Tanggal
7 April lalu, saya bersama teman-teman blogger
Makassar menghadiri acara yang berlangsung di Mal Phipo. Prediksi saya
meleset. Yang mulanya saya pikir bisa pulang cepat karena jadwal tertera pukul
2 siang ternyata tak kejadian. Film baru diputar pukul 4 lewat di Cinemaxx,
usai meet and greet di atrium. Saat
saya hadir di lokasi sebelum pukul 2 siang, kursi belum terisi separuhnya. Baru
sedikit sekali orang yang hadir. Entah berapa kali sudah saya menguap menahan
kantuk sebab sehari-harinya saya tak terbiasa duduk bengong dan hanya memegang HP seperti ini. “Andai berangkatnya telat, saya masih bisa menyelesaikan satu tulisan,” saya bermonolog.
Syukurnya,
seperti yang sudah saya tulis di atas, film ini sukses membuat saya bisa
menikmatinya. Akan saya sarikan di sini untuk Anda yang membaca blog ini, apa
saja keistimewaan yang saya lihat dari film Halo Makassar besutan sutradara Ihdar Nur serta produser Amril Nuryan dan Andi Ashari Aranniri ini:
1. Makassar sekali.
Ada
perasaan senang saat menonton tayangan yang menampilkan kekhasan daerah
sendiri. Sejak kecil saya kenyang sekali dengan tayangan dari pusat. Padahal
banyak hal yang menarik di daerah sendiri, termasuk logat khasnya bahkan kreativitas
para sineasnya. Selama 5 tahun terakhir ini, sudah ada beberapa film layar
lebar yang menampilkan kekhasan Makassar dan Sulawesi Selatan. Sebut saja film 1 Cinta di Bira, Uang Panai’, dan Athirah. Namun tetap saja saya merasa senang
menjumpai kekhasan Makassar dalam film Halo Makassar.
Menariknya, biarpun bukan orang Makassar, Anda bisa menikmati film ini karena ada bantuan teks berbahasa Indonesia. Lagi pull hanya logatnya saja koq yang Makassar, bahasanya masih menggunakan bahasa Indonesia jadi pada dasarnya tidaklah sulit dimengerti.
Menariknya, biarpun bukan orang Makassar, Anda bisa menikmati film ini karena ada bantuan teks berbahasa Indonesia. Lagi pull hanya logatnya saja koq yang Makassar, bahasanya masih menggunakan bahasa Indonesia jadi pada dasarnya tidaklah sulit dimengerti.
Ah,
ya dan ada hal menarik lainnya di film ini, yaitu scene yang menggambarkan pertandingan PSM – klub sepak bola
kebanggan Makassar dan traveling Diat
ke Lakkang. Lakkang adalah kelurahan dan pulau di Kecamatan Tallo, Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Lakkang berada di delta sungai Tallo dan
Pampang dan terbentuk sebagai akibat sedimentasi sungai selama ratusan tahun
(Wikipedia). Untuk mengunjungi Lakkang, harus menggunakan rakit.
2. Akting keren.
Walau
baru pertama kali main film, Anggu Batary dan Rizaf Ahdiat mampu bermain apik.
Anggu terlihat natural dengan logat khas Makassarnya sepanjang film.
Karakternya sombere’ (supel) – yang
diakui Anggu sesuai aslinya. Dia berperan sebagai operator taksi yang anti mainstream dalam bernarasi saat
tengah bekerja. Kalian tak akan pernah mendengar ada operator taksi yang
mengucapkan kalimat seperti: “Bapak-bapak sopir tersayang …” kecuali di film
ini.
Teaser film Halo Makassar
Diat,
pada awalnya merupakan sosok yang menyebalkandi mata saya. Entah karakternya
dingin atau cool, atau tak tahu tata krama,
atau perpaduan semuanya. Namun sesungguhnya dia sosok yang penyayang –
tergambar saat menyelimuti Kanza yang tertidur di ruang tamu, gadis kecil di
rumah Bunda, tempat Diat bekerja untuk sementara selama berada di Makassar.
