PASIKOLA – angkutan umum untuk anak sekolah di Makassar, sudah beberapa bulan terakhir ini membuat saya penasaran. Saya sering melihat 1 unit Pasikola di persimpangan jalan Veteran Selatan – jalan Sultan Alauddin. Di Showcase, saya mendapatkan jawaban atas rasa penasaran saya. Selain Pasikola, ada dua topik lain yang memikat. Yaitu tentang bagaimana minyak goreng bekas dan seni bisa berpengaruh di masa depan.
Pasikola:
Bukan Angkutan Biasa
Saat tahu materi Pasikola beserta Mansyur Rahim (Anchu)
– speaker-nya akan hadir di event
Showcase, niat saya semakin kuat untuk hadir sebagai peserta Showcase. Apalagi
Anchu sudah cukup lama saya kenal dalam dunia blogging. Anchu – lelaki yang juga dikenal dengan nama Lelaki Bugis
dalam dunia media sosial di Makassar ini ternyata merupakan manajer program
Pasikola. Pada kesempatan kali ini, dia membawakan presentasi berjudul The Future of Public Transportation ini Makassar.
Oya, apa itu Pasikola? Pasikola (Pete-pete Anak
Sekolah) adalah sebuah inovasi transportasi publik untuk anak sekolah.
Pasikola atau Petepete Anak Sekolah berawal dari lokakarya design thinking bagaimana menciptakan transportasi publik yang dicintai masyarakat. Lokakarya ini diselenggarakan oleh UNDP bekerja sama dengan UN Pulse Lab Jakarta, Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), Pemerintah Kota Makassar-Dinas Perhubungan, Organisasi Angkutan Darat (Organda) pada bulan November 2016 (http://bakti.or.id/berita/inovasi-transportasi-publik-kota-makassar-pasikola-petepete-anak-sekolah).
Di awal penampilannya, Anchu menyampaikan mengenai
salah satu penyebab kemacetan di kota Makassar: dari 1,7 juta orang penduduk
kota Makassar, 1,5 juta orang punya kendaraan sendiri. Di lain pihak, akses
transportasi tidak mengikuti perkembangan kota. Misalnya ada siswa SMPN 5 yang
tinggal di Sudiang, siswa SD Mangkura yang tinggal di Barombong – dengan jarak
rumah – sekolah yang jauh, mereka setiap
hari melalui jalur dan menaiki angkutan umum dengan cara yang cukup berbelit (salah
satu penyebabnya karena macet). Padahal kondisi idealnya adalah jalanan
berbasis kebutuhan warga sebagai penggunanya.
Mansyur Rahim (Anchu) |
Untuk memecahkan permasalahan warga di jalur yang
macet dan mengurangi kendaraan pribadi inilah Pasikola hadir. Untuk uji-coba, Pasikola melayani dua rute, untuk siswa-siswa di SDN IKIP dan SMPN 3
yang dikenal sebagai dua daerah macet pada waktu-waktu pergi dan pulang
sekolah. Kendaraan yang digunakan adalah pete-pete konvensional yang disulap
sedemikian rupa sehingga aman dan nyaman untuk anak-anak, dengan pengemudi yang
terlatih dan profesional. Fasilitasnya adalah perpustakaan mini, air minum,
terali pengaman, colokan listrik, penyejuk ruangan, pengharum ruangan, sistem
audio, tabung pemadam kebakaran, dan tenpat sampah.
Pengemudi, penyelenggara Pasikola, dan orang tua siswa
terhubung ke aplikasi sehingga bisa memantau perjalanan anak-anak mereka dari
rumah – sekolah, hingga kembali ke rumah lagi. Di dalam aplikasi tersebut ada
agenda sekolah, pengumuman/info sekolah, dan kalender akademik.
Kue-kue tradisional dan Kopi Ujung. Sumber foto: fan page FB SHOWCASE |
Anchu mengatakan bahwa kata kunci transportasi
transportasi publik masa depan ini adalah “konektivitas”. Konsepnya dibangun
atas data dan fakta yang ada di masyarakat. Sebelum menjalankan Pasikola, tim
Pasikola turun ke warga dengan cara menanyakan apa permasalahan mereka atau apa
yang mereka harapkan dari angkutan umum untuk anak sekolah. Model Pasikola ini diharapkan
bisa diterapkan dan masih bisa dikembangkan. Tergantung nanti bagaimana
pemerintah kota menanganinya.
Oya, bagi Anda yang ingin tahu lebih lengkap tentang
latar belakang Pasikola dan bagaimana prosesnya hingga sekarang, silakan baca 2
tulisan di blog Anchu ini: Mengurai
Kemacetan di Makassar dan PASIKOLA,
Petepete Anak Sekolah.
