“Telepon
Kak Heru, tanyakan apakah besok latihan atau tidak!” saya mengingatkan Athifah. Tanggal 27 Desember besok, kemungkinan ada latihan bagi anak-anak
Rumah Dongeng lagi.
Sudah
beberapa kali Athifah ikut latihan dengan komunitas Rumah Dongeng. Bisa
dikatakan dia bergabung di Rumah Dongeng karena telah ikut dua kali pementasan
dongeng teatrikal Nenek Pakande di Pesta
Anak Makassar di Mal Ratu Indah dan tampil live
di Celebes TV.
Rumah
Dongeng adalah komunitas yang didirikan oleh Kak Heru – seorang pendongeng top
di Makassar. Bersama istrinya – Ka Wiwi dan putrinya – Safira Devi Amorita,
mereka melatih anak-anak untuk ikut pentas dongeng Nenek Pakande. Pentas di
Rumata’ Artspace (biasa disebut “Rumata’“saja), sebuah rumah budaya yang
terletak di jalan Bontonompo adalah debut pertama anak-anak Rumah Dongeng.
Setelah itu, latihan demi latihan diselenggarakan di Rumata’.
Dongeng
Nenek Pakande pertama kali dibawakan oleh Safira pada pentas dongeng skala
internasional di Seoul, Korea Selatan beberapa bulan lalu. Di Makassar, pentas
dongeng ini melibatkan anak-anak yang sebagian besar tinggal di jalan Bontonompo.
Athifah
terhubung dengan Kak Heru. “Kak Heru, besok jadi latihan?” saya mendengar suara
Athifah dengan jelas, bercakap-cakap dengan Kak Heru. Suara Kak Heru terdengar
agak jelas walau speaker handphone
tak di-on-kan.
“Athifah
besok bawa buku
cerita, ya. Besok kita latihan. Athifah bercerita di depan teman-temannya.
Bawa juga buku mewarnaimu,” kata Kak Heru.
“Terima
kasih, Kak Heru. Assalamu ‘alaikum,” Athifah menutup pembicaraan.
Dengan
bersemangat Athifah mencari-cari dongeng yang akan dibawakannya di buku Dongeng
Klasik 5 Benua karya Mbak Astri Damayanti. Di buku itu banyak sekali cerita
bagus. Athifah bingung memilihnya. Akhirnya dia memilih cerita Legenda Gunung
Batu Hapu yang berasal dari Kalimantan Selatan. Legenda itu mirip dengan
legenda Malin Kundang, berkisah tentang anak yang durhaka pada ibunya. Anak itu
kemudian dikutuk menjadi batu.
Kak
Heru memang pernah mengatakan, anak-anak ini akan diajar berani tampil di depan
orang banyak dulu sebelum dilatih kemampuan bercerita atau berteatrikalnya.
Soalnya waktu tampil di Celebes TV, saat wawancara, beberapa anak tak bisa
menjawab pertanyaan host. Padahal
pertanyaan yang diberikan mudah, hanya seputar pengalaman mereka bergabung di
Rumah Dongeng.
Seperti
biasa, agak sulit menyuruh Athifah untuk fokus berlatih sendiri di rumah. Namun
saya tidak memaksanya, Saya tahu, kalau keinginan yang kuat datang dari dalam
diri Athifah sendiri, dia bisa melalui tantangan yang dihadapinya. Dia sudah
pernah ikut lomba bercerita di RRI Nusantara 4 Makassar beberapa waktu setelah
berhasil menghafal ceritanya tanpa saya perlu bersusah-payah memintanya.
Berbeda halnya jika menghadapi ulangan, beuh ... dia harus berkali-kali disuruh
kembali ke buku-buku pelajarannya.
Keesokan
harinya, Kak Heru sendiri yang memimpin latihan anak-anak Rumah Dongeng.
Athifah diminta membacakan cerita yang dipilihnya. Dengan lantang, Athifah membacakan
ceritanya sampai selesai. Setelah itu,
Kak Heru meminta anak-anak yang hadir untuk bergantian membacakan cerita dan bermain menyambung cerita.
Sebagian
anak masih kelihatan malu-malu. Ada yang bermain terus. Tak berhentinya co’do’ (nyeletuk) dari tempat duduknya
tetapi saat ditunjuk untuk maju ke depan teman-temannya, ia mati-matian
menolak. Kalau co’do’, asbun (asal
bunyi) saja, lalu tertawa. Merasa apa yang dikatakannya itu lucu. Padahal sama
sekali tidak lucu dan tidak pada tempatnya. Anak-anak yang suka co’do’ ini usianya jauh lebih tua
daripada Athifah.
