Kampanye
transaksi non tunai yang dikenal dengan istilah Gerakan Nasional Non Tunai
(GNNT) gencar dilaksanakan di Indonesia. Gerakan ini akhir-akhir ini lebih
masif digencarkan kepada para mahasiswa. Yup, perubahan perilaku pastinya lebih
mudah diusahakan kepada kaum muda yang pola pikirnya lebih terbuka. Selain itu,
jumlah usia produktif di negara kita memang besar sekali. Tujuh puluh persen
dari total jumlah penduduk negara kita adalah usia angkatan kerja (15 – 64
tahun) – informasi ini saya dapatkan dari website LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia)[1].
Makanya wajar saja bila sasaran sosialisasi GNNT difokuskan pada kaum muda.
Sejak
Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo, pada tanggal 14 Agustus 2014 di
Jakarta secara resmi mencanangkan GNNT, beberapa kali saya mendengar acara
sosialisasinya diadakan di kampus-kampus. Termasuk yang saya hadiri baru-baru
ini, tepatnya tanggal 15 November lalu di Auditorium Amanagappa, Universitas Negeri Makassar.
Saat Bang Iskandar Jet – nara sumber yang membawakan materi menulis di blog menantang pemilik kartu non tunai terbanyak untuk naik ke atas panggung dan diberi hadiah, beberapa pemuda bergegas mendekatinya. Bisa tebak, berapa kartu terbanyak yang dimiliki oleh mereka yang berani menerima tantangan dari Bang Isjet? SEMBILAN, saudara-saudara! Dan dia seorang mahasiswa! Weh, melongo saya. Dalam pikiran saya, paling banyak tiga saja kartu yang dipegang oleh para anak muda itu. Ternyata tidak, lho. Ada juga yang memiliki sampai 5 kartu.
Well, kartu-kartu itu merupakan salah satu
wujud alat tukar untuk transaksi non tunai. Transaksi non tunai memiliki tiga
bentuk, yaitu: paper based (contohnya cek dan bilyet giro), card
based (contohnya ATM, dan kartu
kredit), dan electronic based (contohnya E-Money).
Saya
pribadi, masih fifty-fifty menggunakan
transaksi non tunai. Penyebabnya adalah karena masih banyaknya barang yang saya
perlu beli di pasar tradisional dan di warung sebelah rumah. Sayang sekali,
pasar tradisional dan warung kecil masih terlalu jauh dari penggunaan transaksi
non tunai. Kalaupun menggunakan moda non tunai, saya lebih banyak menggunakan
kartu ATM. Saya pernah mau mencoba menggunakan E-money dari sebuah bank saat
berbelanj di sebuah mini market, eeh
pramuniaganya kasak-kusuk. Setelah sekian lama, barulah si pramuniaga mengakui
kalau aplikasi khusus untuk E-money itu belum ada di perangkatnya. Entahlah,
apa memang belum ada atau si mbak pramuniaga yang masih gagap menggunakannya,
soalnya nama bank yang tertera pada mesin EDC (Electronic Data Capture)-nya itu
bank yang sama dengan yang mengeluarkan E-money yang saya punyai.
Belakangan,
ada jenis transaksi non tunai yang berkembang, yaitu mendukung transaksi
melalui pemotongan pulsa pada kartu telekomunikasi di dalam gadget yang digunakan. Dulu suami saya
punya alatnya, ditempelkan di belakang ponselnya. Sayangnya, alat tersebut terlepas,
terjatuh entah di mana.
Kalau
mau digolongkan berdasarkan 3 golongan besar, sepertinya transaksi dengan pulsa
ini masuk kategori electronic based, ya?
Oya,
kemarin saya berkelana di dunia maya dan
memperoleh satu lagi contoh transaksi menggunakan pulsa, yaitu: beli aplikasi Play Store pakai
pulsa Telkomsel pada program Festival Jajan Online.
Yang bisa dibeli adalah ketiga hal ini: aplikasi, game, dan e-book yang ada di Play Store.
Lalu,
bagaimana cara pembayaran dari aplikasi, game,
ataupun E-book yang ada di Play Store ini? Dengan layanan ini mudah saja. Pembayaran
bisa langsung dilakukan dengan pulsa Telkomsel dengan billing telkomsel. Biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran dengan
menggunakan pulsa adalah sebesar harga yang ditampilkan saat pembelian
ditambahan dengan PPN 10% dan biaya jasa sebesar 2%. Simple sekali, yah beli
aplikasi Play Store pakai pulsa Telkomsel ini?
Yup,
kecanggihan teknologi memang selalu diupayakan untuk memudahkan manusia. Namun
kendalinya tetap ada dalam diri masing-masing, jangan sampai keasyikan
pencet-pencet hingga kebablasan dan meludeskan jatah pulsa buat sebulan di awal
bulan 😜.
Makassar, 21 November 2016
[1] Pada
tulisan berjudul Jumlah Usia Produktif Besar, Indonesia Berpeluang Tingkatkan
Produktivitas yang dirilis pada 11 Maret 2016.
Share :
Aku jg mah setengah2, Mbak
ReplyDeleteHidup di desa sih. Cuma pas lg jalan ke kota, ketolong bgt lah dg kemudahan tanpa tunai
kecanggihan teknologi yang satu ini memang sangat membantu ya mak :)
ReplyDeleteBeli pakai pulsa memang lebih memudahkan.
ReplyDeleteKecanggihan teknologi memang membuat hidup lebih mudah ya mbak... Kontrol diri juga dibutuhkan memang ;)
ReplyDelete