Genoil:
Bukan Minyak Goreng Bekas Biasa
Anak muda yang menjadi
penampil berikut sudah tak asing lagi bagi saya. Pertama kali saya mengenalnya
saat menghadiri undangan BaKTI. Saat itu Andi Hily Mutawakkil menjadi nara sumbernya, bersama dengan
kawan-kawannya di Genoil. Anda bisa membaca tentangnya di blog ini pada tulisan
berjudul Kisah
Sulap Minyak Jelantah Menjadi Bahan Bakar Biodiesel.
Andi Hilmy |
Dari yang pada awalnya tidak dikenal, kini Hilmy sudah menjadi terkenal –
identik dengan Genoilnya. Bagaimana tidak, founder dan CEO
dari perusahaan pengolahan minyak biodiesel (Genoil) ini bersama kelima
temannya berhasil menjuarai Idea Fest tahun 2016 di Jakarta. Dia juga juga merupakan
delegasi Indonesia di Global Entreprise Network (GSEN) United Kingdom 2016 dan
Ketua Bidang Riset dan Teknologi di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan
Tinggi Sulawesi Selatan. Selain
itu, Hilmy telah berkali-kali menjadi pembicara dalam berbagai kesempatan, baik
skala lokal maupun nasional. Kembali, pada Showcase dia menjad salah satu nara
sumber dengan presentasinya yang berjudul Used Cooking Oil for The Future.
Hilmy memulai social
entrepreneurship-nya dengan keprihatinan akan 3 masalah yang ada di
masyarakat kita:
- Minyak goreng bekas yang beredar kembali di pedagang gorengan. Ada juga yang dijual kembali sebagai minyak goreng curah. Ancaman berbagai penyakit degeneratif berada di balik banyaknya minyak goreng bekas yang beredar itu. Di kota Makassar saja, setiap harinya terproduksi sebanyak 17,6 ton minyak goreng bekas.
- Sementara itu, ada masalah di tengah para nelayan kita. Biaya operasional kapal nelayan sangat besar hingga mencapai 21 juta rupiah per bulan (Rp. 700.000 per hari). Akses BBM yang terbatas menyebabkan makin lama makin sedikit nelayan yang melaut. Data BPS menunjukkan, jumlah nelayan yang pada tahun 2003 – 2013 ada 1,6 juta nelayan, kini hanya tersisa 864 ribu orang. Akibatnya, akan ada ancaman kurangnya tangkapan ikan. Selain itu, pada tahun 2025 nanti negara kita terancam mengalami krisis energi nasional karena semakin berkurangnya cadangan energi kita.
- Keberadaan preman meresahkan masyarakat. Andai bisa dicarikan solusi sehingga mereka bisa berdaya pasti akan sangat membantu. Pada kenyataannya, para preman sebenarnya ingin menjadi orang yang berguna.
"Produksi" minyak goreng bekas di Makassar |
Genoil membantu menjadi
solusi dari ketiga masalah tersebut. Berbekal dari usaha mati-matian yang
dilakukan Hilmy dan kawan-kawannya – sampai menggadaikan motor, mobil, dan
tanah, Genoil – pabrik biodiesel pertama di Indonesia Timur berdiri. Genoil
memproses 2.000 – 4.000 liter minyak goreng bekas per hari menjadi biodiesel, bahan
bakar dengan harga sangat terjangkau bagi para nelayan. Dengan perbandingan
antara minyak goreng bekas dan biodiesel yang dihasilkan 1 : 1, bahan bakar ini
sangat aman bagi lingkungan karena sama sekali tidak ada yang terbuang, sama
sekali tidak menghasilkan limbah. Hasilnya pun tidak mengecewakan karena
memenuhi standard mutu.
"Saat ini Genoil mampu
menghasilkan omset hingga 170 - 300 juta rupiah per bulan dengan produksi sebanyak
30.000 - 60.000 liter per bulan. Total edaran jelantah dari sektor komersial saat ini mencapai 528ribu liter perbulan. Namun baru 30-60 ribu yang bisa diamankan oleh Genoil, sisanya lepas bebas," jawab Hilmy ketika saya mengkonfirmasi kembali perolehan Genoil.
Para nelayan pun terbantu. Dengan menggunakan BBM yang diproduksi Genoil, mereka bisa berhemat 20% dibandingkan sebelumnya. Selain itu, banyak preman yang terbantu dengan menjadi pengepul minyak jelantah untuk Genoil.
Para nelayan pun terbantu. Dengan menggunakan BBM yang diproduksi Genoil, mereka bisa berhemat 20% dibandingkan sebelumnya. Selain itu, banyak preman yang terbantu dengan menjadi pengepul minyak jelantah untuk Genoil.
Film: Bukan Sekadar Tontonan Biasa
Penampil terakhir adalah Yandy
Laurens, putera Makassar yang sekarang menetap di Jakarta. Saat ini Yandy aktif
sebagai dosen di IKJ (Institut Kesenian Jakarta) dan berprofesi sebagai
sutradara. Prestasinya dalam bidang penyutradaraan film sudah banyak. Karyanya
yang berjudul Wan An berhasil memenangkan piala FFI pada tahun 2012 sebagai
Film Pendek Terbaik dan meraih penghargaan pada XXI Short Film Festival 2013,
serta menjadi nominasi pada Europe On Screen. Selain itu, pada Shorts Film Festival
Asia & International di Tokyo Film Friend (2015) dia mendapatkan
pernghargaan Gold Awards Indonesia di DigiCon6 Asia 18th di Jepang. Webseries
SORE – Tropicana Slim Stevia yang disutradarainya tahun ini menjadi viral di
YouTube.
