Tulisan ini dimuat di rubrik Opini, Harian Fajar pada tanggal 24 Desember 2016
Pada
sebuah diskusi, seorang penulis laki-laki mengatakan bahwa penulis perempuan di
Indonesia tidak terlihat berperan. Padahal tidak demikian, beliau saja yang
tidak paham dunia perempuan saat ini. Seiring makin pesatnya perkembangan dunia
digital kini, perempuan – termasuk kaum ibu, punya banyak cara untuk aktif dan
mengaktualisasikan dirinya.
Selama
hampir 6 tahun belakangan, saya menyaksikan potensi para perempuan yang luar
biasa dalam dunia menulis. Belasan ribu perempuan Indonesia bergabung dalam
komunitas-komunitas perempuan yang khusus mengasah kemampuan menulis mereka.
Perkembangannya pesat. Bukan semata karena mereka berbakat menulis.
Sebagian
dari para perempuan itu sama seperti saya, tidak terbiasa menulis sejak kecil.
Ada yang persis dengan saya, menyeriusi menulis di usia yang tidak muda lagi.
Sulitkah? Tidak sama sekali! Menulis bukan perkara bakat. Menulis itu
keterampilan yang harus terus diasah. Hanya butuh kemauan, kemampuan belajar,
dan komitmen yang kuat dalam melakoninya.
Selain
itu, melalui menulis, tujuan-tujuan komunikasi bisa terpenuhi. Tujuan
komunikasi adalah membuat orang lain paham, menyampaikan gagasan kepada orang
lain, dan menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu. Menariknya, dengan
menulis, orang bisa menulis dari mana saja dan dibaca oleh siapa pun di belahan
dunia mana saja. Ya, bisa menembus batas wilayah. Internet membuatnya niscaya.
Nuniek
Tirta adalah contoh ibu masa kini yang mampu menembus batas teritori melalui dunia digital. Dia adalah sosok influencer dan blogger yang memengaruhi para perempuan Indonesia dengan style modisnya. Kabar mengenainya sempat
menjadi viral. Topiknya tentang “istri direktur yang memakai pakaian seharga
lima puluh ribu rupiah”. Dia menjadi pembicaraan seindonesia oleh mereka yang fashionable. Nuniek sebenarnya
menyampaikan pesan bahwa untuk menjadi keren tak harus memaksakan diri
berpakaian mahal. Juga pesan-pesan kebaikan lainnya melalui media sosial
seperti bagaimana menghargai orang lain dan tetap rendah hati walau sudah
memiliki banyak penggemar.
Jihan
Davincka adalah contoh lain, tentang seorang ibu yang menembus batas teritori
melalui tulisan-tulisan panjangnya. Perempuan Bugis yang tinggal di Irlandia
bersama suami dan ketiga anak lelakinya ini punya banyak sekali penggemar.
Setiap tulisan yang dijadikannya status Facebook yang juga diunggah di blog
pribadinya, dibaca dan dibagikan kembali oleh ratusan orang. Wajar saja, sebab
Jihan mampu menulis dengan bernas. Dia mengolah dan menganalisa semua informasi
yang diterimanya dengan cerdas dan logis. Temanya di antaranya, mengenai
politik dalam dan luar negeri, traveling,
dan pola hidup sehat dengan food
combining. Maka wajar saja jika bukan hanya perempuan yang meminati
tulisannya, lelaki pun. Sehingga bukan hanya menembus batas wilayah, Jihan pun
mampu menembus batas gender.
Mari
mundur ke abad yang lalu dan mengenang R. A. Kartini. Perempuan Jawa ini mampu
menembus batas wilayah, budaya, dan waktu melalui keterampilan menulisnya. Kartini
melampaui perempuan Jawa pada masa itu dengan kritiknya terhadap budaya dan
dengan pola pikir visionernya yang tidak biasa pada zamannya. Semasa hidupnya
ia juga menulis tentang politik dan memperkenalkan ukiran Jepara dan batik
hingga ke Belanda, melalui surat-suratnya kepada orang-orang Belanda. Tulisan
Kartini bukanlah tulisan seorang gadis cilik, meski saat menulisnya dia masih
sangat muda. Penulisan suratnya, disebutkan oleh Dr. Joost Cote sebagai usaha
strategis untuk memengaruhi pemikiran orang-orang Belanda – administrator
kolonial, politisi, dan warga Belanda pada umumnya. Kartini menginginkan
peningkatan posisi bangsanya.
