Duh,
saya sedikit berdebar, menanti pertanyaan mengerikan apa yang diajukan oleh
Athifah kepadanya. Dan saya tertegun ketika kemudian mengetahui yang ditanya
Athifah hanyalah, “Oma dan Ato ketemu di mana?” Putri mungil saya hanya menanyakan dahulu ibu dan ayah saya
bertemu di mana!
Entah
apa yang ada di dalam pikiran ibu saya sehingga mengategorikan pertanyaan ini
seolah-olah tabu ditanyakan seorang anak berusia 11 tahun.
“Jawab
dulu pertanyaannya Oma, siapa yang ajar kau bertanya seperti itu? Dengar di
mana itu? Siapa yang ajar?” Ibu melontarkan pertanyaan-pertanyaan menggugat kepada
Athifah.
Athifah
hanya bisa terperangah. Saya pun tak kalah terperangahnya.
“Kenapa
anak-anak bertanya seperti itu?” tanya Ibu kepada saya.
“Ma,
dia umurnya sudah sebelas tahun. Itu pertanyaan biasa. Dijawab saja,” jawab
saya.
Athifah
sudah masuk masa pubertasnya. Pertanyaan yang lebih daripada ini pun sudah
biasa dia tanyakan kepada saya sejak usianya balita. Kemampuan verbalnya alhamdulillah
berkembang pesat jadi kemampuan logika berbahasanya sekaligus kemampuan
logikanya juga lumayan berkembang. Tak jarang dia melontarkan pertanyaan dan
pernyataan kritis kepada saya yang membuat saya mati kutu.
Melihat
Athifah, saya merasa melihat masa kecil saya. Dulu saya kritis seperti Athifah
tetapi pertanyaan saya kepada Ibu banyak sekali yang tak terjawab karena kalau menganggapnya
tak pantas saya tanyakan, saya malah dimarahi.
Yah,
mungkin demikianlah kebanyakan dari generasi Baby Boomers menjawab pertanyaan
anak mereka yang berasal dari generasi X. Saya masih ingat kalau dulu Ibu memberikan
jawaban mengambang atau mulai marah maka saya pun mengeluarkan argumentasi. Kalau
misalnya saya mendapat jawaban tentang mitos yang tak ada dasarnya maka saya
menjawab, “Tidak ada dalam al-Qur’an seperti itu.” Ujungnya adalah, ibu saya
diam atau malah semakin marah. Sering kali saya bingung, apa salah saya?
Selagi dia butuh, penuhi, Bu. Satu saat dia akan lebih memilih bertanya pada yang lain - terutama kalau kita tak bisa menjawab pertanyaannya tentang matematika, fisika, atau kimia. 😜 |
Nah,
belajar dari pengalaman tersebut, saya menyadari bahwa saya adalah orang
pertama yang memang pantas menjawab pertanyaan yang dilontarkan anak-anak saya.
Saya tak harus pandai dan memperlihatkan kalau saya bisa menjawab semua
pertanyaan mereka. Saya hanya perlu mengaku tak tahu dan mencari jawabannya
kalau memang masih harus mencarinya lagi. Anak-anak pun perlu tahu kalau ibu
mereka manusia biasa, kan?
Untuk
pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pendidikan seks, menghindar tak ada
gunanya karena pertanyaan-pertanyaan seperti itu – menurut pengalaman saya,
akan bercokol terus di benak anak. Athifah sering kali menanyakan pertanyaan
yang sama dalam jangka waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun
kemudian. Yang perlu saya lakukan hanyalah menyesuaikan jawaban saya
dengan usianya.
“Ma,
jelas saja dia bertanya Mama dan Papa ketemu di mana. Athifah kan tahunya Mama
dari Gorontalo (bagian utara pulau Sulawesi) dan Papa dari Soppeng (sebuah
kabupaten di Sulawesi Selatan). Nah, itu ketemunya di mana – itu ji yang
dia mau tahu. Ke saya dia sering bertanya seperti itu. Tentang hamil, tentang
punya anak. Tentang saya ketemu di mana dengan papanya juga sudah dia tanya.
Dijawab saja sesuai usianya,” saya menjelaskan kepada Ibu.
Ibu
saya belum terbuka pikirannya. Balik lagi beliau tanyakan kepada Athifah, “Coba,
Oma mau tanya, mamamu dan papamu ketemu di mana?”
“Ih,
di kampus, toh!” jawab Athifah.
Ya
iyalah, dia menjawab seperti itu. Athifah tahu kalau saya dan papanya lulus dari
kampus yang sama, hanya saja berbeda angkatan. Dia pernah tanya saya angkatan
berapa dan papanya angkatan berapa.
Anak-anak bisa bertanya pada temannya, laptop, atau gadget kalau tak mendapatkan jawaban dari ibunya, kan? |
Ibu tertawa.
Barulah menjawab pertanyaan Athifah. Kalau tidak salah ingat, Ibu menjawab “Makassar”
sebagai tempat pertemuannya dengan ayah saya. Simple sebenarnya. Kadang-kadang
pertanyaan anak-anak perlu kita jawab secara sederhana saja hanya kita yang
berpikirnya terlalu ruwet.
