Sekolah Inklusi dan Problematika Anak Berkebutuhan Khusus (Difabel)
Peristiwa
itu terjadi kira-kira 8 tahun (atau lebih) yang lalu. Saat itu kami sudah mendengar
istilah SEKOLAH
INKLUSI – sebatas pengertian bahwa sekolah inklusi
adalah sekolah yang memfasilitasi anak berkebutuhan khusus untuk bersekolah dan
berbaur dengan anak-anak lainnya. Juga bahwa sekolah yang mengaku dirinya
inklusi tidak boleh menolak ABK.
Tahun
lalu, ketika kabar bahwa setiap sekolah tidak boleh lagi menolak ABK karena
pemerintah sudah menyerukannya, seorang ABK autisme dikeluarkan dari sekolah
oleh kepala sekolahnya sendiri. Hati saya teriris mendengarnya dan ingin mencari
cara agar bisa menyampaikannya kepada yang berwenang dan sekolah-sekolah di
kota ini bisa lebih memperhatikan hal ini mengingat semua anak Indonesia berhak
atas pendidikan, sebagaimana UU Perlindungan Anak.
Beberapa
hari setelah mendengar peristiwa itu saya menyampaikan kegelisahan saya mengenai
permasalahan anak-anak yang dikeluarkan atau tidak diterima bersekolah dan
tentang isu sekolah inklusi kepada kawan-kawan wartawan dan para nara sumber di
sebuah forum. Kebetulan saat itu saya menghadiri pelatihan menulis bagi
jurnalis dan blogger, untuk isu perempuan.
Pelatihan
tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Saya waktu itu berharap, semoga saja tindakan saya tepat
ketika moderator memberikan kesempatan kepada hadirin, saya tunjuk tangan dan
membawa masalah anak yang dikeluarkan oleh kepala sekolahnya tersebut ke
hadapan mereka.
Beberapa
cara saya coba juga. Entah seberapa efektifnya tapi paling tidak saya melakukan
sesuatu daripada tidak sama sekali. Hanya cara ini (menulis) yang baru saya
lakukan karena sebelum hari ini saya belum memiliki keyakinan bagaimana
menuliskan kasus itu.
Sulawesi
Selatan Punya Solusi untuk Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus!
Nah,
kebetulan sekali pada tanggal 4 Agustus lalu saya menghadiri menghadiri acara Sosialisasi Tugas dan Tanggung Jawab
Guru Khusus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi, terkait Pengabdian kepada
Masyarakat Jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Pendidikan Universitas Negeri
Makassar di SD
Inpres Maccini Baru. SD Inpres Maccini Baru ini merupakan pionir
sekolah inklusi
di Makassar sejak awal tahun 2000-an.
Para nara sumber berfoto bersama Kepsek dan guru-guru pionir sekolah inklusi di Makassar |
Pada sosialisasi
ini, Ibu Dr.
Bastiana, M.Si dan Ibu Dra. Tatiana Meidina, M. Si bertindak sebagai nara sumbernya. Melalui Ibu Bastiana, saya
mendapatkan informasi mengenai peraturan pemerintah tentang pendidikan inklusi.
Peraturannya
tertuang dalam Peraturan
Gubernur Sulawesi Selatan nomor 5 tahun 2016. Peraturan ini berbicara tentang Perlindungan dan Pelayanan
Bagi Penyandang Disabilitas. Buat yang tidak mengerti, mungkin bingung ya
mengapa di atas saya menyinggung pendidikan inklusi sementara di sini saya
membicarakan tentang perlindungan dan pelayanan bagi penyandang disabilitas.
Begini,
ya, coba baca dulu PENGERTIAN INKLUSI yang saya peroleh dari website www.daksa.or.id
ini:
Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya, dan lainnya.
Dalam
hal pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang bagi sebagian orang disebut
penyandang disabilitas atau kaum difabel, pendidikan yang bersifat inklusif itu
penting agar mereka bisa berbaur dan secara perlahan mandiri di dalam
lingkungannya. Dan sebaliknya, masyarakat (dalam hal ini sekolah) juga bisa
menerima dan bersikap wajar kepada mereka yang berbeda (ABK). Di sini sudah jelas,
ya?
Nah,
sekarang mari kita tengok apa yang tersurat dalam Pergub yang saya maksud di
atas. Saya salin-rekat ya bagian peraturan yang membahas pendidikan inklusi ke
sini sembari saya garis bawahi hal-hal pentingnya:
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 9
Setiap penyandang disabilitas berhak mendapatkan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan pada satuan, jenis dan
jenjang pendidikan.
Pasal 10
(1) Setiap penyelenggara pendidikan memberikan kesempatan
yang sama bagi penyandang disabilitas sebagai peserta didik pada semua
satuan, jenis dan jenjang pendidikan.
(2) Setiap penyelenggara pendidikan memberikan pelayanan
khusus bagi peserta didik penyandang disabilitas yang disesuaikan
dengan jenis dan derajat kedisabilitasan.
Pasal 11
(1) Setiap penyelenggara pendidikan dapat menyelenggarakan
kelas terpadu atau inklusi bagi penyandang disabilitas.
(2) Penyelenggara pendidikan yang menyelenggarakan kelas terpadu
atau inklusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan:
a. guru dan pembimbing khusus yang memiliki kompetensi
dibidangnya; dan
b. sarana dan prasarana sesuai jenis dan derajat kedisabilitasan
peserta didik.
(3) Penyediaan guru dan pembimbing khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, dilakukan secara terencana dan terkoordinasi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Guru dan pembimbing khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dapat diberikan tunjangan khusus oleh Pemerintah Daerah dan/atau
Kabupaten/Kota sesuai kedudukan dan kewenangan masing-masing.
