UNM yang Kekinian
Seminar
itu diselenggarakan di Ruang Teater Menara Pinisi, Universitas Negeri Makassar
(UNM). Selain topik materi yang memuat kata “anti hoax”, yang membuat saya penasaran adalah perkataan Ibu Dr. Chitra Rosalyn – dosen FIP UNM yang
mengatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini murni dilakukan oleh mahasiswa.
Dan seminar ini merupakan acara puncak dari rangkaian kegiatan Edu Fair Teknologi
Pendidikan 2018. Wow. Saya suka
mendatangi kegiatan seperti ini, supaya bisa ikut menyerap energi positif para
muda yang kreatif!
Memulai
acara, Dr. Abdullah Sinring, M.Pd – dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
menyampaikan kesyukurannya, tentang 4 akreditasi A untuk Program Studi (Prodi)
di FIP UNM. Dijelaskannya pula mengenai kegiatan Edu Fair ini sebagai bagian dari mata kuliah di Prodi Teknologi Pendidikan. “Kalau
hanya kuliah dalam kelas, jenuh. Jadi mata kuliah ini dinamis dalam bentuk
teori dan praktik. Mahasiswa juga praktik mengelola acara,” ungkapnya. Weh, andai yang kayak ini ada di zaman saya
kuliah dulu, mungkin nilai saya tinggi. Waktu masih mahasiswi saya sempat
berkelana jadi panitia dari satu seminar ke seminar lain.
Dr. H. Husain Syam, M.TP – rektor UNM mengapresiasi kegiatan ini.
Menurutnya, di zaman yang informasi benar pun membuat orang bertanya-tanya itu
fitnah atau bukan, kegiatan ini perlu diselenggarakan. Disampaikannya pula
mengenai UNM saat ini, yang dengan 31.092 mahasiswa, 98 program studi, 149
profesor (aktif sebanyak 82 orang), lebih dari 400 doktor, telah mencapai ranking 5 nasional dalam hal peningkatan
kualitas sumber daya manusia.
Usai
pembacaan do’a oleh Dr. H. Abdul Haling,
M.Pd – Ketua Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNM, Dr. Eng. Muhammad Agung – Direktur ICT UNM menyampaikan pendahuluan
mengenai sesi berikutnya, yaitu peluncuran aplikasi mobile UNM, bekerja sama dengan Telkomsel yang dalam hal ini
diwakili oleh Rudi Agung Setiawan – salah
seorang general manager area Pamasuka
(Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan).
Dr. Abdullah Sinring, M.Pd |
Dr. H. Husain Syam, M.TP |
Dr. H. Abdul Haling, M.Pd |
Baru
dua kampus di Indonesia tengah – timur yang menggunakan aplikasi mobile, yaitu Universitas Mulawarman dan
UNM. Melalui aplikasi UNM ini, dosen, orang tua, dan mahasiswa bisa berinteraksi
atau bertanya-jawab, bukan hanya satu arah. Ada media sosial juga di dalamnya
sehingga bisa saling “berteman”. Melalui aplikasi ini pula direncanakan bisa upload disertasi ataupun hasil riset.
Pengumuman tentang event yang akan
berlangsung, nilai mahasiswa, dan informasi tentang organisasi juga bisa
diperoleh dari aplikasi. Untuk menggunakannya, bisa diunduh dari Play Store (sementara
masih hanya untuk Android). Walau hanya dari tempat duduk, saya senang menjadi salah
satu orang yang menyaksikan uji-coba aplikasi ini.
Serah terima aplikasi UNM secara simbolik dari Telkomsel kepada UNM |
Are You Lost in The World?
Tak
berlama-lama lagi usai peluncuran aplikasi UNM, pemateri pertama seminar
nasional – Donny Budi Utomo – Tenaga Ahli
Literasi Digital dan Tata Kelola Internet Kominfo RI dipersilakan oleh Dr. Chitra Rosalyn
selaku moderator mempresentasikan materinya. Namanya sudah tak asing lagi bagi
saya. Pegiat internet sehat yang merupakan pendiri ICT Watch ini juga seorang blogger di http://donnybu.com/ hanya
saja sudah lama dirinya tak update blog.
Melalui
presentasi berjudul Smarter than Smartphone, Donny menyampaikan beberapa hal
mendasar yang terjadi di jaman now,
di antaranya:
Menara Phinisi |
Konvergensi teknologi.
Teknologi
dirancang untuk melayani kebutuhan-kebutuhan yang terpisah-pisah tanpa ada gap. Teknologi membantu manusia? Iya!
