Materi
berjudul Gaet Perhatian Siswa dengan Metode Pembelajaran yang Menyenangkan itu dibawakan oleh Yusmira – guru SDN Paccinang. Sudah cukup lama saya mengenalnya
dan dari banyak perbincangan saya menyimpulkan Yus – begitu saya biasa menyapa
perempuan berijazah S2 ini adalah guru yang sangat mencintai pekerjaannya.
Tak Ada Metode
yang Paling Tepat, Kreatiflah Memilih Metode
“Tidak
ada metode yang paling tepat dalam mengajar karena tergantung pada kesiapan
guru dan kesiapan siswa,” Yus mengatakan hal ini mengawali presentasinya.
Yus
memberi contoh kasus siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari pembagian
bersusun. Di jaman old, banyak guru
yang melakukan setrap (strap) pada
siswanya. Bagaimana di jaman now? Di
zaman sekarang, guru harus lebih kreatif, misalnya dengan memberikan metode
yang mendukung pembelajaran kinestetik atau auditori.
K13
membuat guru dituntut untuk belajar
mandiri. Yus mulai
mempelajari K13 sejak tahun 2013. Lebih banyak belajar otodidak dengan
“bertanya pada Google”. Google bagaikan kawan karib Yus. Langkah-langkah yang
kemudian diambil Yus, tak lepas dari pendekatan ilmiah dalam pembelajaran: observing (mengamati), questioning (menanya), associating (menalar), experimenting (mencoba), dan networking (membentuk jejaring).
Kenali Gaya
Belajar Siswa
Selain
belajar mandiri, menurut Yus guru juga dituntut untuk mengenali gaya belajar siswanya per individu. Misalnya, nih anak
yang sangat aktif dan suka memukul itu
tergolong anak kinestetik. Anak ranking 1,
menurut pengamatan Yus merupakan anak auditory
sementara anak yang prestasi belajarnya sedang-sedang itu gabungan dari
visual dan kinestetik. “Jangan salahkan siswanya kalau gaya belajarnya (yang
cocok) kinestetik,” ujar Yus. Untuk anak taman kanak-kanak, biasanya mereka
masih lebih cocok dengan gaya belajar kinestetik maka ajarlah anak dengan
metode bermain atau memakai video. Frekuensi bermainnya sesuaikan dengan
karakter belajar dan tujuan pembelajaran.
Role playing |
Untuk
siswa sekolah dasar yang memiliki gaya belajar visual, gunakan layar film, komedi,
buku, atau berilustrasi. Untuk yang gaya
belajarnya auditori, gunakan metode dari kata-katanya sendiri, pidato, putar
rekaman, atau biarkan jelaskan materi kepada orang lain. Sedangkan untuk anak
kinestetik cocoknya menggunakan metode yang bergerak, lakukan gerakan
mencocokkan, buat model, atau mind
mapping.
Harapan Sebuah
Pembelajaran di Kelas
Metode
mencatat bisa digunakan namun jika siswa bosan, cobalah cara bagaimana agar
mencatat itu lebih menyenangkan. Karena mencatat penting juga sebenarnya. Coba
gunakan metode mind mapping agar
kegunaan mencatat sebagai cara untuk “menyimpan materi” supaya lebih mudah
diingat/dipanggil kembali (oleh ingatan) saat evaluasi.
Yus
mengajak para peserta untuk berlatih membuat metode mengajar yang menarik
dengan memberikan bidang studi dan contoh topiknya. Para peserta bisa memilih
dari aneka metode seperti eksperimen, diskusi, debat, karya wisata, bermain
peran, ceramah plus, metode global, drill,
inquiry, metode resitasi, metode bagian, metode discovery, dan sebagainya. Para peserta diharapkan berkreasi dan
menyebutkan alasannya memilih metode tersebut.