(5) Dalam hal jumlah peserta didik penyandang disabilitas tidak
memenuhi persyaratan untuk dibentuk kelas terpadu atau inklusi, penyelenggara
pendidikan berkoordinasi dengan penyelenggara pendidikan lain yang sudah
memiliki kelas terpadu atau inklusi.
(6) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan
untuk memindahkan dan/atau menempatkan peserta didik penyandang disabilitas ke
penyelenggara pendidikan lain yang sudah memiliki kelas terpadu atau inklusi
sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya.
(7) Penyelenggara pendidikan yang memiliki kelas terpadu
atau inklusi wajib menerima peserta didik penyandang disabilitas
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Pasal 12
Peserta didik penyandang disabilitas dapat pindah pada satuan
pendidikan lain yang setara yang sudah memiliki dan/atau menyediakan kelas
terpadu atau inklusi atau pada satuan pendidikan khusus penyandang disabilitas.
Senang
sekali mengetahui Sulawesi Selatan sudah punya undang-undang yang menegaskan agar
semua sekolah memperhatikan persoalan ABK ataupun para difabel. Memang tidak
semudah membalik telapak tangan pelaksanaannya. Kepala sekolah yang menolak
atau mengeluarkan siswa difabelnya pasti punya keterbatasan – entah itu
sarana/prasarana, fasiltas ataupun pengetahuan. Namun harusnya diingat bahwa
tindakan itu melanggar
hak anak untuk mendapatkan pendidikan sekaligus melanggar peraturan pemerintah.
Halaman pertama Pergub No. 5 Tahun 2016 |
Saya
pribadi mengapresiasi pemerintah provinsi Sulawesi Selatan – khususnya dalam
masa pimpinan Pak Syahrul Yasin Limpo (ketika Pergub nomor 5 tahun 2016 ini disahkan)
dan berharap penerapan sekolah inklusi bisa semakin menyebar di kota dan seantero provinsi ini. Kalau
boleh menaruh harap, saya optimis akan ada perbaikan dalam hal ini karena ternyata
masih banyak yang peduli dengan pendidikan inklusi.
Namun
demikian saya masih menyimpan tanya, jika misalnya saya mendengar ada ABK atau
anak yang difabel dikeluarkan/ditolak dari/untuk bersekolah, ke mana masyarakat
bisa mengadu agar yakin aduannya akan diperhatikan dan kepala sekolah yang tak peduli akan ditindak?
Makassar, 7 Agustus 2018
Keterangan:
Gambar pertama (peta) berasal dari: semuatentangprovinsi.blogspot.com
Share :
Yahhh itu sudah harus ada lah disetiap sekolah untuk yang berkebutuhan khusus, setiap mengunjungi local guides saya sering sekali ditanya " Apakah di tempat ini menyediakan jalan untuk berkebutuhan khusus " , dan lain sebagainya.. Google sudah peduli akan hal ini, semoga saaja untuk seluruh Indonesia sudah merata mengenai hal ini
ReplyDeleteDunia menuntut semuanya untuk inklusif, memang. Nah, mestinya sistem pendidikan di Indonesia semuanya sudah inklusif ya :)
DeleteYa Allah, miris sekali yah kak kalau anak-anak itu sampai ngga bisa sekolah. Padahal ngga sedikit dari mereka yang berprestasi bahkan bisa mengharumkan nama Indonesia. Semoga ini bisa lebih diperhatikan lagi.
ReplyDeleteAamiin. Semoga makin cepat perbaikannya ya Yani
Deletewah kasian kak liat jika minat anak untuk belajar terpatahkan begtu sja kodng. pdhl mreka juga butuh pndidikn yg jauh
ReplyDeleteMereka butuh pendidikan yang sama seperti anak-anak lain dapatkan ya Indah
DeleteBagus ya pergub itu. Senada dengan doata, semoga sekolah semakin perduli dengan anak inklusi
ReplyDeleteIya, bagusnya pemerintah provinsi sudah memfasilitasi, Kak. Tinggal yang "di lapangan", ditunggu pergerakannya.
DeleteWah... tulisannya kk mugniar selalu bagus banget...
ReplyDeleteWah ... apanya yang Bagus, Wani sayang :)
DeleteSaya pikir ini pertanyaan penting:
ReplyDelete"Namun demikian saya masih menyimpan tanya, jika misalnya saya mendengar ada ABK atau anak yang difabel dikeluarkan/ditolak dari/untuk bersekolah, ke mana masyarakat bisa mengadu agar yakin aduannya akan diperhatikan dan kepala sekolah yang tak peduli akan ditindak?"
Karena saya yakin kasus yang sama akan berulang, karena kurangnya pemahaman pihak sekolah tentang hal2 seperti ini.
Semoga kelak pertanyaan itu akan terjawab ya Daeng.
DeleteMEmang masih butuh sosialisasi lebih banyak lagi.
Semoga tulisan ini bisa dibaca dan di follow up sama para penentu kebijakan di kota makassar dan menjadi perhatian untuk daerah lain agarbtaknterjadi hal seperti ini.
ReplyDeleteSemoga PerGub benar2 diterapkan, aturan berjalan, tanpa ada penyimpangan.
ReplyDeleteSalam, Bu. Bisakah kami meminta ibu kembali menulis hal sama dengan tulisan di atas namun dalam konteks saat ini 2020? Kami akan menerbitkan tulisan ibu di blog pergerakan difabel kami, www.ekspedisidifabel.wordpress.com untuk info selanjutnya bisa via email perdiksulsel@gmail.com. terima kasih Bu dan salam inklusi.
ReplyDeleteSalam, terima kasih telah berkomentar dalam postingan ini.
DeleteSebentar akan saya kirimkan email ya.