Ketertarikan
saya pada pendidikan praktis membawa saya menghadiri Seminar Nasional Revolusi
Pendidikan di Era Digital yang diselenggarakan oleh DiLo (Digital Lounge)
Makassar dan Masyarakat Industri Kreatif TIK Indonesia (MIKTI) Chapter Makassar
pada tanggal 28 Mei lalu.
Seminar
ini berlangsung di Graha Pena. Dari 3 orang yang sedianya menjadi pematerinya,
ternyata hanya 2 orang yang hadir, yaitu:
1.
Indo Wellang (Kabag Administrasi Kerjasama dan Penghubung Daerah Setda Wajo)
2.
Muhammad Imran Hirawan (CEO and founder
of Data Driven Asia)
Ibu
Indo Wellang sebagai pemateri pertama banyak memaparkan tentang pentingnya
kasih sayang dalam mengajari anak usia TK. Selain itu, peraih gelar doktor ilmu
pendidikan dari UNM (Universitas Negeri Makassar) ini juga menjelaskan mengenai
model pembelajaran berbasis TI (teknologi informasi) untuk meningkatkan
kemampuan kognitif anak TK yang dirancangnya.
Model
pembelajaran itu dinamainya PeTI (Pembelajaran TI). Dirancang sesuai
pertumbuhan anak. Disertai 8 indikator, untuk melihat apakah kemampuan kognitif
anak meningkat atau tidak.
Menurut
Ibu Indo Wellang, kita perlu melatih anak sejak dini untuk berpikir. Petumbuhan
otak manusia sejak lahir – 4 tahun itu sebesar 50%. Pada usia 4 – 8 tahun: 30%,
dan 8 tahun ke atas: 20%. Dengan demikian tak ada salahnya anak-anak dibiasakan
berpikir sejak dini, melalui hal-hal menyenangkan dengan komputer.
Ibu
yang sudah menerbitkan buku berjudul Mari Mengenal dan Mempelajari TI ini
merancang pembelajaran menggunakan Paint. Mengajak anak meneksplorasi foto
sekaligus merangsang anak bercerita. Di dalamnya termasuk ranah Matematika dan
ranah kreativitas.
Menurutnya,
anak zaman sekarang tidak boleh lagi dijauhkan dari TI. Mereka bisa dibebaskan
namun tetap dalam pengawasan dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti
pornografi. Juga harus dibatasi waktunya 0,5 – 1 jam saja.
Memang,
sih. Anak zaman sekarang tidak dapat dijauhkan dari dunia IT. Maksudnya dari gadget ataupun komputer. Anak-anak zaman
sekarang diistilahkan dengan “digital
native”, merekalah “penduduk asli” dunia digital sementara kita-kita ini “hanya
pendatang”. Jadi, memang tantangan terberatnya adalah dalam mengawasi mereka
menggunakan gadget.
Pemateri
kedua, Muhammad Imran Hirawan menceritakan sedikit pengalamannya dalam menekuni
“big data”. Ia pernah menganalisa percakapan
orang Indonesia di Twitter. Hm, apa itu big
data?
Saya
tidak bisa mencatat dengan tepat penjelasan Mas Imran tetapi saya bisa memahami
sedikit bahwa big data itu menyangkut
analisis data yang sangat banyak. Sebelum menuliskan ini, saya mencari di
internet pengertian big data, dan saya
menemukan ini:
Big data adalah sebuah teknologi di dunia
teknologi informasi yang memungkinan proses pengolahan, penyimpanan dan
analisis data dalam beragam bentuk/format, berjumlah besar dan pertambahan data
yang sangat cepat.[1]
Mas
Imran memberikan contoh penerapan big
data, misalnya dalam 2 hari banyak yang searching
mengenai Asus. Pada sore harinya, kita dapati di mana-mana ada iklan Asus.
Dalam hal ini, Google mengetahui mengenai hal ini dan menyampaikan ke Asus,
mendorongnya untuk beriklan. Contoh penerapan lainnya adalah di World Bank,
digunakan untuk mengatasi potensi penipuan.
