Foto: dari Galang Pratama (terima kasih, ya Galang) |
Apa
itu pendidikan inklusif/inklusi? Berdasarkan
Permendiknas RI Nomor 70 Tahun 2009:
Pendidikan
inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Tujuan pendidikan
inklusi (Depdiknas:
2009, 10-11) adalah: (1) memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua anak
mendapatkan pendidikan layak sesuai kebutuhannya; (2) membantu mempercepat
program wajib belajar pendidikan dasar; (3) membantu meningkatkan mutu
pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus
sekolah; (4) menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman,
tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran; (5) memenuhi amanat
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 32 ayat 1, UU no. 20 tahun 2003
khususnya Pasal 5 ayat 1, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal
51.
Manfaat pendidikan
inklusi untuk ABK/disabilitas
adalah meningkatkan kepercayaan diri, berkesempatan menyesuaikan diri dan
memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan di masyarakat. Sedangkan peserta
didik pada umumnya dapat belajar mengenai keterbatasan, kelebihan, dan keunikan
tertentu pada temannya sehingga dapat mengembangkan keterampilan sosial,
menumbuhkan rasa empati dan simpati terhadap orang lain (Kustawan, 2013: 18).
Indonesia pada
tahun 2004 menyelenggarakan konvensi nasional yang menghasilkan DEKLARASI BANDUNG di
mana Indonesia berkomitmen menuju pendidikan inklusif. Indonesia mengikuti kecenderungan tuntutan
perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif. Setiap anak Indonesia berhak mendapatkan
hak dan kewajiban secara penuh sebagai warga negara sebagaimana Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (1948), diperjelas oleh Konvensi Hak Anak (1989), Deklarasi
Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990), Peraturan Standard PBB tentang
Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat (1993), Pernyataan Salamanca,
dan Kerangka Aksi UNESCO (1994).
Gambaran sekolah inklusi. Sumber: http://global2.vic.edu.au |
Terkait hal ini,
sebenarnya Provinsi Sulawesi Selatan sudah memfasilitasi dengan Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pelindungan dan
Pelayanan Bagi Penyandang Disabilitas. Dalam peraturan ini disebutkan
mengenai pendidikan inklusif sebagai bagian dari layanan yang berhak diterima
oleh penyandang disabilitas.
Pada pasal 11
disebutkan: “Setiap penyelenggara pendidikan dapat menyelenggarakan kelas
terpadu atau inklusi bagi penyandang disabilitas. Penyelenggara pendidikan yang
menyelenggarakan kelas terpadu/inklusi wajib
menyediakan (a) guru dan pembimbing khusus yang
memiliki kompetensi di bidangnya; dan (b) sarana dan prasarana sesuai
jenis dan derajat kedisabilitasan peserta didik.
Barangkali saja
“kewajiban” tersebut sulit jika sekaligus diselenggarakan. Ya, mengadakannya sekaligus
jauh lebih sulit. Jarak jauh hanya akan tertempuh dengan mudah jika menempuhnya
sedikit demi sedikit. Buktinya SD Inpres Maccini Baru mampu menjadi pionir
sekolah inklusif di kota ini sejak tahun 2003 dan masih konsisten.
Dimulai dengan
perjuangan kepala sekolahnya waktu itu, Hj. Ajawati dilanjutkan oleh Risnawaty
Majid, sekolah ini cukup stabil menjalankan perannya sebagai sekolah inklusif. Hingga
kini, beberapa sekolah negeri dan swasta di kota ini sudah mengambil peran selaku
sekolah inklusi. Bukan hal mudah karena mereka masih terus berbenah untuk mengusahakan
lingkungan yang nyaman bagi semuanya.
Poin pentingnya
adalah, bukan hanya sekolah swasta yang bisa menyelenggarakan pendidikan
inklusif. Sekolah negeri pun mampu. Pionir sekolah inklusi di kota ini merupakan
sekolah negeri. Modal besarnya bukanlah uang, melainkan kepedulian dan komitmen.
