Pak Dokter
yang memberikan ide itu menawarkan kami untuk bergabung dengan Dokter Andi Fondation – yayasan yang didirikannya supaya
bisa memberikan bantuan yang lebih signifikan kepada para korban gempa yang
mengalami cedera dan trauma karena gempa bumi pada sistem muskuloskeletalnya.
Sistem
muskuloskeletal
adalah sistem penopang bentuk badan dan pergerakan tubuh manusia. Sistem ini
terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
Nah, korban seperti ini relatif
banyak setelah gempa bumi berkekuatan besar. Salah satu di antaranya adalah
keluarga saya dan seorang bocah yang pernah saya ceritakan pada tulisan
berjudul Harapan
untuk Bangkit dari Gempa Donggala.
Baru
pada tanggal 7 malam lalu ada kabar dari Prof. Idrus Paturusi melalui Dokter
Andi, kapan tepatnya kami bisa berkunjung ke RS Unhas untuk menemui Prof.
Idrus. Kabarnya, kami akan diterima oleh pak profesor antara pukul 9 – 12, pada
tanggal 8 Oktober. Karena informasinya mendadak maka tak banyak anggota grup
yang bisa hadir. Saya datang bersama Rina, Nine, Hendra, dan tentu saja pak
dokter kawan kami yang biasa disapa Cua.
Dokter Jainal dan Dokter A. Nusawarta |
Kami
berempat menunggu Dokter Cua di gedung rumah sakit Unhas yang terletak di sisi
kanan gedung PCC (Private Care Center) dan PJT (Pusat Jantung Terpadu). Dari kafetaria,
kami berpindah ke lantai 3, menuju ke tempat yang kata dokter Cua merupakan tempat
pertemuan yang telah ditentukan oleh Prof. Idrus Paturusi.
Namun
di sana kami hanya menemui ruang-ruang perawatan. Dua orang yang mengenakan jas
dokter mengatakan tak ada ruangan Prof. Idrus di situ. Aih rupanya kami
salah gedung. Gedung yang dimaksud Prof. Idrus adalah gedung yang terletak di
sisi kanan RS Wahidin Sudirohusodo. Gedung itu merupakan gedung rumah sakit
pertama yang dapat dicapai dari arah jalan Perintis Kemerdekaan.
Serah-terima |
Gedung
tempat pertemuan disebut sebagai “Gedung A”. Di sanalah tempat Prof. Idrus
berkantor. Di gedung itu ada ruangan-ruangan yang dijadikan ruang pertemuan.
Kalau di gedung yang kami datangi pertama kali itu hanya ada kamar-kamar
perawatan, poliklinik, dan fasilitas lain penunjang operasional rumah sakit.
Alat kesehatan ini mirip gerendel, ya 🙍
Well,
sekarang ini,
mencari tempat di rumah sakit di kawasan Universitas Hasanuddin harus mengantongi
informasinya yang detail karena sudah ada 5 gedung rumah sakit di sana. Kalau zaman
saya kuliah dulu – di tahun 90-an, baru ada satu rumah sakit saja, yaitu RS
Wahidin Sudirohusodo. Lumayanlah, kami berjalan kaki dari gedung belakang ke
gedung depan. Sekalian olahraga haha.
Tak
begitu sulit menemukan ruangan tempat Dokter Andi Nusawarta menunggu kami
walaupun dia tak menjawab telepon. Di salah satu ruangan di lantai 3, kesejukan
air conditioner cukup menghibur kami yang habis berkeringat-keringat
usai berolahraga ringan.
Di
atas sebuah meja besar yang dikelilingi kursi-kursi beroda, ada peralatan
kedokteran ortopedi yang sekilas wujudnya mirip gerendel. Eh bukan gerendel
tapi mirip engsel pintu. Ternyata itulah external fixator dalam beberapa
ukuran. Ada yang besar dan ada yang kecil. Orang awam biasa menyebutnya “pen”,
merupakan penyangga di bagian tubuh manusia ketika terjadi patah tulang.