Yandy Laurens. Sumber foto: fan page FB SHOWCASE |
Yandy ingin membangkitkan
kesadaran anak muda akan peran besar seni dalam membentuk kehidupan di masa
depan. Pada kesempatan kali ini di Showcase, dia membawakan presentasi berjudul
How Art Shape The Future.
Menurut Yandy, ada 5 hal yang menjadikan kesenian penting,
yaitu:
- Mampu membuat orang optimis karena seni bisa membuat perasaan lebih tangible (nyata) karena menjadi lebih mudah diungkapkan.
- Mampu membuat orang menghargai proses (misalnya dalam pembuatan film yang harus melalui proses yang tidak sederhana).
- Mampu membuat orang berinovasi.
- Mampu membuat orang menyeimbangkan pikirannya tentang dunia (mampu membuka wawasan menjadi lebih luas, misalnya dengan mengumpulkan berbagai pendapat atau sudut pandang tentang hal tertentu tanpa mengunggulkan opini pribadi).
- Mampu membuat orang berapresiasi.
Yandy menceritakan bagaimana dalam kelas yang
diajarnya, dia membuat para mahasiswa berdiskusi mengenai perbedaan-perbedaan
yang ada. Topik yang diambilnya tidak biasa, misalnya mengenai bagaimana para
mahasiswanya berpendapat tentang LGBT. Pada diskusinya, Yandy mengangkat semua
ide ke permukaan dan mengajarkan bagaimana menghargai perbedaan pendapat satu
sama lain. Sutradara harus bisa melihat semua perbedaan dengan jernih dan
menghargainya.
Video iklan karya Yandy - Indonesia Itu Rumahku
Apa yang bisa kita lakukan? Yandy menawarkan 3 hal
sebagai berikut:
- Sadari dan bergerak.
- Menciptakan ruang.
- Investasi jiwa ke generasi selanjutnya.
Menurut Yandy, sekolah-sekolah sebaiknya mengajak
siswa agar bisa mengapresiasi semua kesenian. Sebab dengan mengapresiasi, bisa
membuat seseorang menghargai perbedaan dan menjadikannya “kaya”.
Nadya & Tenri DAKOCHANK - Sumber foto: fan page FB SHOWCASE |
Rizcky de Keizer - Sumber foto: fan page FB SHOWCASE |
Makassar, 13 September 2017
Selesai
Showcase diselenggarakan oleh
BaKTI, bermitra utama dengan Australian Consulate General serta mendapatkan
dukungan dari Percetakan Bintang, Dewi Wisata Tour and Travel, Hotel Remcy,
Kopi Ujung, Mama Toko Roti, Kue, dan Es Krim, dan Best Western Plus.
Silakan disimak juga tulisan
pertama:
Dan tulisan-tulisan lainnya terkait BaKTI:
- TEDx – Menyebarkan Ide Untuk Kebaikan
- TEDx – Makassar Backpacker, Lokal but Global
- Mengulas Soal Kerancuan Media Kita
- Antara Sekolah Politik Perempuan dan Geng Motor iMuT
Walaupun Showcase pertama diadakan di Makassar namun acara ini juga dapat diselenggarakan di tempat lain oleh siapa saja yang memiliki misi yang sama: menyebarkan ide-ide luar biasa ke khalayak luas. Instagram/Twitter: @showcasemks Facebook: ShowcaseBeInspired
[1]
Dakochank merupakan band indie Makassar beraliran pop jazz. Beranggotakan 6 orang, di antaranya Nadya dan Tenri. Single pertama mereka – PERNAH, dirilis
tahun 2012 dan menjadi hits lagu indie di beberapa radio di Indonesia.
[2] Rizcky
de Keizer adalah vokalis sekaligus basis grup band Rizcky and te Strangers yang
beraliran pop rock. Belakangan Rizcky tampil dengan konsep One Man Show, sebagaimana yang ditampilkannya di acara ini.
Share :
waaaah keren. great note!
ReplyDeleteMakasih Mbak Diaan
DeleteWow. Ini juga acara yang kereeeen...
ReplyDeletewuih keren yaa.... sukses buat genoilnya yaa, karena selain membantu bumi, juga masyarakat sekitar. sukses juga buat segala bentuk keseniannya. digabungin lucu kali mbak, alat musik tradisional sama yg modern2 di atas itu ^^
ReplyDeleteacara keren nih, makasih sharinya selalu memberikan pencerahan
ReplyDeleteKerennya Showcase! sukses buat pasikola, genoil dan filmnya:)
ReplyDelete