Tiga
usaha saya yang sebelumnya pernah saya lakukan adalah:
1. Mengusahakan
hak saya agar bisa menerima hadiah lomba berupa laptop.
Saya
hampir saja tidak menerima laptop dengan alasan sudah dihubungi padahal tidak
pernah ada yang menghubungi saya. Berkat kawan-kawan di komunitas blogger Anging Mammiri, akhirnya saya menemukan jalur untuk
mengusahakan hak saya. Saat menghubungi mantan panitia (karena event besar yang menjadi latar belakang
lomba itu sudah berakhir, makanya pakai kata “mantan”) sudah berakhir, saya sempat mengatakan,
“Saya bukan blogger, Mbak kalau tidak
menuliskan kejadian ini. Sebagai kenangan buat saya meski saya ikhlas kalau
bukan rezeki saya.” Kayak ikhlas, ya
padahal mengancam.
Nah, cerita tentang ini bisa baca di tulisan berjudul ICT USO EXPO 2013: Katanya Saya
Memenangkan Notebook Tapi Hadiahnya Diterbangkan Angin dan Semangat Baru Pasca Kejadian Tak Enak
Itu (tahun 2013).
Hasilnya? Banyak kawan blogger yang
membantu blow up kejadian ini dengan
cara berkomentar di post saya dan
dengan me-retweet kicauan saya kepada
akun instansi penyelenggara event besar
itu. Alhamdulillah hadiah notebook akhirnya saya terima dengan selamat selang
beberapa hari kemudian.
2. Menyarankan
seorang artis top agar menyuguhkan tayangan yang lebih baik lagi.
Protes saya berupa tulisan, tweet, dan aduan ke website KPI itu saya buat terkait dengan
tayangan untuk anak yang dibintangi anak si selebritas itu tidak pantas
ditonton anak-anak. Sayangnya tayangannya disajikan pada waktu tayang anak-anak
dan memang ditujukan buat anak-anak. Awalnya ingin mendiamkan namun karena
gemas, dan waktu untuk menulis ada maka jadilah tulisan protes saya.
Anda bisa membacanya di tulisan berjudul Mengumbar Rahasia Pribadi Seseorang
di Televisi dalam Siaran Langsung Adalah BULLY! dan Menjadi Nyamuk yang Mengganggu
Monster Raksasa (tahun 2014). Hasilnya? Saya di-follow
akun Twitter sang selebritas dan diajak berdiskusi via direct message. Saya jelaskan bahwa rating tinggi bukan berarti kemauan seluruh masyarakat Indonesia.
Yang eneg macam saya banyak, makanya
mereka tidak mau nonton. Tapi diskusinya baik-baik dan hasilnya pun baik-baik.
Setelah itu, setahu saya tidak ada lagi tayangan serupa itu muncul di media.
3. Protes kepada
penyelenggara infotainment yang sensasional.
Waktu itu saya nge-tweet
sebuah akun milik rumah produksi infotainment
yang tayang di sebuah stasiun televisi swasta karena tayangan yang tidak
semestinya. Saat itu kebetulan saya menemukan channel tivi yang menyajikan informasi terkait aksi bunuh diri live seorang bapak di akun pribadi
Facebook-nya. Namun sayangnya, infotainment
sangat menyoroti istri almarhum. Saya menangkap kesan, narasi infotainment dibuat seperti hendak
menggiring opini penontonnya untuk menyalahkan si istri karena sebelum bunuh
diri, almarhum diketahui bertengkar dengan istrinya. Sudah begitu, wajah si
istri diekspos berkali-kali pula tanpa ditutupi sama sekali. Tega sekali.
Almarhum kan punya anak, tidakkah yang membuat acara berpikir bagaimana
perasaan si anak jika sekitarnya mencercanya akibat tayangan itu? Tidakkah
merasa bersalah seenaknya mengekspos istri si bapak yang tidak ada di tempat
kejadian saat maut menjemput suaminya?
Saat itu kicauan saya disambut beberapa kawan. Saya mention rumah produksi sekaligus dengan
stasiun televisinya. Saya tak mengetahui apakah ada dampak dari usaha saya dan
saya pun tak mengukur dampaknya. Yang jelas saya sudah berusaha melakukan
sesuatu, ketimbang diam.
Ketiga hal itu cerita usaha saya merusuh di media sosial. Pernah pula saya melaporkan kepada orang media perihal tayangan tak
elok di medianya. Kali itu saya tak mau meributkan di media sosial karena saya
punya beberapa kawan yang bekerja di dalam media tersebut jadi saya
menyampaikannya saja langsung. Saya pikir cukup dengan demikian saja, maksudnya
dengan menyampaikan secara pribadi saja.
Saat itu sebuah stasiun televisi lokal meliput kasus
kekerasan seksual pada anak di sebuah sekolah dasar. Apesnya, papan nama
sekolah jelas terpampang di layar kaca. Begitu pun ruang kelasnya, dengan
tulisan nama kelas di atas pintu masuk. Bahkan sampai meja si anak. Memang nama
si anak tak disebutkan tetapi dengan memperlihatkan papan nama sekolah dan
kelas si anak, lambat-laun identitasnya akan terungkap juga. Lantas setelah
terungkap, apakah si stasiun tivi yang menanggung rasa malunya?