Penerapan
big data di Indonesia memungkinkan
kolaborasi sistem pendidikan konvensional dengan internet. Dengan big data, orang-orang bisa mendapatkan
jawaban dengan cepat. Salah satu contoh yang diberikan Mas Imran adalah website
mejakita dot com yang menghubungkan anak-anak SMA seindonesia. Mereka
mengerjakan PR yang sulit bersama-sama di sini.
Kedua
materi ini sebenarnya sama-sama menarik, terlebih lagi bila audiensnya pas.
Saya, alhamdulillah bisa mengikuti materi Ibu Indo Wellang karena saya sudah
punya anak, pernah baca-baca mengenai hal-hal yang dipaparkan beliau, dan
anak-anak saya familiar dengan komputer dan gadget.
Sementara
materi dari Mas Imran, sedikitnya saya bisa membayangkannya karena saya pernah sedikit
belajar komputer dulu dan suami saya familiar dengan dunia IT. Sesekali kami
berbincang mengenai dunia IT meski tidak mendalam. Walau tidak paham-paham amat
dengan materi Mas Imran, saya menikmatinya karena saya mendapat tambahan
wawasan baru. Dan sebagai blogger, segala sesuatu yang baru itu menarik buat
saya karena saya sekaligus bertindak sebagai citizen journalist yang menyampaikan hal-hal baik melalui tulisan
kepada pembaca blog saya.
Nah,
masalahnya, ada orang-orang yang hanya bisa mengerti salah satu saja dari kedua
materi tersebut. Jadinya sayang yah, ada materi yang mungkin tidak dibutuhkan
oleh sebagian orang karena masih terlalu jauh buat (kebutuhan) mereka atau
memang mereka tidak perlu tahu. Sorry to
say, kedua materi ini tidak ada
benang merahnya walau sama-sama berbicara tentang satu sisi dunia IT.
Karena mereka membicarakan hal-hal yang berbeda jauh, sisi-sisi berbeda dari
dunia IT.
Jika
bisa memberi saran, untuk topik pendidikan, saya harap penyelenggara kelak
mempertimbangkan mengenai keterkaitan atau benang merah antar materi, audiens,
dan apakah hasil yang diharapkan dari seminar yang diselenggarakan tercapai
atau tidak.
Mungkin,
setiap seminar dibuat untuk audiens yang nyaris seragam. Misalnya bila
pematerinya Ibu Indo Wellang, yang jadi peserta adalah para guru TK, pemerhati
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), dan para orang tua yang punya anak usia
TK/PAUD. Pemateri pendampingnya, tidak jauh dari dunia anak juga.
Sedangkan
untuk materi yang dibawakan Mas Imran, yang jadi pesertanya lebih cocok
mahasiswa, pengajar, atau praktisi IT yang sehari-harinya menggunakan internet.
Pemateri pendampingnya pun tidak jauh membahas materi dari apa yang dibahasnya.
Harap
saran saya dipandang sebagai ungkapan rasa sayang saya kepada DiLo, yah. Saya
sangat menghargai upaya-upaya DiLo dalam mencerdaskan masyarakat melalui
berbagai kegiatan berkualitas, khususnya yang berhubungan dengan dunia digital.
Maka dari itu, saya sangat berharap ke depannya, apa yang diselenggarakan DiLo
dan juga MIKTI semakin berkualitas. Sukses untuk DiLo dan MIKTI.
Makassar, 19 Juni 2016
[1]
Dari: https://openbigdata.wordpress.com/2014/08/25/apa-itu-big-data/
Share :
seminar pendidikan di era digital tentu mendapat ilmu mengenai pendidikan dengan menggunakan digitalisasi dong yah, sayangnya setelah seminar apapun judulnya implementasinya hanya sepersekian persen (baca: minimal)...tapi ya lumayan juga sih, dari pada nggak ada implementasinya sama sekali mah...kan?
ReplyDeleteIya, Mang. Yang penting usaha dulu :)
DeleteJadi tantangan membimbing anak sebagai Native Digital Bu...
ReplyDeleteIya, benar, Mas
Deleteemang bener juga ya gak ada benang merahnya. tapi apapun materinya ambil saja sekiranya bermanfaat.. hehe
ReplyDeleteYup, ambil manfaatnya saja dulu :)
Delete