Tidak terasa menghabiskan
waktu.
Pemakaian
internet sekarang “tidak terasa”,
itu faktanya. Fakta lain menunjukkan, 143,26 juta pengguna internet di
Indonesia menghabiskan 8 jam sehari untuk menggunakan media sosial.
Teknologi mengubah
manusia.
Selain
membantu manusia, teknologi mengubah manusia? Iya! Kita sering mendengar
ungkapan bahwa gadget itu mendekatkan
yang jauh tapi menjauhkan yang dekat. Perubahan terlihat juga dari dua
perilaku: perilaku kolektif dan perilaku
anonim.
Donny BU |
Perilaku
kolektif jaman now tidaklah harus
berkumpul di dalam ruangan yang sama. Media sosial adalah media jitu untuk
berkumpul. Bahkan proses tawuran pun bisa berlangsung di media sosial karena adanya
hasrat manusia yang ingin selalu berkumpul mengikuti yang lain.
Ada
lagi perilaku anonim. Orang yang menjalankannya beralasan “menghindari hambatan”
atau “menghindari tanggung jawab”. Mengapa menghindari hambatan dengan anonim?
Karena bagi sebagian orang, mereka lebih percaya diri berbuat baik jika orang lain
tak mengenalinya. Lalu bagaimana dengan yang menghindari tanggung jawab? Ya
iyalah, mereka yang nyalinya seuprit menutupi
kejelekannya dengan akun anonim. Biar
tidak mudah ditangkap, kan?
Masalah
komunikasi?
“Komunikasi
utuh itu terjadi dengan: bahasa tubuh (55%), intonasi suara (38%), dan
kata-kata (7%), orang Komunikasi tahu ini,” ucap Donny. Intonasi dan bahasa
tubuh membuat kita mampu membedakan makna sebuah pesan yang disampaikan orang
lain. Satu kalimat bisa berbeda maknanya jika diucapkan dengan bahasa tubuh dan
intonasi yang berbeda pula. Nah, bahasa tubuh dan intonasi ini tak ada di
internet. Lalu bagaimana orang hanya memaknai kata-kata yang sebenarnya hanya
menyumbang sebesar 7% dalam komunikasi? Kemungkinan benar-salahnya bagaimana,
menurutmu?
Para panelis dengan Ibu Chitra sebagai moderator |
Eco
chamber
Media
sosial mengembangkan algoritmanya sendiri, untuk kepentingan unik para user-nya. Kebiasaan kita dipelajarinya
dalam menyimak, misalnya dalam mengeklik link
berita atau iklan. Algoritma berlaku saat cari agama, nilai-nilai, atau
kepercayaan. Kita cenderung akan memilih dan terus memilih apa yang sudah
menjadi mind set kita. Jadinya kita
memang lebih terbatas karena kita
membatasi diri secara sadar ataupun tidak. Kesempatan untuk lebih
terbuka menjadi kecil. “Pokoknya A harga mati. Boro-boro dibandingkan dengan yang lain. Ujung-ujungnya
radikalisme. A sudah pasti benar, yang lainnya pasti salah,” ujar Donny.
Gambaran
mengenai dunia internet dan gadget bisa
dilihat di video Are You Lost in The
World Like Me? berikut ini:
Well, tulisan ini sudah terlalu panjang
padahal masih banyak yang ingin saya ceritakan menyangkut seminar nasional ini. Masih ada sederet nara sumber keren
lainnya yang harus didokumentasikan penyampaiannya. Semoga saya bisa segera
menuliskan kelanjutannya, ya, Kawan.
Makassar, 7 Mei 2018
Bersambung ke tulisan berikutnya
[1] Dear panitia, judul asli seminarnya menggunakan kata “SOSMED”, saya ganti di tulisan ini, ya. Karena
yang benar kalau dalam bahasa Indonesia itu MEDSOS = media sosial. Kalau dalam
bahasa Inggris, nah SOCMED = social media
yang cocok.
Share :
Kemajuan teknologi ada yang positif dan negatif, tergantung kita aja mah hehe, ngemeng2 keren seminar nya di UNM Makassar hehe
ReplyDeleteYes, bagusnya kita membiasakan diri mengingat bahwa teknologi informasi punya dua sisi yang berbeda, ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Yang merugikan salah satunya adalah hoax.
DeletePingin juga ikutan acara seminar seperti ini. ^^ Kapan ya bisa ikutan? Hehe.
ReplyDeleteSabar, Mbak. Satu saat, ketika anak-anak sudah pada jadi gadis, ibunya pasti bisa ikut seminar di sana-sini :))
Delete