Saat saya menyampaikan kepada teman, dia menyarankan
saya untuk mengirimkan email resmi ke medianya. Saat itu karena banyak hal,
saya akhirnya terlupa mengirimkan email. Sempat juga terpikir, kenapa saya
harus mengirimkan email, ya, kan tinggal membicarakannya dengan rekan-rekan
kerjanya saja. Tapi setelah saya pikir-pikir kembali, seharusnya memang seperti
itu, ya. Biar jadi “pengaduan resmi”, agar lebih diperhatikan oleh media yang
bersangkutan.
Pemberitaan/penulisan isu anak, ada yang harus diperhatikan. Gambar dari Panduan Jurnalis dalam Meliput Isu Anak. Jika berminat ebook tentang ini, simak sampai habis, ya. |
Jangan seenaknya meliput/menulis isu anak. Gambar berasal dari ebook Panduan Jurnalis dalam Meliput Isu Anak. Jika berminat ebook tentang ini, ada caranya di bagian akhir, ya. |
Makassar, 20 Februari 2018
Catatan:
Oya, kalau mau, saya bisa kirimkan via email ebook
gratis Buku Panduan
Jurnalis Berperspektif Perempuan dan Anak dan Panduan Jurnalis dalam Meliput Isu
Anak yang diterbitkan oleh BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia),
dan AJI Makassar, bekerja sama dengan Konsulat Jenderal Australia agar kita
bisa lebih paham bagaimana seharusnya penulisan isu anak dan perempuan itu
(terlebih yang terkait dengan kasus kekerasan). Salah satu manfaatnya adalah
kita bisa ikut dalam melakukan perubahan meski kecil melalui jemari kita. Jika
berminat, silakan tuliskan alamat email Anda di kotak komentar di bawah ini.
Share :
sepakat bu, menulis untuk perubahan merupakan tujuan mulia. yang bertujuan merubah policy dari perushaaan media atau apapun.
ReplyDeleteToss Mas Afrizal :)
DeleteItu sih merusuh yang positif, Mbak. :D Dan sangat bagus. Toh, itu uga untuk ke depan yang lebih baik. Masalah tayangan di televisi, banyak juga yang aku nggak setuju.
ReplyDeleteUntuk tujuan positif, disampaikan secara baik-baik, kenapa tidak, ya Mbak Nisa.
DeleteMenurutku, yang dilakukan Mbak Mugniar ini sangat keren. :D
ReplyDeleteToss, Mbak Esti :)
DeleteMau ebook grtisnya dong mbak.. Keren ih, alhamdulillah laptop mendarat dg selamat.. Brrti masih reziki :)
ReplyDeleteBerani dan sangat menginspirasi. Merusuh di dunia maya itu tidak gampang harus berani dan siap dirusuh juga. Teruslah kritisi segala hal yang tidak mendidik masyarakat, karena tidak semua orang bisa melakukannya.
ReplyDeleteTetap semangat merusuh kak.. ehh.. Semoga menginspirasi ya..
ReplyDeleteKak Niar kereeen, masyaAllah. Salah satu contoh nyata penggunaan medsos untuk hal yang baik ya, Kak.
ReplyDeleteDan untuk aduan/teguran macam ini, memang paling efektif lewat medsos, utamanya Twitter yang biasanya ditanggapi dengan cepat.
semangat terus untuk menulis seperti itu mbak agar ada perubahan yang berarti
ReplyDeleteItulah hebatanya kini media sosial, punya kekuatan. Hal yang tidak terbayangkan sebelumnya.
ReplyDeletePergunakan dengan bijak agar bisa bermanfaat.
Wow, Bunda keren sekali. Bagi saya hal seperti ini ibarat uji nyali, dan saya belum punya nyali. Tapi saya selalu kagum, salut dan mmensupport blogger yang peduli dengan hal seperti ini. Lanjutkan, Bund.
ReplyDeletekak Niar memang keren...
ReplyDeletelanjutkannnn hehehe biar dunia tak bisa macam2 lagi sama blogger
eh
hehehehe
Setuju! Menulis untuk perubahan yang jauh lebih baik, tentu adalah hal positif yang seharusnya mendapat apresiasi, bukan malah mengebirinya. Semoga dapat menginspirasi blogger-blogger maupun penulis lainnya untuk bersikap lebih kritis lagi, apalagi menyangkut masa depan bangsa (anak-anak).
ReplyDeleteSalam kenal dari blogger Ndeso mba.
mantap kak!
ReplyDeletememang kita harus berjuang terus, walaupun kesannya sendirian tapi lama-lama pasti akan diperhatikan dan mungkin akan menarik perhatian banyak orang.
kalau saya selama ini banyak rusuh di grup WhatsApp
utamanya melawan berita hoax atau kadang foto dan candaan seksis, padahal grup itu punya banyak anggota yg beragam, termasuk ibu-ibu.
yaa risikonya kadang dituding lebay, dibilang: ngapa moe, nda bisanya bercanda
tapi bagaimana ya? sesuatu yang awalnya dianggap bercanda, lama-lama kan bisa jadi kebiasaan. saya memang nda bagus2 amatlah, masih banyak kesalahan tapi ya sekarang berusaha memperbaiki diri.