Bagi
anak-anak muslim, masjid selalu spesial. Masjid tempat bermain yang asyik. Kata
orang, itu menjadi cikal-bakal kecintaan mereka pada masjid. Namun di zaman
ini, ada “penguasa” masjid yang menjauhkan anak-anak dari masjid. Mereka hanya
boleh berada di teras masjid, bahkan di waktu-waktu shalat sekalipun. Terlarang
berada dalam saf karena dianggap pengganggu.
Lomba adzan |
Sibuk dengan nomor peserta |
Bukan
aktivitas biasa. Mereka mengikuti Festival Ramadhan Anak. Berbagai lomba
digelar oleh Yayasan Babul Jannah yang didirikan Pak Haryadi Tuwo – penggerak TPA
di lingkungan kami. Pak Haryadi beserta dua anaknya dan dua orang lainnya,
menjuri mereka. Event ini disponsori
PT. Astra Graphia. Ada 3 kategori lomba tahfizh:
untuk usia PAUD (pendidikan anak usia dini), TK, dan SD. Juga ada lomba adzan
dan tadarrus (untuk anak SD).
Saya
menangkap wajah-wajah berharap cemas, menunggu giliran dan menunggu hasil di
bagian lomba tahfizh. Di bagian lain,
ada yang sibuk dengan tanda nomor peserta di dadanya. Ada yang berlarian dan
berkejaran. Ada yang merengek dan menangis. Ada yang main silat-silatan. Ada
juga yang jail.
Seolah bersorak, “HOOOII, INI HARI MERDEKA!”
Kapan
lagi bisa beraktivitas di dalam masjid dengan bebas?
Makassar, 30 Juni 2016
207 kata
Share :
waah... anak2 pasti happy ada acara seperti ini dan juga happy bisa meng eksplore masjid tanpa ada yg mearang2 :)
ReplyDeleteHihi, iya Mbak Santi. Tampaknya begitu.
DeleteAda juga sih yang bilang, "Sssst," lalu 'jangan begini, jangan begitu', tapi mereka tidak peduli.
ya asalkan ada yg mengatur ga masalah si.. Anak bakal terbiasa dsiplin nantinya
ReplyDeleteNamanya anak-anak, akan selalu bermain. Memang harus ada yang mengatur, ya Mas.
DeleteSenang banget lihat semangat anak-anak ikut syiar masjid ya mbak, jadi ingat waktu anak-anakku masih kecil dulu.
ReplyDeleteIya Mbak. Anak2 senang berada di dalam masjid sebenarnya ya :)
Deleteternyata ada kesamaan ya mak, ketika anak dilarang masuk masjid. saya juga menulis tentang masjid yang ramah anak dan ada satu komentar yang bikin saya terharu. anak si komentator diusir dari masjid. PR buat kita.
ReplyDeleteAda yang lebih "terlalu" lagi, Mbak Diah. Suami saya pernah dipukul sekelompok orang yang pakaiannya menggambarkan "kesalehan" mereka, hanya karena saat shalat zuhur di masjid itu suami saya menolak si sulung berada di saf belakang. Suami saya maunya, si sulung satu saf dengannnya, di depan. Itu kejadian beberapa tahun lalu ketika si sulung masih SD.
DeleteIya Mba, sangat disayangkan ya, semakin kesini banyak masjid yang secara enggak tertulis menyuruh anak-anak enggak masuk masjid. Alasannya bikin berisik, ya padahal itulah anak-anak, tinggal orang tuanya aja yang menasihati.
ReplyDeleteNah, itu dia, Mbak.Sebenarnya tanggung jawab orang tua masing-masing ya mengajarkan kepada anak bagaimana berperilaku di dalam masjid. Banyak orang tua beranggapan, anak bermain itu wajar saja. Padahal ada orang lain yang bisa saja terganggu. Dan kan memang sebaiknya tidak bermain di dalam rmh Allah. Orang tualah yang seharusnya mengarahkan anaknya.
DeleteFestival Ramadan, ajang bagi adik-adik untuk mengeksplor potensi yang ada pada dirinya masing-masing. Salam hangat... :)
ReplyDeletemereka selalu ceria, anak2 itu khususnya di kampung slalu jdi ciri khas yg ngebuat ramadhan itu semarak..yaa selama gak pasang petasan di kuping pak haji aja hahaha
ReplyDeleteaaah bahagianya lihat ekspresi bebas anak-anak :)
ReplyDeleteSaya sudah datang ke sini dan membaca tulisan ini
ReplyDeleteTerima kasih telah berkenan untuk ikut meramaikan Lomba Menulis : 1001 Kisah Masjid di blog saya
Semoga sukses.
Salam saya
Wah, jaman saya masih anak2, masjid adalah pusat kegiatan kami, penjaga masjid membiarkan kami dimasjid, asal kami mau menyapu lantai masjid menjelang waktu shalat & bak air untuk wudhu di masjid penuh saat dibutuhkan. Paling kami kena marah kalau kami mulai memainkan TOA (sound system) atau menjadikan bak air sebagai kolam renang pribadi. Biasanya disuruh menguras bak air dan mengisinya kembali hingga penuh. 😀
ReplyDelete