Keluar
dari rumah, persis di perempatan saya melempar pandangan sejauh-jauhnya. Dari
keempat penjuru mata angin, tak tampak sepotong pun bentor milik Daeng Ondo.
Walau dari arah rumahnya, di sebelah utara yang hanya berjarak kurang dari 100
meter dari sini, juga tak ada bentornya terparkir. Di manakah gerangan dirimu, Daeng? Tidakkah kau tahu diriku menunggumu? 😥 Lebay! 😝
Saya pun
memutuskan meneleponnya, "Daeng, di mana ki'?"(artinya: Anda di mana)
"Ada
ma' di depan rumah," jawabnya
dari seberang sana, menyatakan sudah berada di depan rumah kami.
"Di
mana? Ada ka' depan rumah na ndak ada
ki'? weh, saya sudah berada di depan
rumah tapi tidak melihatnya dan dia mengatakan ada di depan rumah kami? Di mana
Daeng Ondo?
"Di
depan rumahnya Pak Jon," hei, kenapa dia di depan rumah Pak Jon?
"Eh,
salah jemput ki'. Saya yang telepon
ki' tadi. Saya 'ini' (menyebut identitas saya yang dikenal di daeng bentor),
anakku yang kita' antar kemarin, yang sekolahnya di es de anu (menyebut nama
sekolah si tengah)."
“Kita’ yang telepon tadi?” ya iyalah, siapa lagi, Daeng? Ucap saya dalam hati 😖
"Ooooh
saya kira dari rumahnya Pak Jon," duh
Daeng Ondo, berkali-kali sudah saya meneleponnya untuk memesan bentornya
tetapi rupanya tak pernah dia save nomor
ponsel saya. Apakah harus saya yang menyimpankan nomor saya di dalam ponselnya? 😑
Tak
lama kemudian Daeng Ondo sembari tersenyum lebar muncul mengendarai bentornya
dari arah barat, "Sama ki suara ta' dengan yang di sana."
"Aih,
kukira kita' tahu ja', Daeng ka kita' ndak tanya-tanya dari siapa. Jadi saya juga ndak bilang-bilang dari siapa,"
haha rupanya eike yang ge er, mengira
nomor HP sudah disimpan oleh si daeng. Ternyata tidak, ya.
Sebagai
pengemudi bentor on call, Daeng Ondo
banyak pelanggannya di sekitar sini karena mudah janjian dengannya melalui
ponsel. Namun sayangnya dia belum teliti menyimpan nomor ponsel para pelanggannya.
Well, mungkin suatu hari nanti saya
harus memaksanya eh memintanya untuk menyimpan nomor saya baik-baik biar tidak
salah jemput. Untungnya yang dijemput dalam kisah ini tinggalnya tak jauh dari
rumah kami. Untungnya juga, tidak ada yang mencegatnya di tengah jalan dan dia
kira yang mencegatnya itu yang meneleponnya pagi-pagi. Eh kenapa malah saya
yang berimajinasi membuat kisah lain? 😅
***
Ini mi ini kalo tukang bentor banyak
langgananna baru ndak na save ki nomor ta' padahal berkali-kali ma' telepon ki
untuk order bentorna, na sotta ki.
Artinya: Beginilah kalau tukang bentor banyak langganannya tapi tidak nge-save nomor saya padahal saya sudah
berkali-kali telepon dia untuk order bentornya sementara dia sok tahu. 😁
Makassar, 19 Februari 2018
Share :
WKHaha.. Balada Bu Jon & pa'bentor sotta =))
ReplyDeleteAhaha, apa itu judul alternatif, Mami Ery?
Deletekikikikikk.. ngakak sekaligus kangen saya bacanya.
ReplyDeleteNgakak karena tragedi salah jemput, untung segera ditelpon, kalau gak bakalan nongkrong lama tuh daeng depan rumah yang salah hahaha.
Kangen karena bahasanya, saya asli Sulawesi juga, tapi Sultra, dan familier dengan logat Makassar :)
Iyaa, untungnya ada HP,kalau tidak waah :D
DeleteWah familiar dengan logat kami, ya ... iya ya karena di Sul Tra banyak orang Sul Sel juga jadi familiar :)