Kak
Wiwi memperingatkan kembali anak-anak mengenai sikap yang harus dijaga. “Kalian
tak bisa berhasil kalau perilakunya tidak bagus. Mesti bisa bedakan kapan boleh
main-main dan kapan tidak. Kalian harus disiplin. Kak Fira ini bisa begini
karena disiplin!”
Hm,
memang kemampuan menyatakan pendapat dengan cara yang baik masih menjadi
kekurangan banyak anak Indonesia. Baik di sekolah maupun di rumah, masih banyak
orang Indonesia yang tak mendorong anak-anak untuk berani berpendapat dengan
cara yang sopan dan logis.
Begitu
pula masalah perilaku, masih ada orang tua yang excuse bila anak-anaknya kelewatan pecicilannya. Dianggap masih
anak-anak jadi pantas-pantas saja. Padahal tidak demikian. Justru sedini
mungkin anak-anak hendaknya diajar untuk mengerti tatakrama agar tak menjadi
anak “salah asuhan” kelak. Anak-anak lebih mudah dibentuk ketimbang saat sudah
remaja atau dewasa nanti. Mudah-mudahan, kelak kemampuan mereka dalam
berpendapat dan berperilaku yang baik bisa terlatih di Rumah Dongeng. Semoga.
Makassar, 2 Januari 2016
Silakan dibaca juga:
- Resensi Dongeng Klasik 5 Benu karya Mbak Astri Damayanti
- Pekan Inovasi RRI di Usianya yang ke-70 Tahun
- Pelajaran Penting di Lomba Cerita Anak (pengalaman Athifah ikut lomba cerita anak di RRI Makassar)
- Peluang Berkompetisi Seru di Lomba Cerita Anak RRI 2016 (syarat dan ketentuannya bisa di baca di tulisan ini)
- By Bentor on Call Nonton Pentas Nenek Pakande (pentas perdana dongeng Nenek Pakande di Makassar)
- Nenek Pakande di Pentas Anak Makassar 2015
Share :
Memang terkadang ada hal yang bisa dimaklumi dan tidak yah. Terutama mengenai perilaku. Kadang kalau anak nakal suka dibilang, maklum namanya juga anak kecil. Padahal kalau dibiarin bisa keterusan.
ReplyDeleteIya Mak. Anak-anak pun terbiasa di-excuse. Mereka merasa karena anak kecil lantas bisa melakukan apa saja padahal tidak demikian.
DeleteAnak anak memang perlu dilatih kepercayaan diri untuk tampil di depan umum. Ini memang perlu diberikan kepercayaan kepada sang anak untuk percaya diri dan menjadi diri sendiri
ReplyDeleteSaya sekeluarga di Pontianak, Kalimantan Barat) mengucapkan Selamat Tahun Baru 2016 ya. Semoga di tahun 2016 ini kita semuanya diberikan kemudahan, keberkahan, kemakmuran, keselamatan dan kebahagiaan dari Allah SWT. Amin Amin Amin Ya Robbal Alaminn. Tetaplah terus menulis. Tetaplah terus menjalin Silaturahmi
Aamiin aamiin ... terima kasih Pak Asep
Deletesupaya besar nanti percaya diri dan gak malu ya
ReplyDeleteIya Mbak Lidya
DeleteBisa melatih mental si Anak, mengembangkan bakat dan meningkatkan percaya diri si Anak.
ReplyDeleteIya Mas
Deletedari kecil anak ahrus dilatih untuk percaya diri
ReplyDeleteIya Mbak
DeleteDulu anakku sempat pemalu tampil di depan umum, mba. Tapi sejak sekolah dan diikutkan lomba, jadi sudah berani. Pernah sekali saya kagum saat ada acara di pusat pembelanjaan ia angkat tangan minta naik di atas panggung. Makasih sharingnya, mbaa
ReplyDeleteBagus Mbak, jadi pemberani. Ternyata memang harus dibiasakan yah. Makasih juga sudah mampir ya Mbak
Deletebetul mbak, saya waktu sd itu suka gemetaran kalo tampil di depan orang banyak (kelas)
ReplyDeletetapi pas smp belajar "malu"
eh giliran sma sampe sekarang jadi biasa, kecuali pada momen tertentu tetap aja nervous (kalo kenalan sama gebetan ha ha ha)
Hahaha ada-ada saja nih Mas Roelly.
