Prof.
Dr. Ir. Hj. Winarni Monoarfa, MS – Sekretaris Daerah (Sekda) provinsi Gorontalo mempresentasikan materi berjudul Praktuk-Praktik Cerdas dalam Proses
Pengambilan Kebijakan di Daerah (Pengalaman Provinsi Gorontalo).
Materi
ini menarik bagi saya karena ibu saya berasal dari Gorontalo. Menyimak
mengetahui sisi lain Gorontalo selain bahasa, budaya, dan makanannya adalah hal
yang menarik bagi saya. Hal lain yang menarik dari materi ini adalah Ibu
Winarni juga seorang akademisi. Seperti yang kita ketahui, akademisi yang
menerapkan pengetahuannya sebagai birokrat biasanya menghasilkan perkembangan
yang luar biasa.
Tak
salah saya menduga karena pengalaman yang diceritakan Ibu Win memang luar
biasa. Mulai mengabdi pada masa gubernur Fadel Muhammad pada tahun 2001,
kebijakan berbasis bukti diterapkannya di provinsi yang dulu termasuk
terbelakang di Indonesia. Gorontalo awalnya merupakan pemekaran dari provinsi
Sulawesi Utara dengan angka kemiskinan pada tahun 2000 sebesar 38% dengan
jumlah penduduk sekira 800.000 jiwa. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Ibu
Win selaku Kepala Balitbangda dalam menyeleraskan pemikirannya sebagai doktor
dengan birokrat tulen. Dukungan rektor Unhas pada waktu itu – Prof. Radi A.
Gani kepada Bu Win sangat besar, memantapkan langkahnya menerima pinangan
gubernur Gorontalo.
Awal
bertugas, pembahasan anggaran sudah masuk. Ibu Win mulanya sempat bingung
karena membawahi hanya 14 staf yang sama sekali tak ada yang memiliki latar
belakang sebagai peneliti yang melaksanakan dua tupoksi: Litbang dan Lingkungan
Hidup. Yang membesarkan hati Ibu Win adalah dukungan yang diperolehnya dari
perguruan-perguruan tinggi di Gorontalo.
Bukan
hal yang mudah bergerak dengan APBN dan APBD sebesar masing-masing 150 miliar
rupiah dengan sumber daya alam berupa lahan jagung kering seluas 300.000 hektar
dan lahan sawah hanya sekira 2000-an hektar. Tantangan lainnya adalah sulitnya
berkomunikasi dengan sistem birokrasi yang amat kental dan budaya “tidur siang”
di sana. Maka pilihan saat itu adalah menguatkan SDM. Direkrutlah orang-orang
– baik yang berasal dari Gorontalo maupun yang bukan untuk berkomitmen membangun
Gorontalo. Mereka diberikan fasilitas yang memadai oleh pemerintah.
Sumber: https://www.slideshare.net/KurniawanSaputra1/bupati-gorontalo-rb-summit |
Selain
itu, mitra kerja internasional didekati. Bank dunia memberikan support
dalam hal kebijakan berbasis bukti, yaitu dengan penyusunan public
expenditure analysis. Dengan anggaran yang sedikit, Ibu Win menyadari
Gorontalo harus fokus, tidak boleh merambah semuanya.
Lantas
beberapa master plan disusun, seperti master plan pendidikan, master
plan agropolitan[1]
(kerja sama dengan IPB), master plan minapolitan[2]
(kerja sama dengan UI, Unhas, dan IPB). Lalu fokus di situ. Dari posisi sebagai
Kepala Balitbangda, kemudian menjadi Kepala Bappeda, tantangan menjalankan kebijakan
berbasis bukti masih tak mudah, khususnya meyakinkan stake holder ketika
itu. Ibu Win mengambil langkah memperkuat peran para bupati, penggerak LSM,
mahasiswa, dan pengusaha. FGD-FGD sering diselenggarakan dengan meminta
pendapat dari mereka.
“Kita
mencoba dari hulu sampai hilir, bagaimana sebuah kebijakan akhirnya bisa
diinternalisasikan di dalam kebijakan berbasis bukti,” Ibu Win memaparkan
kerja-kerja yang dilakukannya sehingga terjadi perkembangan. Sekarang angka
kemisikan 17%, sudah banyak berkurang.
Namun
diakui oleh Ibu Win, kebijakan tidak harus semuanya berbasis bukti. Berbasis
bukti layak diperjuangkan jika berdampak jangka panjang dan semua SKPD/OPD
sudah memiliki Renstra (rencana dan strategi). Terkadang ada kebijakan yang
harus segera diputuskan dan berkaitan langsung dengan masyarakat bisa saja
dibuat tanpa berbasis bukti. Kekuatan komitmen pemimpin daerah dan kepala
SKPD/OPD dalam memahami aturan penting untung dimiliki.
Foto: dari laman Facebook BaKTI |
Beberapa
inovasi yang dilakukan Pemda Provinsi Gorontalo contohnya adalah inovasi dalam proses
perencanaan dan penganggaran, dalam proses evaluasi, dalam proses pengawasan,
kinerjas ASN, dan pelaksanaan koordinasi. Secara detail mengenai
inovasi-inovasi tersebut bisa dilihat pada presentasi Bu Win dan juga bisa
diunduh di link ini: https://bit.ly/2Nu4BZ4.
Menarik,
ya. Semoga saja semua daerah makin terbuka untuk mengusahakan analisis kebijakan yang tepat dan berbasis bukti untuk hal yang berdampak panjang bagi
kemaslahatan masyarakat. Dibutuhkan komitmen dan kerja nyata, tentunya. Bukan
sekadar janji. Selain itu, kesinambungan kebijakan sebelumnya yang telah berhasil
dilakukan oleh pemimpin sebelumnya semoga tetap direalisasikan bukannya
dimatikan.
Makassar, 26 Juli 2018
Bersambung
Baca
juga tulisan-tulisan sebelumnya:
[1] Agropolitan
adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan
usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan pertanian (sektor usaha pertanian dalam artian luas) di wilayah
sekitarnya (Wikipedia).
[2] Minapolitan
adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan
berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan
(sumber: perpustakaan,bappenas.go.id).
Share :
Senangnya jika ada pengawasan serta pembuatan kebijakan yang transparan dan inovatif seperti yang dilakukan Gorontalo ya mba
ReplyDeleteIya Mbak. Kebijakannya benar-benar yang dibutuhkan.
Delete