Saat
tiba di lokasi, lantai satu museum – dari bagian depan hingga dekat tangga
menjadi ruang pamer karya para perupa perempuan dari komunitas perupa perempuan.
Aneka karya dipajang di sana, hasil dari merangkai bunga, membatik, cetak
logam, melukis, makrame, dan sebagainya. Di Ruang Audio Visual sedang
menayangkan film Kartini yang dibintangi oleh Dian Sastro Wardoyo. Penontonnya
adalah anak-anak TK dan guru mereka. Anak-anak TK ini – pada hari yang sama
mengikuti lomba mewarnai yang juga diselenggarakan di museum.
Ada
yang berbeda dengan museum kota saat itu, dibandingkan dengan saat terakhir saya
ke sana. Sekarang sudah lebih bersih dan adem karena adanya pendingin ruangan.
Suasanya museum terasa lebih bersahabat sekarang ini, ditambah dengan aneka rupa
karya yang dipamerkan khusus untuk memperingati Hari Kartini.
Pembacaan
surat-surat Kartini berlangsung di Ruang Sidang di lantai 3. Saat saya dan Abby
tiba di ruangan itu, ruangan masih gelap dan terlihat seram. Namun saat sudah
masuk ke dalamnya, lampu dinyalakan, dan sudah mulai banyak hadirin di sana,
suasana seram tidak terasa lagi. Berganti dengan perasaan nyaman dan adem.
Ruang Audio Visual di Museum Kota Makassar |
Pameran di lantai 1 Museum Kota Makassar pada 30 April 2018
Kegiatan
ini merupakan kegiatan komunitas perempuan yang ingin mengangkat potensi
perempuan agar bisa menginspirasi masyarakat. Dengan adanya kegiatan ini pula
masyarakat bisa melihat museum kota yang sudah mengalami revitalisasi beserta
ruang-ruang pertemuan yang bisa digunakan.
Semua
meja dan kursi di dalam Ruang Sidang yang merupakan cikal-bakal ruang DPR pada
tahun 1950-an itu besar dan berat. Untuk menggeser-geser kursi yang saya duduki
saja, butuh segenap kekuatan jiwa dan raga (lebay
mode on 😆). Di sebelah ruang sidang ada sebuah ruangan yang dulu menjadi
ruang kerja wali kota. Di sebelah kirinya ada ruangan yang dulu menjadi Ruang
Pola. Ruang Pola ini, fungsinya sekarang sudah berubah. Saat peringatan Hari
Kartini berlangsung, ruangan itu menjadi ruang pamer temporer yang menyajikan
karya-karya para perempuan perupa di Sulawesi Selatan. Di mata saya semuanya
keren. Eksotis. Saya menikmatinya.
Beberapa karya seni yang dipamerkan di Ruang Pamer Temporer, lantai 2
Museum Kota Makassar pada 30 April 2018
Panitia
meminta kami memilih surat yang ingin kami baca. Surat-surat Kartini telah
diketik, di-print rapi, dan
ditempelkan di atas karton tebal. Saya memilih surat yang ditujukan Kartini
kepada Estelle Zeehandelar, tertanggal 11 Oktober 1901. Saya menyukai surat itu
karena berisi perasaan Kartini mengenai nilai sebuah tulisan baginya. “Cocok, nih
buat saya,” pikir saya.
Usai Sekretaris
Dinas Kebudayaan memberikan kata sambutan, disusul Dra. Nurul Chamisany (Ibu Nunu) – Kepala Museum Kota Makassar, satu per satu perempuan naik ke podium
membacakan surat-surat yang sudah disiapkan oleh panitia. Dimulai dari Dr. Nani
Iriani Jufri – salah seorang tokoh perempuan di bidang medis, lalu Ibu Nunu, MC
memanggil satu per satu nama yang ada di daftarnya.
Para
pembaca surat-surat Kartini ketika itu berasal dari berbagai kalangan. Kebanyakan
berlatar belakang pegawai pemerintah dari berbagai instansi – terlihat dari
baju seragam yang mereka kenakan. Ada guru, staf di Dinas Pariwisata, staf
Perpustakaan Kota, dan staf Museum Kota. Ada yang berasal dari Enrekang, Takalar,
Gowa, dan kebanyakan dari Makassar.
Usai
pembacaan surat-surat Kartini, Ibu Nunu mengajak kami berbincang santai sembari
menikmati teh hangat yang nikmat. Beliau menceritakan mengenai revitalisasi
gedung Museum Kota dan harapannya agar masyarakat bisa “bercerita dengan masa
lalu” di sini karena museum yang sekarang sudah lebih terbuka dan dikondisikan
lebih bersahabat.
Museum Kota Makassar, dari lantai 3 ke lantai 2 |
Sebagian peserta |
Hari itu adalah hari yang menyenangkan bagi saya karena jejaring pertemanan baru terbentuk lagi. Menyenangkan bisa mengenal banyak orang kreatif dan open minded di Museum Kota. Semoga bisa bertemu mereka di kegiatan lain lagi.
Makassar, 26 Mei 2018
Special thank to dearest Anna Asriani yang sudah mengusulkan
saya untuk terlibat dalam kegiatan ini sebagai salah seorang pembaca surat.
Share :
Semua peserta khusus kartini kah? wah saya yang jadi lelaki merasa gimana gitu.
ReplyDeleteGimana gitu? Ndak jadi kepengen operasi ganti kelamin, kan?
DeleteSemua tentang kaum Kartini ini...bagus bagus...hehehe
ReplyDeleteJadi pengen ikutan, tapi ya sudahlah hehe
ReplyDeleteKeren ya, museum juga dijadikan tempat berkegiatan yang positif begini sehingga nggak jadi ruang yang hanya tempat menyimpan benda-benda. Trus anak-anak juga bagus klo diajak ke museum, biar mengenal sejarah bangsa dan jadi cinta sama negaranya.
ReplyDelete