Orangtua perlu mengajari anaknya taat aturan supaya hidup keluarganya tertib dan disiplin. Sebagai orang dewasa, untuk hal yang berkaitan dengan aturan, kita ingin agar aturan itu ditegakkan dengan baik. Misalnya kita tak senang kalau ada yang menyerobot antrean di depan kita. Maka implikasinya, kita pun tentunya tak boleh melakukan hal yang melanggar aturan – sesederhana melanggar aturan antrean.
Anehnya manusia, ketika di posisi dirugikan, ada orang yang mati-matian menegakkan aturan tetapi ketika dalam posisi menguntungkan, tanpa malu dirinya melanggar aturan. Dalam urusan antre saja, saya pernah melihat ibu-ibu yang sudah berumur mencak-mencak ketika ada yang menyerobot giliran antrenya. Namun di lain hari, ketika dia melihat ada peluang untuk menyerobot giliran orang di depannya, dia nekad menerobos tanpa peduli tatapan sebal orang-orang di sekelilingnya.
Beberapa
hari yang lalu saya mengamati perihal penerapan aturan sederhana di dekat pintu
masuk area Festival F8 di Patai Losari. Saat tu, saya tengah menunggu suami yang
hendak menjemput di dekat pintu yang ada jalur karpet merahnya. Sekelompok
petugas dari beberapa satuan (kepolisian dan Laskar Merah Putih) sedang berjaga
di pintu masuk.
Beberapa
orang dari mereka berdiri, yang lainnya duduk-duduk saja di sekitar situ. Yang
berdiri (terlihat berusaha) mengawasi dengan baik lalu-lintas manusia di
sekeliling mereka. Kalau ada yang salah, hendak keluar di pintu masuk, dengan
tegas ada yang menunjuk ke arah lain dan berucap, “Jangan keluar lewat sini.
Ini pintu masuk. Lewat sana ki’.”
Berkali-kali
kalimat itu diucapkan oleh petugas itu. Kadang-kadang terdengar nada kesal dari
mulutnya. Terbayang oleh saya, kalau saya di posisi penjaga pintu masuk, pasti
saya akan merasa kesal juga. Apalagi ada yang ndableg, sudah dilarang dan diarahkan ke jalan yang benar, masih
saja nekad menerobos. Alhasil suara sang petugas terdengar meninggi sesekali.
Tak
berapa lama ada pengunjung yang berhasil lolos. Dia keluar melalui pintu masuk.
Salah seorang dari petugas ngedumel, “Jangan
ko biarkan ada yang keluar dari sini.
Nanti yang lainnya mau juga, akhirnya orang-orang keluar dari sini.”
Saya
tersenyum dalam hati. Menegakkan aturan memang susah, ya. Padahal ini saling
berhadapan. Saling melihat. Pantesan, aturan
Allah banyak yang suka melanggarnya karena Allah tak tertangkap oleh indera penglihatan
kita.
Selama
beberapa menit kemudian, aturan bisa ditegakkan dengan baik. Beberapa dari petugas
yang berdiri terlihat lengah. Masing-masing dari mereka sedang memperhatikan obyek
yang berbeda-beda, ada yang berdiri membelakang ketika dua orang – satu laki-laki
dan satu perempuan melenggang begitu saja melewati mereka. Lolos, tanpa teguran
sama sekali. Tak ada yang melihatnya. Rasanya saya ingin tertawa terbahan-bahak
menyaksikan hal itu. Beginilah yang namanya rezeki, dia datang layaknya
anugerah. Tak bisa diramalkan kapan datangnya dan tak dapat ditolak.
Karena
melihat orang di depannya lenggang kangkung, keluar melalui pintu masuk – seseorang
yang sebelumnya berjarak sekian meter dari sepasang orang yang melenggang tadi
juga ngotot agar ia diperbolehkan keluar di melalui pintu masuk.
“Itu
tadi boleh lewat!” tukasnya.
Tentu
saja para petugas bingung, siapa yang dia maksud.
“Kenapa
itu orang tadi boleh lewat, saya tidak!” berkeras lagi orang itu.
“Yang
tadi itu petugas!” salah seorang petugas menjawab asbun (asal bunyi).
Lagi-lagi
saya menahan rasa ingin ngakak
memperhatikan semua kejadian ini. Mana ada petugas berpakaian sipil dan
terlihat sangat biasa-biasa saja seperti sepasang orang yang lewat tadi?
Akhirnya,
pengunjung yang ingin keluar itu menyerah. Dia pergi membawa rasa sebal karena
diperlakukan berbeda.