Bagaimana dengan dua metode ini yang masih sering digunakan hingga saat ini? CPTT (Ceramah Tambah Tanya-Jawab dan Tugas) dan CPDL (Ceramah Tambah Demonstrasi dan Latihan)? Tidak masalah, menurut Yus. Hanya saja buatlah kedua metode itu menjadi lebih menyenangkan. Bagaimana caranya? Misalnya tugas atau latihannya dibuat dalam bentuk make a match, yang mana soal didesain supaya anak bisa menghubung-hubungkan hal-hal yang berpasangan.
Guru-guru
pun biasa menggunakan metode resitasi,
yaitu anak-anak diminta membaca dan membuat resume sendiri. Bagi anak yang
kemampuan auditorinya bagus mungkin tak masalah tapi berbeda dengan anak lain
yang gaya belajarnya lebih ke visual. Nah, guru bisa menggunakan metode lain,
semisal membuat komik. Membuat resume kan tidak harus
dalam bentuk tulisan, toh?
Yus
memperlihatkan contoh resume dalam bentuk komik yang dibuat siswa-siswinya. Ada
salah seorang siswanya yang baru terlihat jelas bakat menggambarnya setelah
diberi tugas membuat komik. Untuk anak seperti ini, Yus kemudia memotivasinya
untuk kelak lebih banyak belajar membuat animasi, dengan komputer misalnya.
Bagaimana jika kemampuan seorang anak kalah jauh dengan teman-temannya? Tak
mengapa bagi Yus. Dia menilai kemampuan unik si anak. Sebuah kemajuan berarti
jika ada yang semua tak bisa dilakukannya lalu kemudian bisa dilakukannya. Atau
dinilai saja usahanya. Usaha keras pun patut mendapatkan apresiasi.
Metode
resitasi bukan hanya mencatat dan
membuat komik. Ada cara-cara lain, semisal membuat peta pikiran atau tabel. Guru harus pandai mencoba semua metode yang mungkin. Mengapa? “Karena kalau tak pakai
semua metode, kita tidak bisa ‘meraba’ kemampuan semua siswa,” papar Yus.
Contoh
lain yang dipaparkan Yus adalah dengan mengganti tokoh dalam bacaan menjadi
nama-nama yang akrab dengan para siswa. Misalnya saja tokoh Korea atau anime
Jepang yang mereka tahu melalui tontonan. Yus belajar banyak, bukan hanya
terkait metode melainkan juga mengenai kesukaan siswa-siswi SD jaman now. Bisa juga diganti dengan film
yang mereka sukai.
Di
akhir kelas saya berbincang dengan Yus mengenai Kurikulum 2013. Dari
penjelasannya, saya paham kalau kurikulum baru ini sebenarnya memberi ruang
yang sangat lapang bagi para guru untuk berkreasi. Yus membenarkan. Sayangnya,
masih banyak guru yang tidak bisa menerjemahkannya apalagi memberikan metode
pembelajaran yang menarik bagi para siswanya. Bukan berarti semua guru tak
bisa, saya tak mengatakan itu. Tapi kita bisa lihat di lapangan, mana guru yang
mampu berkreasi dan mengajar dengan hati dan mana yang terpaku pada masa lalu,
ketika dia diajar dahulu. Well, kembali kepada ibu dan bapak guru, ingin menggaet perhatian siswa dengan metode yang menyenangkan atau tidak?
Makassar, 19 Mei 2018
Keterangan: foto pertama dan kedua berasal dari A. Bunga Tongeng.
Gambar yang tengah dari Pixabay.com
Baca juga dua tulisan sebelumnya mengenai Festival Hardiknas 2018:
Share :
Luar biasa kak niar menulis...exelent..
ReplyDeleteKur 13 memang membuat kami mau nggak mau untuk kreatif. Mencari cara bagaimana agar pembelajaran bisa tersampaikan dengan menarik.
ReplyDeleteBaca tulisan Mbak ini saya jadi makin tergugah dan siap untuk action di tahun ajaran baru nanti.
gaya belajar dg visual jd favorit.. selain membuat tertarik, jg gampang mengingatnya.. menurut pribadi sii
ReplyDelete