padahal ketemunya di blog walking atau di grup2 yang kita ikuti, ya Mbak.
DeleteAh Mak Mug kece ... Tipsnya keren. Semoga menang, ya? ^^
ReplyDeleteHak Mbak Nisa yang kece. Terima kasih ya. Aamiin. Mbak Nisa tidak ikutan lomba ini, ya?
Deletekeren banget ini mba tips2nya...
ReplyDeletesmoga kita smua bisa jd lbh baik lg ya :)
Aamiin. Semoga, ya, Mbak Lia.
Deletetips nya..banyak juga..dan banyak pula benarnya..good lucks mak..
ReplyDeleteGood luck for you too, Mak Nova
DeleteKalau berhasil menerapkan tips-tips ini bakalan langgeng di komunitas
ReplyDeleteAamiin. Tapi mungkin masih ada kurangnya, Mbak.
DeleteBerkat komunitas, kita bisa belajar menjadi lebih baik lagi. Bener ga sih mbak. Btw, makasih udah ngigetin video saya yg di blog, udah ada suaranya. Insyaallah udah dibenerim, ada kesalahan teknis dlm upload videonya....
ReplyDeleteYub benar, Mas Adi. Sip, sudah balik ke sana, mau nonton tp suaranya kalah keras dengan suara2 di sekitar sini. Soalnya saya tidak punya earphone - sudah rusak dimainkan anak2. Sukses yah lombanya :)
Deletewhuaaa ada potokuku, asek2...
ReplyDeletenumpang tenar eeaa..
yup, karena KEB aku kenal mak Niar,
setuju mbak, berkat komunitas bisa dpt byk ilmu baru ... sayangnya aku gak terlalu aktif di sosmed apalgi dateng kopdar .. hiks :(
ReplyDeleteTp kalo gak debat gak asik, Mak
ReplyDeletepro kontra itu selalu ada dalam hidup ya, mak..jadi nikmati aja..hehehe..
ReplyDeletesetujuuuu....
ReplyDeletetulisannya keren, semoga menjadi juara 1
ReplyDeleteAyo bergembira bersama komunitas, ambil baiknya dan do the best and wise
ReplyDeleteTerima kasih sudah berpartisipasi ya, mak :)
ReplyDeletethanks tips nya mbak, kebetulan ada drama kmaren di komunitas :)) dari tadi bertanya2 apa kepanjangan KEB yg di foto, rupanya ada jawabannya dibawah :)
ReplyDelete