Wuah, memperhatikan barang-barang itu
membuat saya merasa merinding-merinding gimanaa gitu karena membayangkan
barang-barang itu ada di dalam tubuh saya. Sementara bendanya tidak ringan. Katanya
ada beberapa macam juga yang seperti itu. Yang paling ringan terbuat dari
titanium dan harganya mahal. Harga satu set-nya yang dari titanium itu bisa mencapai 12 juta rupiah! Kalau yang ini tidak sampai segitu harganya namun tentunya bisa juga dipergunakan.
Selama
menunggu Prof. Idrus, Dokter Jainal – salah seorang dokter ahli bedah ortopedi
RS Unhas menemani kami mengobrol. Temanya apa lagi kalau bukan seputar gempa Donggala
dan para korbannya. Intinya ya, banyak bahan pelajaran penting dari kejadian
luar biasa itu, sekalian buat bahan introspeksi diri kami juga.
Prof. Idrus Paturusi (duduk) |
Saat
Prof. Idrus tiba, kami berpindah ke sebuah ruangan yang lebih besar. Ada
deretan meja berformasi nyaris lingkaran dengan kursi-kursi beroda di
sekelilingnya. Saat kami sedang ngobrol, 3 orang ibu dari Komunitas Ibu Cerdas
Indonesia wilayah Sulawesi Selatan ikut bergabung. Komunitas ini diprakarsai
Ratih Sanggarwati dan merupakan komunitas yang bergabung dengan yayasan yang
didirikan Dokter Andi Nusawarta dalam memberikan bantuan alat kesehatan kepada
korban Gempa Donggala.
Prof.
Idrus menyampaikan, sudah sekira 200 korban Gempa Donggala dioperasi di RS Wahidin.
Korban cidera dari Palu sudah tidak akan diarahkan ke RS Unhas lagi melainkan
para tenaga medis dari Unhas yang akan ke lokasi bencana secara bergantian[1].
Palu
sudah mulai bangkit. Prof. Idrus menyarankan berikut-berikutnya kalau hendak
menyumbang lagi, arahkan ke dapur-dapur umum yang bertebaran di seantero lokasi
bencana. Bisa datang ke sana langsung untuk memberikan bantuan agar paham
keadaan di sana. Bantuannya berupa uang saja karena toh pasar tradisional sudah
mulai beroperasi.
Kami
menyimak penuturan Prof. Idrus seputar manajemen bencana. Bagaimana membenahi
70.000 rumah yang rusak tidak bisa dalam tempo hanya sepekan. Ada berbagai
masalah di sana, masalah air, lingkungan, MCK, kesehatan, dan sebagainya yang
butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikannya.
Cukup
lama juga kami berbincang dengan Prof. Idrus. Eh bukan kami, sih. Saya cuma
mendengar pembicaraan para dokter ini hehehe. Yang jelas, pengalaman ini
menarik bagi saya. Sebagai alumnus UNHAS, tentu saja saya kenal nama besar
Prof. Idrus Paturusi yang pernah menjadi orang nomor satu di UNHAS.
Nama
beliau juga sering saya dengar dari suami yang pernah ikut berlatih kempo
beberapa kali di kediaman beliau. Di Makassar ada grup latihan kempo yang
anggotanya “para sesepuh”, bertempat di tempat tinggal Prof. Idrus Paturusi.
Pak suami merupakan peserta termuda dalam grup itu (tapi sekarang suami saya tak
di situ lagi latihannya). Dari pak suami juga saya dengar kalau Prof. Idrus ini
orang yang senantiasa gerak cepat jika ada bencana besar terjadi di negara kita.
Nama besar beliau adalah alasan kuat bagi saya untuk ikut dalam rombongan kecil
ini.
Dudi sang pelari menyempatkan berkumpul di sini. |
Pertemuan
di salah satu ruangan pada bagian Bedah Ortopedi RS Unhas hari itu harus berakhir.
Saya dan kawan-kawan meninggalkan area Universitas Hasanuddin pukul 12 lewat. Namun
kebersamaan kami belum berakhir, dong. Pak Dokter Cua mengajak kami makan siang
di rumah makan miliknya: AROMA PALOPO jalan Lanto Daeng Pasewang. Sekaligus
reuni kecil-kecilan kelas
Fisika 2 angkatan 92 SMAN 2 Makassar juga.