Joost
Cote, seorang ahli dari Australia yang meneliti sejarahnya, pada sebuah seminar
internasional di Universitas Hasanuddin pada bulan April lalu memaparkan
hal-hal tersebut. Termasuk bahwa Kartini abadi
melalui tulisan-tulisannya: 141 surat yang ditulisnya dalam kurun waktu Maret
1899 – September 1904, empat cerita pendek yang dipublikasikan tahun 1903 –
1904, dua karya ilmiah (salah satunya dipublikasikan pada tahun 1899 dan yang
lainnya baru dipublikasikan pada tahun 1914), empat artikel panjang yang tak
dipublikasikan (termasuk 1 autobiografi dan deskripsi pernikahan tradisional
Jawa, beberapa catatan (diistilahkan oleh Dr. Cote dengan “memoranda”) politis
mengenai pentingnya pendidikan dan pelatihan kejuruan, dan katalog sepanjang
hampir 8 halaman mengenai daftar buku pada perpustakaan Kartini). Secara
keseluruhan, tulisan-tulisan Kartini ada 800 halaman.
Kartini
telah terbukti mampu menembus batas wilayah, waktu, dan gender melalui kungkungan budaya pada masa itu. Tentunya, di zaman
ini, kemungkinan seorang ibu untuk menembus batas jauh lebih besar lagi. Dengan
hanya menggerakkan jari-jarinya pada gadget
atau komputer saja, tulisannya bisa dibaca oleh banyak orang. Ia pun bisa
memengaruhi pikiran orang lain.
Tidak
perlu sehebat Jihan, Nuniek, atau Kartini untuk jadi ibu penembus batas (lagi
pula mereka dulu memulainya dari nol, dari apa yang mereka miliki). Kita hanya
perlu mencontoh kemauan, kemampuan belajar, komitmen, dan konsistensi mereka yang
luar biasa. Haruskah menulis buku atau menulis artikel seperti ini? Tidak!
Jadilah penyampai pesan-pesan baik kepada sekitar kita melalui tulisan. Sesederhana
apapun itu walau hanya di media sosial. Lebih baik lagi kalau memiliki blog
pribadi. Maka semua manfaat menulis bisa dirasakan.
Mau
tahu apa saja manfaat menulis itu? Ini dia: menjadi “prasasti” sejarah pribadi
yang bisa dikenang dan diambil manfaatnya oleh anak-cucu, semakin lama semakin terampil
menulis, menjadikan semakin kreatif karena ide semakin mudah datangnya,
memperluas jaringan pertemanan, berkesempatan menghadiri kegiatan menarik
secara gratis, menambah wawasan dan motivasi bagi diri sendiri dan orang lain, ajang
aktualisasi dan pengembangan diri, anti
aging, terapi, mengatasi trauma, membuat hidup jadi lebih produktif, membantu
orang lain secara materi, menyampaikan kritik secara berbeda, menjadi penyeimbang
media mainstream sehingga bisa membuka
mata dunia luar tentang daerah kita, pintu rezeki, meningkatkan kemampuan komunikasi
lisan, menjernihkan pikiran dan ladang amal jariyah.
Banyak, kan manfaat menulis? Yuk, Bu, tunggu apa lagi. Mari menulis dan jadi
penembus batas.
Makassar, 24 Desember 2016
Share :
Menulis membuat perasaanku jadi lega. ^_^
ReplyDeleteToss Mbak Nisa :)
DeleteKeren, Mbak. Kapan ya tulisanku masuk ke koran? :)
ReplyDeleteAyo dong, kirim ke koran. Kan ada tuh yang terima tulisan tema traveling.
DeleteSetuju, Mbak. Kalau kita bisa menggunakan internet untuk hal positif, kenapa tidak? ^_^
ReplyDeleteSip. Toss, Mbak Nury :)
DeleteAku adalah salah satu orang yang merasakan manfaat menulis, Mbak. ^_^ Aku suka kalau menulis sesuatu yang bermanfaat. ^_^
ReplyDeleteALhamdulillah, sama dong kita Mbak :)
DeleteSetuju sekali. Mmeang seharusnya sikap dan perlakuan kita terhadap Internet yang benar benar dimanfaatkan sebauk mungin tidak saja sebagau jendela dunia dengan tawaran segudang hiburan dan informasi, kita juga bisa mencari nafkah melalui perantaraan Internet, dan menggapai ke seluruh dunia juga melalui internet
ReplyDeleteBisa dimanfaatkan semaksimal mungkin ya Pak Asep, hingga mencari nafkah.
Deletenulis juga membuat tdk mudah pikun krn otak jd terasah.
ReplyDeletekereeen kak niar...tulisannya sampe masuk koran
Benar Lia. Mudah2an kita tidak mudah pikun, ya.
DeleteTerima kasih, saya sesekali mengirim tulisan ke koran juga :)
share pengalaman memulai menulis di usia tua, menarik dan inspiratif ulasan 'penulis perempuan'
ReplyDeleteTerima kasih Bu Muly
DeleteMasyaAllah, terimakasih sharingnya bund, InsyaAllah smg tulisan yg qt hasilkan senantiasa memberi manfaat bagi orang banyak...
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir, Ummi.
Delete