Bagaimana jika merasa
punya kepedulian tapi tak tahu cara memulai? Bertanyalah dulu kepada mereka
yang berkompeten. Kepada instansi pemerintah terkait, institusi pendidikan
terkait, atau kepada anggota masyarakat yang telah menyekolahkan anaknya di
sekolah inklusi. Kepala sekolah menjadi kunci terselenggaranya pendidikan yang
layak bagi semua anak. Sanksi hukum mungkin tak Anda terima ketika menolak atau
mengeluarkan ABK. Tetapi akan ada masanya nanti, hati nurani akan bersaksi
ketika Yang Maha Pencipta meminta pertanggungjawaban.
RI sudah berusia
73 tahun. Pendidikan inklusif yang merata akan memerdekakan anak-anak dan
masyarakat kita dari penjara pikiran negatif. Butuh peran kita semua untuk
mengintegrasikan pendidikan inklusi sebagai bagian REVOLUSI MENTAL, untuk Indonesia
yang lebih baik!
Makassar, Agustus 2018
Tulisan ini dibuat pada tanggal 14 - 15 Agustus, setelah bertahun-tahun mengamati keadaan dan mengalami sendiri. Saya buat khusus dengan harapan ditayangkan pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Alhamdulillah dimuat di Harian Fajar pada tanggal 17 Agustus 2018
Oya, dibaca juga 3 tulisan saya sebelumnya tentang sekolah inklusi berikut:
- Menaruh Asa pada Pergub untuk Sekolah Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
- Peran Guru Pendidikan Khusus Bagi Sekolah Inklusi
- Tanggung Jawab Kita dalam Mewujudkan Sekolah Inklusi
Share :
Memang gak semua sekolah mumpuni utk jd sekolah inklusi ya Bu. Karena sesuai kemampuan gurunya juga. Gak semua guru bisa menjadi guru utk ABK. butuh talenta khusus
ReplyDeletehuwaaa...keren banget tulisannya...sama halnya dgn yg nulis. mengenai pendidikan inklusi terhadap abk kadang saya perhatikan tdk semuanya menerapkan hal demikian. namun saya sangat salut bagi para pendidik yg menerapkan pendidikan khusus bagi mereka...
ReplyDeleteoh di negeri juga bisa ya, soalnya kebanyakan sekolah inklusi di swasta. mungkin karna mereka dilengkapi dg guru pendamping ya
ReplyDeleteAnak inklusi tentu membutuhkan perhatian lebih dan khusus dari tenaga pendidik.
ReplyDeleteDan beberapa sekolah di bandung, alhamdulillah sudah memperkenankan anak-anak inklusi untuk bergabung di kelas besar.
Jadi siswa diajarkan untuk saling berempati terhadap sahabat-sahabat inklusi.
Ya, dengan kepedulian dan komitmen saling bergandeng tangan semoga semakin banyak perhatian yang diberikan kepada anak inklusi
ReplyDeleteAnak saya sekolah di sekolah alam yang mmg inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Menurut saya banyak manfaatnya, tidak hanya buat anak berkebutuhan khusus, tapi bagi anak yang dianggap normal juga. Temannya yg berkebutuhan khusus bisa jadi 'teman' belajar
ReplyDeleteKepedulian dan komitmen memang harud dipunya di seluruh anggota sekolah, kalau mmg dia mau menyelenggarakan pendidikan inklusi di skeolahnya. Kalau ngga gt, ngadat jadinya. Sayng kan?
ReplyDeleteTulisannya bermanfaat sekali, bun. Sebenarnya selain sekolah yang diharapkan mampu 'menerima' ada baiknya pada orang tuapun mampu menerima anaknya bersekolah dengan anak berkebutuhan khusus. Kdg miris aja gt lihatnya pas tau di satu sekolah welcome dengan abk, si orang tua tidak jd memasukkan anaknya. hal ini yg membuat sekolah jd ga welcome lagi dengan kehadiran abk. :'(
ReplyDelete