“Memang
Kau kasih masuk abi-nya Rifqah, Kak Chullink, Nana, Athifah ke grup
Marakarmas, kah?” dia menanyakan apakah saya baru memasukkan anggota baru ke
dalam grup Marakarmas.
Grup
Marakarmas saya buat untuk memudahkan berkomunikasi dengan kedua adik saya –
Mirna dan Uyi. Kami tiga bersaudara. Hanya saya yang tinggal di Makassar dengan
orang tua kami. Mirna tinggal di Sorowako sedangkan Uyi di Jakarta.
Saya
membuat grup itu, selain sebagai wadah bonding kami bertiga di duni
maya, juga untuk menyampaikan berita keluarga – berita suka maupun duka, dan
tempat curhat hal-hal yang hanya perlu diketahui oleh kami bertiga.
“Tidak
pernah. Itu grup untuk kita ji bertiga,” jawab saya.
“Ini
saya barusan buka WA-nya abi-nya Rifqah, ada ki di grup itu. Saya
kira Kau yang kasih masuk ki. Ada juga Kak Chullink di sini, ada Nana,
ada Athifah. Baru semua ki’ jadi admin di sini,” Mirna menyebut nama
suami saya dan istri dari adik laki-laki kami.
“Ih,
bukan saya. Afyad itu berarti yang masukkan orang-orang. Tadi dia bilang ke
saya mau ganti bedeng namanya Papa (ayah kami) di daftarku. Dia
mau ubah “Ato’” (sebutan cucu-cucu untuk ayah kami) menjadi ‘H.
Marakarma’ (nama ayah kami Marakarma). Kasih keluar moko Pai dari
situ. Belum pi dia baca toh? Kasih keluar ki mumpung belum na baca.”
Anak
kecil ini memang sudah beberapa kali seenaknya mengubah nama orang-orang di
daftar nama saya. Biasanya, sih nama orang-orang yang familiar baginya.
“Apa …
sudah mi na baca. Ini tandanya sudah dibaca. Saya ndak tahu ada
tambahan di grup kalau ndak buka HP-nya. Kalau dari WA-ku ndak keliatan.”
“Cepat
moko kasih keluar ki abi-nya Rifqah. Baru bilang ke dia, ulahnya
Afyad ini. Grup itu untuk kita bertiga ji.”
Mirna
mengakhiri percakapan. Saya buru-buru mengirim WA kepada adik ipar saya Nana,
meminta maaf dan menceritakan perihal grup itu. Saya lalu mengubah nama grup
menjadi “Anaknya Pak Marakarma” dan memperingati Afyad supaya tidak
melakukannya lagi.
Ini
kali kedua dia memasukkan orang lain ke dalam grup eksklusif saya. Dulu dia
memasukkan dua kawan suami saya ke dalam grup itu. Kalau tak dikabari Mirna,
saya ndak ngeh perihal masuknya dua orang itu. Usai Mirna menelepo, spontan
saya panik dan langsung mengeluarkan kedua nomor asing itu.
Pengalaman
pertama Afyad dengan grup WA adalah saat baru masuk sekolah dasar. Dia pernah
membuat grup WA yang berisi guru-guru dan kepala sekolahnya. Ulala, kagetnya
saya mendapati ada grup orang-orang penting sekolahnya di WA saya. Seketika
saya meminta maaf dan mengeluarkan semuanya, lalu menghapus grup tersebut.
Saat
saya tanyakan mengapa dia buat grup itu. Afyad menjawab santai, “Itu
teman-teman Afyad.” Alamak Naak, beliau-beliau itu bukan teman-temanmu tapi
guru-gurumu.
Setelah
kejadian grup guru itu, sebenarnya dia tidak melakukan aktivitas menggunakan
internet tanpa sepengetahuan saya. Biasanya saya minta dia off-kan
internet. Setelah itu bocah ini akan sibuk dengan aplikasi pembuat video dan
edit gambar.
Baru-baru
ini saya kecolongan karena lupa mewanti-wantinya untuk tidak beraktivitas dengan
internet. Untungnya cuma keluarga dekat yang dia cemplungkan ke dalam grup
eksklusif bukan teman-teman saya.
Makassar, 28 September 2018
Baca
juga:
- Pertanyaan Tentang Sel Telur dan Indung Telur
- Ironi di Perhelatan Akbar Wisuda Santri
- Waspadai BrainKing Palsu!
Share :
Dilema yaaa.. Mau beliin anak hp di umur segitu aku jg ga setuhu samasekali. Tapi kalo dia pake hp kita, adaaaa aja kerjaannya yg kdg2 berefek ke grub2 di wa :D. Jd penasaran, apa ga ada aplikasi di mana kita bisa mengunci Aplikasi2 ptg, supaya ga bisa dibuka oleh anak2 ati orang2 yg ga berkepentingan.. ?
ReplyDeleteHP saya sudah dikunci tapi anak saya tahu cara bukanya Mbak jadinya malas ubah password, sudah berkali2 diubah hahaha. Tapi kalau dikasih tahu sebelumnya alhamdulillah dia mau mengerti, misalnya tidak boleh begini atau begitu. Biasanya dia main aplikasi foto dan video. Dan jeprat-jepret sana-sini hihi
Delete