Diat yang terlihat seperti “batu” ternyata bisa luluh dengan suara dan gaya
bertutur Anggu yang didengarnya beberapa kali saat menumpang taksi. “Aku jadi
senyum-senyum nggak jelas gitu dengar suara kamu,” akunya kepada
Anggu saat dicecar pertanyaan oleh Anggu yang mendapati suaranya direkam Diat
di recorder milik Diat.
Mengakui
berlogat Jakarta sebagai bagian tersulit dalam aktingnya, Diat berhasil
membawakan logat Jakarta. Yeah, mungkin tak terlalu sulit menirunya ya karena
di mana-mana kita mendapat tayangan yang menggunakan logat ibu kota. Sosoknya
sebagai musisi yang dikontrak dari Jakarta tampak seolah-olah orang Jakarta
asli. Dia bisa mengucapkan istilah seperti yaelah,
jigong, nggak, dan sebagainya dengan pas.
Chemistry antara Diat dan Anggu terlihat bagus.
Triknya aneh juga, mereka justru tidak dipertemukan sebelumnya “supaya chemistry-nya dapat”. Perkiraan saya,
agar chemistry-nya dapat, seharusnya
pasangan akting dipertemukan lebih dulu dan dibiasakan saling mengobrol.
Ternyata tidak perlu demikian juga.
Ihdar Nur dan Amril Nuryan |
Yang kurang adalah chemistry antara Bunda yang ternyata kakak Anggu dengan Anggu. Chemistry-nya kurang dapat. Padahal seharusnya chemistry antara kakak-beradik jauh lebih kuat dibandingkan chemistry karena cinta semata. Soalnya si kakak kalau mengobrol dengan Anggu menggunakan logat campuran, antara logat Makassar dan Jakarta. Menjelang pertengahan ke akhir film baru Bunda penuh menggunakan logat Makassar saat berbincang dengan Anggu padahal kan ceritanya mereka bersaudara. Sama saudara sendiri, kalau sesama orang Makassar, ngapain juga berlogat Jakarta, yekan?
3. Konflik, detail, dan dinamika alur ceritanya mantap.
Saya
suka bagian-bagian saat konflik bermunculan. Kaitan satu sama lain tertata rapi,
tidak ada kesan dipaksakan. Mengalir begitu saja seperti kehidupan yang
sesungguhnya. Ketika konflik dibuat menuju klimaks yang dimulai dengan adegan
Mellong dimarahi istrinya saat membawa Anggu sebagai penumpangnya. Adegan itu
menjadi alasan mengapa recorder yang
tertinggal di taksi yang dikendarai Mellong sulit dicari. Dari situ konflik
demi konflik bermunculan. Diat menjadi baper
dan labil hingga pekerjaan yang menjadi alasan utamanya ke Makassar
terbengkalai. Anggu menjadi stres dan ketakutan karena merasa diteror oleh sang
pemilik recorder. Namun tak dapat
ditampik pada keduanya timbul rasa yang berbeda.
Diat, Anggu dan MC (Erik) |
Bimbi dan Mellong berkali-kali muncul di antara problema Diat dan Anggu. Tumming dan Abu berhasil menjadi konsultan komedi dalam film ini. Keduanya – walau tampil sebentar saja, juga Bimbi dan Mellong, serta Mace pemilik warung berhasil menghidupkan film ini. Sosok Mace pemilik warung diperankan oleh Rugaiya Ibrahim yang juga tampil di film Uang Panai. Rugaiya Ibrahim ini dikenal juga sebagai ibu Tumming – Abu. Di film ini, ada peningkatan dalam kualitas aktingnya.
Tumming
dan Abu tampil sebagai cameo. Mereka muncul sebagai sosok penyebab blunder di dalam taksi yang dikendarai
Mellong hingga menyebabkan Diat kehilangan recorder-nya.
