“Apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukannya”. Surat An-Nahl Ayat 61
Kisah kematian memang selalu berupa misteri datangnya. Tadi pagi ada berita duka dari
Gorontalo. Suaminya kakak sepupu (kakak sepupu ini merupakan anak dari kakak
ibu saya) – “suami dari kakak sepupu” berikutnya saya menyebutnya “kakak ipar”,
meninggal dunia tadi pagi. Kakak ipar ini sakit, sudah berkali-kali
keluar-masuk rumah sakit. Namun demikian berita kematiannya tetap saja
mengejutkan.
Dari
Gorontalo, dalam tiga bulan terakhir ini beberapa kali almarhum dirujuk ke
Makassar karena hasil pemeriksaan darahnya menunjukkan hasil yang tak bagus.
Setelah mengalami serangkaian proses observasi yang cukup memakan waktu, hingga
berakhir pada seorang ahli darah di Makassar, akhirnya diketahui penyakitnya
Anemia Aplasti. Penyakit yang kalau penderitanya merasa lemas, harus segera
transfusi trombosit atau proses transfusinya dilaksanakan secara berkala.
Kakak
ipar ini sudah pernah menjalani tindakan medis berupa pemasangan cincin di
jantungnya juga jadi proses penyembuhannya dari anemia aplasti bukanlah hal
yang sederhana. Yang jelas, saat dokter ahli darah mengizinkannya balik ke
Gorotalo hari Selasa pekan lalu, kondisinya sudah mulai membaik.
Ujian
kembali menghadang ketika secara tiba-tiba, adik almarhum meninggal dunia hari
Senin malam. Saat itu, dia dan kakak sepupu tak diberitahu oleh anaknya
mengenai berita kematian itu. Takutnya, kesehatannya bisa drop lagi. Qadarullah, namanya
berita kematian adik, mau tidak mau toh harus dia ketahui juga. Tiba di
Gorontalo pada Selasa paginya, dia masih sempat melihat jenazah adiknya.
Selang
beberapa hari kemudian, seingat saya hari Jumat lalu – kami mendapat kabar kalau
kakak ipar dilarikan ke rumah sakit pada dini hari, pukul 3. Nyeri di dada
kirinya tak tertahankan lagi. Beberapa kali saya sempat berbicara dengan kakak
sepupu melalui handphone, katanya kakak ipar mendapatkan perawatan di ICU khusus penyakit jantung
di rumah sakit setempat. Dia di sana terus sampai kisah kematian itu kami
dengar tadi pagi – dalam rentang waktu hanya sepekan dari kematian adiknya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Betapa
sedihnya ibu saya karena mengingat kebaikan almarhum. Sempat beliau bertekad
hendak berangkat ke Gorontalo bersama bapak saya dengan pesawat terbang menuju
Gorontalo terpagi hari ini (yang ternyata baru ada pukul setengah dua belas).
Namun mengingat kondisi keduanya yang sedang dalam keadaan tidak fit, niat berangkat ke Gorontalo
diurungkan. Tunggu beberapa hari lagi, setelah keduanya kontrol rutin ke
dokter. Saya dan adik-adik pun tak membolehkannya berangkat hari ini.
Belum
reda kekagetan dan kesedihan mengenai berita kematian ini, berita kematian baru
lagi datang. Anak seorang sepupu saya yang lain – sepupu ini keponakan Ibu saya juga,
meninggal dunia. Almarhum adalah seorang ayah muda yang usianya kira-kira baru
awal 30-an. “Sakit apa?” saya dengar pertanyaan itu terlontar dari mulut Ibu
ketika berbicara di telepon dengan kakak sepupu – ibu almarhum. “Tidak sakit,”
jawabnya.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.“ (Surat Ali ‘Imran Ayat 185).
Yah,
yang namanya ajal. Jangan tunda-tunda perbuatan baik. Tak ada yang bisa menolak ketika malaikat maut datang menjemput. Kisah ini
saya tuliskan hari ini sebagai pengingat buat saya dan kelak buat anak-anak
saya.
Makassar, 12 Desember 2017
Baca juga:
- Kepergian yang Mendadak
- Jangan Lagi Ada A Long – A Long Lain
- Karena Jantungmu Adalah Jantung Keluargamu
- Yang Pergi di Bulan Juni
- Selamat dari Mal Praktik
- Menangis dan Makan Bisa Berarti Meratap
Share :
Merinding, Mbak. Ajal memang tidak menunggu manusia untuk siap, dan tidak bisa dipastikan penyebabnya. Di sini juga banyak orang yang meninggal mendadak, padahal nggak sakit apa-apa.
ReplyDeleteInna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Jadi merasa bekal yang mau dibawa belum cukup banyak, ya Mbak Nisa.
DeleteKematian selalu menyisakan kesedihan untuk yang ditinggalkan...
ReplyDeleteIya, ya Dwi.
Deleteibunya Dija juga meninggal umur 30 tahun, Tante
ReplyDeleteternyata meninggal itu gak harus tua ya
yang muda juga bisa meninggal
Iya Dija. DIja jaga kesehatan, ya. Semua kita harus jaga kesehatan.
DeleteInnalillah. Namanya ajal yah kak, tidak antri berdasarkan usia.
ReplyDeleteSemoga keluarga selalu diberi ketabahan. Dan ayah ibunya kak Mugniar sehat terus yah 😇
Baca tulisan gini jadi kayak dapat siraman rohani huhuhu ðŸ˜
Kematian adalah sebuah kepastian. Bahwa yang hidup pasti akan mati. Tak ada yang kekal di dunia ini. Al-fatihah... semoga keluarga yg ditinggalkan, diberikan kesabaran.
ReplyDelete