Saya
ingat Affiq pernah bertanya kepada saya saat adiknya Athifah baru lahir, “Adik
bayi keluar lewat mana, Ma?” Saking bingungnya saat itu saya hanya menjawab “jalan
lahir”. Syukurnya, saya tidak perlu menjawab lebih detail lagi karena Affiq
tidak bertanya lebih lanjut. Sekarang usia si sulung sudah 17 tahun, kalau dia
menanyakan lagi, saya akan menjawabnya dengan gamblang karena memang sudah
saatnya. Dia pun sudah mendapatkan pelajaran Biologi di sekolah jadi pasti
sudah lebih paham apa sebenarnya yang terjadi dalam tubuh manusia terkhusus
dalam hal reproduksi.
Tadi malam
saya nonton video You Tube dari acara Hitam Putih tentang kasus pernikahan dini
anak usia 14 dan 15 tahun di Kalimantan beserta penjelasan psikologi dan seksolog
terkait kasus pernikahan dini yang konon Indonesia menjadi salah satu negara
yang tertinggi angka pernikahan dininya di dunia. Di sebelah saya duduk Affiq
yang sibuk dengan laptopnya. Saya kini tak perlu lagi sembunyi-sembunyi jika
sedang menyimak topik seperti ini karena memang sudah masanya dia tahu yang
sebenarnya karena risiko hubungan yang tidak pada tempatnya antara laki-laki
dan perempuan sangatlah besar, berikut tanggung jawab yang mengikutinya.
Yah,
sebagai orang tua, saya harus selalu belajar. Masa saya kecil dulu tak sama
dengan masa mereka kini. Arus informasi sedemikian kencangnya menerpa kita
semua, harus semakin cerdas menyikapi segala sesuatunya. Semoga saya dan kita
semua terus menjadi orang tua pembelajar dalam membina anak-anak yang kelak
akan menjadi penerus bangsa ini. Mari berbuat yang terbaik untuk anak-anak
kita. Selamat Hari Anak Nasional.
Makassar, 23 Juli 2018
Baca juga: Pertanyaan Tentang Sel Telur dan Indung Telur
Catatan:
Saya mencatat banyak pertanyaan anak-anak saya di blog ini. Bisa dicari di kategori "Namanya Juga Anak-Anak" atau di kategori "Catatan 3 A".
Share :
Iya ya. Daripada anak jadi lebih terbuka pada teman atau orang lain.
ReplyDeleteYes, lebih tahu bertanya ke ibunya atau ayahnya lalu orang tuanya sebaiknya menjawab dengan jujur, jangan berbohong. Soalnya banyak juga orang tua yang kalau anaknya bertanya, dijawab dengan kebohongan. Belum apa-apa anaknya diajar berbohong, kan ya?
DeleteHal ini tidak bisa dhindarkan ya mbak. Saya pun masih berpikir bagaimana caranya nanti menjelaskan tentang seks kepada putri saya (12 tahun). Semoga nanti dia tidak mencari tahu sendiri atau kepada temannya.
ReplyDeleteYa, semoga dia mencari tahu ke ibunya sendiri, ya Mbak :)
DeleteAku lgs senyum2 baca ini, ngebayangin ibunya mba kebingungan menera pertanyaan yg sbnrnya simple banget yaaa. Ini sama kayak aku dan mama ku. Aku dulu jg ga deket ama ortu krn mereka jrg bisa menjawab pertanyaanku. Makanya ketika punya anak, aku ga pengin kyk mama. Apapun pertanyaan yg ditanya anak2, sebisa mungkin aku hrs jawab. Di sulung udh banyak juga pertanyaannya di usia 5 thn gini. "kenapa mami pake pampers? " yg dia maksud pembalut wanita :p. Aku mnjwabnya juga sesuai usia dia. Tp ttp aja anaknya suka ga puas hahahaha. Biasanya dia bkl nanya ke papinya yg lbh bingung lg mau jawab apa :p.
ReplyDeleteTp buat kita, semua pertanyaan anak2 ga ada yg tabu. Zamannya memang sudah beda. Ga bisa kita membatasi anak2 lagi. Toh kalo ga dijawab, mereka bisa aja mencari dr internet nantinya
Ahaha iyaa, anak-anak pasti bertanya soal pembalut. Dua anak saya yang terbesar juga dulu bertanya. Anak yang bungsu belum bertanya KENAPA, hanya saja kalau dia lihat saya mengambil pembalut atau panty liner, dia bilang, "Mama pakai popok!" :D
DeleteBetul, Mbak, terkadang menjawab pertanyaan mereka sederhana saja sebenarnya. Kitanya saja yang terlalu ruwet memikirkannya,hehehe.
hihi kenapa pertanyaan sederhana begitu kayaknya tabu banget ya buat kakek nenek kita? kalau sekarang pastinya anak-anak kita nggak bisa diperlakukan kayak kita dulu ya, mbak.
ReplyDeleteNah, iya, anak-anak sekarang tidak bisa lagi kita perlakukan sama seperti orang tua kita dulu memperlakukan kita. Soalnya akses informasi sedemikian besarnya sekarang. Mereka bisa salah tempat saat mencari, berabe kan ya.
DeleteSaat di pertanyakan pertanyaan kayak gitu,mau tidak mau kita harus menjawab nya.Kita dapat menjelaskan nya secara perlahan-lahan dan mudah untuk di pahaminya.
ReplyDeleteIya benar, Mbak. Tugas seorang ibu, ya. Tentunya juga tugas seorang ayah kalau ayahnya yang ditanyai anaknya.
Delete