“Cabut ki remnya, Pak. Cabut ki remnya hahaha,” adalah dialog gokil dalam scene ini yang masih bisa membuat saya tersenyum-senyum sendiri
mengingatnya saat menuliskan ini.
Bintang
cilik Kanza yang muncul dengan sapaan khas sendiri kepada Diat dan Anggu
menjadi satu point perhatian, mengapa
saya katakan film ini detail. Kanza menyapa Anggu dengan “Tante Gingsul”
(karena gigi gingsulnya) dan Diat dengan “Om Inyol” (karena rambutnya yang
keriting habis). Oya, kalau di Makassar, rambut seperti milik Diat itu memang
dijuluki INYOL alias KERITING KONYOL. Kelihatannya remeh, ya. Tapi sampai bisa
membuatnya menjadi bagian dari film ini, saya ucapkan SALUTE. Perintilan remeh-temeh seperti itu memang perlu untuk
memperkaya sebuah film.
Para pemain film Halo Makassar |
We are bloggers |
Meskipun demikian, saya mencatat 2 catatan kecil dari rentetan alur cerita film ini:
- Saya agak terganggu ketika Bunda meninggalkan Kanza untuk sementara pada Diat. Mengapa saya agak terganggu? Karena sebagai ibu, dalam kehidupan nyata saya tak akan melakukan hal tersebut – menitipkan anak saya kepada orang yang baru dikenal yang saya tidak ketahui benar asal-usulnya. Diat kan hanya untuk urusan pekerjaan saja berada di rumah Bunda? Itu pun hanya sementara. Mengapa pula Bunda berani-beraninya menitipkan Kanza pada Diat? You know, lah. Di jaman now, kita harus ekstra waspada khususnya dalam menjaga anak kita. Bukan begitu, ibu-ibu?
- Ada adegan Diat membuatkan Anggu lagu – mudah-mudahan saya tidak salah tangkap. Begitu pentingnya lagu itu saat dibuat oleh Diat hingga dia melupakan pekerjaannya namun saya tidak menemukan dengan jelas lagu yang mana itu. Adakah saya melewatkannya dalam tayangan film, ya? Soalnya yang membekas hanyalah kesibukan Diat dalam mengutak-atik perlengkapannya saja. Yang sudah nonton, bantu ingatkan saya, ya?
Silakan baca komentar pak produser (Pak Amril Nuryan di bawah). Jadi, para penonton bisa menyimak "karya" Diat saat credit title. Saat Gala Premiere tempo hari kami tak menyaksikannya karena bagian itu di-mute.
Official trailer film Halo Makassar
Fiuh, sudah terlalu panjang bahasan saya, bisa-bisa menjadi spoiler, haha. Yang jelas dua catatan kecil hanyalah butiran debu dibandingkan keistimewaan film Halo Makassar. Saya sudahi saja, yah komentar saya. Akhir kata, film yang diperuntukkan bagi 13 tahun ke atas ini layak menjadi tontonan Anda di bulan April ini. Catat tanggal mainnya, ya: mulai 12 April ini di Cinemaxx.
Makassar, 8 April 2018
Simak juga:
- Dilemadalam 1 Cinta di Bira
- 4 PesanPenting di Antara Haha Hihi Uang Panai’
- PesanAthirah untuk Para Lelaki
Share :
Kakak logat kalo bicara ke adek, wakwkak.. Kalo nanti saya logat juga ke adekku, kira-kira apa yang terjadi ya? Hahah..
ReplyDeleteJangan mi bereksperimen Mami Ery :)))
Deletekebetulan sy jg hadir di gala premiernya. bantu mengingatkan yaaa.. klu tdk salah. lagunya yg diat buatkan utk anggu, sama dgn ost film ini yg "aku rindu semua tentang mu... suara ... bla bla" nah sdng kan project diat, hasil kerjanya itu di tampilkan di ending film.