Sembari
menikmati kapurung, palumara lamuru, ikan goreng rica, perkedel jagung, perkedel
ikan mairo, lawa, dan ongol-ongol, kembali memori masa lalu berputar di antara
kami. Bukan karena tidak bisa move on, ya Gaes. Yang namanya reuni
di mana-mana itu ya pastinya membahas cerita masa lalu.
Kapurung. Foto: Hendra. |
Ongol-ongol. Foto: Hendra. |
Tentunya
ada pula cerita masa kini, termasuk tentang kantor baru Dokter Andi Fondation
yang terletak di lantai 2 rumah makan Aroma Palopo. Dokter Andi memperlihatkannya
kepada kami sebelum kami bergantian menunaikan shalat zuhur di mushola
yang juga terletak di lantai 2 gedung itu. Alhamdulillah, hajat ke rumah
sakit Unhas sudah tertunaikan, kebersamaan kami hari itu ditutup dengan makan siang
bersama yang lezat.
Makassar, 15 Oktober 2018
Baca
juga cerita reuni SMA saya yang ini, ya:
- Silver Reunion SMADA 92: Anjangsana Nostalgia
- Silver Reunion: Spesial Kelas Fisika 2
- Cerita Reuni dari Aroma Palopo
- Meriahnya Acara Puncak Silver Reunion SMADA 92
Tentang
Gempa Donggala bisa dibaca di:
[1] Dari
berita malam di Celebes TV saat saya menuliskan ini (pada tanggal 15 Oktober
2018), dikatakan bahwa RS Wahidin masih akan terus menerima pasien korban Gempa
Donggala sampai batas waktu yang belum ditentukan. Saya belum tahu bagaimana
koordinasi RSWS dan RS Unhas mengenai hal ini.
Share :
Semoga berbagai macam bentuk bantuan segera tersalurkan kepada korban Palu :)
ReplyDeleteAamiin Semoga lancar
DeleteWah bantuan yang sangat berarti ini. Semoga Palu dan Donggala bisa segera bangkit lagi
ReplyDeleteAamiin
DeleteSemoga lancar pengiriman bantuan ke Palu dan Donggalanya. Kasihan para korban gempa :(
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih, Mbak. Mohon doanya
Deletewah keren ini semoga bantuan ini bermanfaat ya
ReplyDeleteAamiin
DeleteBermanfaat banget ini mba
ReplyDeleteAmal jariyah yang luar biasa
kindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com
aamiin, semoga jadi amal jariyah
Deletedr.Andi teman sekolah ta, kak? Suaminya temanku itu, Farah. Sesama karyawan Manajemen MaRI dulu.
ReplyDeleteWow ... Mami Ery teman dari istrinya dokter Andi toh? Iya, beliau teman SMAku
DeleteAlhamdulillah.... bantuannya meringankan penderitaan saudara-saudara kita di Palu dan sekitarnya. Semoga kebaikan teman-teman yang telah membantu, mendapat balasan kebaikan dari Sang Pencipta. Aamiin...
ReplyDeleteAamiin. Semoga
DeleteAku jga selama ini nggak pernah terfikir untuk menyalurkan bantuan berupa alat kesehatan. Padahal itu juga sangat diperlukan untuk para korban ya mbak. Ayo bangkit lagi Palu dan Donggala!!
ReplyDeleteIya, sangat diperlukan. Semoga saja bermanfaat.
DeleteAlhamdulillah semoga palu mulai bangkit lagi,, semoga menjadi amal jariyah bagi yang senantiasa meringankan tangan untuk membantu, salah satunya prof. Idrus, selalu klo ada bencana beliau langsung turun tangan kak di'.. Masyaa Allah..
ReplyDeleteTapi BTW itu endingnyaaaa Subhanallahh bikin lapar dan kangen pulang ke makassar kak.. dak kuatku liat gambarnyaaaa.. hikssss
Iya, semoga beliau sehat terus ya dan membawa berkah bagi banyak orang.
DeleteAyo kalo pulang ke Makassar ke Aroma Palopo, ya Unna.
Mudah-mudahan teman kita yang ada di sana dapat terbantu dengan alat keshatan ini
ReplyDelete