Deleteberarti bener ya kalo dulu orang tua ku suka "maksa" anak-anaknya tampil. huehe.. tadinya ga mauan, tapi lama-lama jadi banci tampil -___-"
ReplyDeleteNah terbukti sama Mbak Puput ya hehehe
Deleteaku sampe segede ini aja belum berani bercerita..... jadi malu sama athifa
ReplyDeleteAyo dong, berani Mas Huda. Ikut GA Pakdhe Cholik tuh, GA Stand Up Comedy-an :)
DeleteAsma udah berani tampil, walau hanya sekitar rumah. Di sini gak ada acara-acara macam gitu. Di desa sih. :(
ReplyDeleteNah, berarti itu peluang Mbak Nisa untuk membuat acara buat Asma dan teman-temannya ;)
DeletePendidikan anak-anak, utama budi pekerti dan agama sebaiknya dimulai sejak dini.
ReplyDeleteSalam hangat dari Jommbang
Benar, Pakdhe. Terima kasih sudah berkunjung :)
Deleteperlu banget untuk melatih anak2 percaya diri, dulu waktu masih kecil si Alfi agak takut kalo ada banyak orang, sekarang malah jadi suple
ReplyDeleteWaah Alfi kereeen, Mbak Ev
Deletewah kegiatan bagus bgt buat anak ya mba niar..saya juga ga pede bercerita gitu..
ReplyDeleteIya Mbak Fitri. Dengan kegiatan ini, mudah2an anak-anak bisa terlatih. Saya juga pada dasarnya tidak pedean hehehe
DeleteIya perlu banget tuh anak2 dilatih kepercayaan diri mereka dengan tampil di depan temen-temennya. kalo gak gitu gedenya nanti bisa jadi pemalu, kayak aku nih, sampe sekarang aja masih sering deg-degan kalo tampil di depan publik, efek gak pernah dilatih sejak dini.
ReplyDeleteSaya pun merasakan masih suka deg-degan. Kalau saat kecil kita merasa tak memadai latihan tampil di depan orang banyak, saat sudah dewasa pun bisa kita latih sendiri :)
DeleteWaaa athifah smangatnyaaa
ReplyDeleteaku dl kl ada lomba pasti ikut, menang nggak menang. Skrg ponakanku yg kuajuin
Kalau anak pecicilan yang wajar sampai usia berapa ya Mbak? He he...
ReplyDeleteKeren Athifa... :)
ReplyDeleteUntuk bisa tampil solo di depan orang banyak, barangkali bisa dimulai dengan tampil dalam grup terlebih dahulu. Pelan-pelan, grupnya diperkecil dan akhirnya bisa tampil solo. Ini yang saya coba terapkan ke anak-anak sekarang. Semoga bisa berani tampil solo seperti Athifa.. :)
Saya pun sekarang mulai membiasakan Salfa tampil depan orang banyak... setidaknya hanya menunjukkan anggota2 tubuh ketika disebutkan...
ReplyDeleteSoalnya bapaknya pemalu hihihi, emaknya aja ini yang pedenya sering lewat kontrol hihihi...
Nah ini nih Sedja, kalau di rumah udah siap banget. Latihannya di depan cermin atau di depan kitakita yang ada di rumah. Tiba di sekolah, kan ada lomba hafalan surah pendek..suaranya langsung 'kalem' :D
ReplyDeleteMalu-malu sih katanya...hehehhe
iya nih, harus dilatih sedari dini kalo gak nanti anak cenderung pemalu kalo dah gede..
ReplyDeleteDulu waktu kecil saya pede pede aja mbak tampil di depan orang banyak,,, tapi sekarang malah mleyot pedenya :D Hahaha
ReplyDeletebetul mbak, perlu dilatih, soalnya pernah Selma cuat cuit di rumah tapi pas ikut siaran radio malah mingkem :(
ReplyDeleteAnak-anak itu seperti kertas kosong yang siap ditulis dgn hal-hal yang baik/buruk? Untuk itu baiknya kita sejak dini menanamkan nilai-nilai agama dalam diri anak-anak krna banyak tantangan dari lingkungan,teknologi dan pergaulan yang turut menentukan arah kehidupan yang akan dilalui oleh anak-anak.
ReplyDeleteIya, sekarang saja anak-anak SD di daerah saya sudah cinta-cintaan. Padahal mereka sekolah di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu).
DeleteMenurut saya, televisi berpengaruh besar dalam hal ini. Acara-acara tv sekarang semakin negatif saja. Mereka lebih mementingkan uang daripada memperbaiki moral anak-anak Indonesia.