Well. hal tersebut bersesuaian dengan apa
yang pernah dikatakan Thomas Hobbes – seorang filusuf terkenal di Inggris,
"Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya". Maksudnya sejatinya
manusia akan saling menyakiti satu sama lain, oleh karena itu manusia
memerlukan aturan agar dapat menghindari hal tersebut.
Dalam
Islam, ketundukan pada aturan di antaranya dibahas pada Qur’an surah An-Nisa’
ayat 59 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (penguasa) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Mengutip
Pendidikan Agama Islam (http://www.academia.edu/27669870/PENDIDIKAN_AGAMA_ISLAM_ximia2):
Taat memiliki arti tunduk, sedangkan aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat. Dalam agama islam, Peraturan dibuat oleh Allah, Nabi, ulil amri, atau yang lainnya.
Maka
jelaslah, bahwa agar beradab, manusia memang harus menjalankan aturan yang
berlaku pada saat dan tempatnya berada, sesuai norma-norma yang berlaku. Kalau
tak mau menjalani aturan, buang diri sajalah ke rimba raya Afrika atau ke
puncak gunung Latimojong. Setuju?
Kembali
ke suasana di pintu masuk berkarpet merah di area Festival F8 ...
Akhirnya
suami saya datang juga. Dia memerlukan waktu lebih lama karena harus memutar
untuk sampai ke tempat saya menunggu. Eh, tunggu dulu. Kenapa si bapak sampai
harus memutar, ya? Saya kan sudah menunggu di pintu masuk?
“Tadi,
waktu saya mau masuk sini, ada petugas yang larang saya. Katanya ini untuk VIP.
Eh, waktu ada bule mau masuk, dia loloskan. Apa petugas itu tentara KNIL?”
curhat suami saya dengan nada satire.
Lagi-lagi,
saya merasa ingin tertawa miris. Sesama orang Indonesia suka pelit sama orang
Indonesia. Kalau ada orang berkebangsaan lain, buru-buru diperlakukan berbeda. Ataukah
memang ada aturan memperlakukan orang bule – siapapun dia sebagai VIP? Hm, bisa
saja. Sebagai sesama pribumi, kita terpaksa menerima peraturan seperti ini
walaupun ... walaupun aturan ini aneh sebenarnya. Karena dari tadi sudah
lalu-lalang banyak orang pribumi di hadapan saya, melalui pintu masuk, masuk ke
dalam area Festival F8 karena tamu VIP sudah masuk sejak tadi, pintu masuk
tidak lagi “diharamkan” untuk warga. Sejak tadi, sudah banyak orang Indonesia
masuk lewat pintu ini.
Jadi,
begitulah. Yang namanya peraturan memang sulit ditegakkan. Kurang lebih 30 menit mengamati pintu masuk, saya merasa sudah nonton sajian komedi situasi yang sarat pelajaran. Bukan hanya karena
yang dikenai peraturan bandel melainkan juga karena yang harus menegakkannya
suka aneh-aneh. Manusia memang sulit menjalankan peraturan padahal pemberi aturan ada di depan mata. Bagaimana pula aturan Allah yang tak bisa ia jangkau?
Punya pengalaman menggelikan tentang penegakan peraturan seperti ini juga? Share, yuk!
Punya pengalaman menggelikan tentang penegakan peraturan seperti ini juga? Share, yuk!
Makassar, 14 September 2017
Share :
aaaakkk.. sy jg kak sempat jengkel sama itu petugas yg bilang ini tempat masuk VIP. T_T Padahal sy nanya,, tempat masuk klo mau ke mesjid sholat magrib dimana? dy blg ke depan stella maris ki. Pas balik ada ibu2 dan anak2 diperbolehkan masuk tanpa memakai id card.
ReplyDeleteBeuh, bikin keki, dih ...
DeleteBetul. Soal antri paling sering dialami. Apalagi kalau di pertigaan lampu lalu lintas. Nyelonong. Meski kadang sudah sering terjadi kecelakaan, tetap saja hal itu terus berjalan.
ReplyDeleteAku hanya bisa memulai dari diri sendiri, mematuhi aturan. Menjadi model bagi buah hati dan suami.
Yup, yang paling masuk akal adalah memulai dari diri sendiri lalu keluaga. Setuju :)
DeleteBudaya antri memang PR besar bangsa ini, miris di mana-mana pada nggak patuh.
ReplyDeleteMasih banyak yang malas, membangkang, ndablek, dll.
DeleteWaktu malming saya keluar lewat pintu masuk VIP bermodalkan ID Card All Access kak. Sakti banget itu id cardnya Atu 😁
ReplyDeleteHuaaa, Atu kan VIP :))
DeleteKalau saya, selalu bilang hayo ingat ga kata ayah. Lalu anak tampaknya belajar tentang aturan dari ayahnya
ReplyDeleteArden memang joss :)
Delete