ReplyDeleteIya, sayangnya penonton gala premiere tidak sempat lihat endingnya dengan baik, ya 😊
DeleteHahahahaha kak niar reviewnya kerennn , terimakasih sudah support film karya anak makassar. Sayangnya nda bisa hadir di gala premiere nd sempat ketemu mi sama mam blogger kesayanganss
ReplyDeleteHalo ibu art director. Iya yah sayangnya Kita ndak ketemu. Sukses terus film Makassar 😘
DeleteSepertinya bagian Diat bikin lagu untuk Anggu itu memang tidak jadi fokus film ini, dan alangkah bagusnya seandainya scene itu jadi tangga terciptanya sekuel film ini kalau sukses nantinya. Hehe
ReplyDeleteUsul yang bagus, Firmsn. Moga ada Tim film yg baca
DeleteAmiin, makasih doanya... semoga karya ini bisa diapresiasi penonton dan bisa lanjut ke sequel berikutnya...
ReplyDeleteLagu untuk anggu sudah dimainkan saat Diat bermain piano menciptakan lagu, dan itu jg yang menjadi lagu soundtrack "dimana kamu",.... sementara lagu yang menjadi project diat, seharusnya dimainkan pada ending film yang sayangnya di "mute" pihak bioskop karena ada ucapan terima kasih dari talent..
Wuah isyarat rencana sekuel berikutnya ini ya Pak Produser?
DeleteOoh itu mi saya tidak dengar yah. Tapi waktu main piano pun tdk jelas dia mainkan apa.
Jadi mauka nonton..baca reviewnya..
ReplyDeleteAyo nonton
DeleteSaya kebetulan datang pas gala Premiere nya... karena salah satu cast nya adalah kakak ipar saya 😁😁😁, dari awal saya ga expect bakal kaya apa filmnya. Sebagai orang sunda yg baru tinggal di Makassar sekitar 1 tahunan jujur saya excited sekali dengan film ini... saya suka dengan joke2 khas makassar dengan logatnya. Menurut pandangan saya sebagai penikmat film, ada beberapa poin2 yg bisa saya ulas
ReplyDelete1. Ceritanya ringan dan mudah dicerna khalayak ramai dengan dibumbui komedi khas makassar membuat film ini recommended untuk ditonton
2. Pemilihan karakter yg pas... masing2 punya karakter yg kuat dan menopang satu sama lain sehingga penonton disuguhi tontonan yg "komplit"
3. Pemilihan soundtrack lagu "Dimana Kamu" saya rasa menjadi poin penting dalam film ini, lagunya catchy baik lirik dan nadanya... (apalagi intronya, saya suka sekali)
Saran :
Mungkin jika pemilihan setting film ini bisa lebih diexplore lagi... misalnya spot2 yg menjadi ciri khas Makassar lebih ditonjolkan maka akan membuat film ini lebih menggigit.
Untuk keseluruhan film ini saya kasih rating 7/10 , recommended movie
Wow ulasan yang bagus Kang Dicky. Ikit senang Anda bisa menikmati filmnya.
DeleteKakak iparnya yang mana, ya?
baca reviewnya Mba NIar, kersa banget kualitas film Halo Makassar ini. Kebayang latar pemandangannya yang kental dengan Makassar tentunya ya Mbak.
ReplyDeleteIya Mbak Rie. Recommended, Mbak 😊
DeleteHarusnya chemistry kakak adik memang lebih kuat ya mbak.
ReplyDeleteIya Mbak.
DeleteKeren nih Halo Makassar, bisa mengangkat Makassar dan kebudayaannya.
ReplyDeleteSudah nonton, Mbak? Filmnya mudah dimengerti untuk orang luar Makassar :)
DeleteSaya orang Makassar, tapi belum pernah nonton filmnya kak, dipertanyakan ka memang di?hehe. Tapi karena baca reviewnya kak Niar, saya akan menontonnya malam ini hehe
ReplyDelete