Serah-terima di RSUD Daya. Foto: dari Endang. |
Ada
yang ke Gorontalo, ke pulau Jawa, ke Kalimantan, ke beberapa daerah di Sulawesi
Selatan, dan lain-lain. Selain di Kabupaten Donggala yang merupakan pusat
gempa, kerusakan terberat juga terjadi di Kabupaten Sigi dan Kota Palu. Kabar
terakhir yang saya dengar, ada 60.000 orang eksodus dari Palu dan 10.000-nya ke
Makassar. Di antara berita-berita itu ada berita-berita tentang mereka yang
kehilangan karib dan kerabatnya.
Yang
Sakit dan Butuh Bantuan
Hari
Kamis lalu saya membantu menyampaikan bantuan dari sekelompok orang untuk
korban yang berada di Rumah Sakit Umum Daya. Para dermawan ini merespon sebuah
pengumuman yang menginformasikan mengenai barang-barang yang dibutuhkan para
pasien dan keluarganya yang berada di RSUD Daya.
Bersama
Endang (istri dari adik iparnya adik saya), saya bergerak menuju RS Daya. Di
sana sudah ditunggu oleh Dokter Wahyuni di depan rumah sakit. Dokter Wahyuni menjelaskan
bahwa di RSUD Daya ada 70 pasien yang berasal dari Palu beserta keluarga
mereka. Kurang lebih tambahan di rumah sakit itu lebih dari 100 orang.
Semua
ruangan yang bisa dipergunakan untuk sementara difungsikan untuk menampung
mereka. Di bagian depan dan samping rumah sakit dibuka loket penerima bantuan
makanan dan pakaian/barang kebutuhan pasien dan keluarganya.
Sebelum diserahkan di RSUD Daya. Di sebelah kiri itu loket penerimaan bantuan. Foto: Endang. |
“Banyak
yang bawa makanan ke sini ya, Ni?” tanya saya ketika melihat tumpukan dos
makanan di bagian depan sebuah ruangan di sisi depan rumah sakit.
“Iya,
tiap hari ada yang datang bawa makanan ke sini,” jawab Dokter Wahyuni.
Alhamdulillah urusan serah-terima bantuan selesai
dengan cepat. Sayangnya saya tidak bisa menengok ke tempat para pasien pengungsi
berada karena Endang bawa anak kecilnya, tidak mungkin kami bisa masuk ke dalam.
Di samping itu saya ingin menjenguk seorang kerabat yang juga menjadi korban
gempa di rumah sakit lain.
Musibah
Menjadi Perekat Kekerabatan
Dalam
perjalanan pulang, saya minta diturunkan di depan PCC (Private Care Center)
yang terletak di jalan masuk kampus Universitas Hasauddin, dekat pintu 2. Rupanya
Kak Ais – keluarga dari Palu yang hendak saya jenguk bukan di PCC dirawat
seperti informasi yang saya terima, melainkan di gedung PJT (Pusat Jantung
Terpadu) yang letaknya bersebelahan dengan PCC. Untungnya ada penghubung dari lantai
3 PCC ke lantai 3 PJT jadi saya tidak perlu berjalan jauh untuk ke gedung
sebelah.
RS
Wahidin Sudirohusodo adalah tujuan awal Kak Ais. Sudah terlalu banyak pasien
dari Palu yang dirawat di sana. Hingga tulisan ini saya buat sudah 105 orang
dirawat di sana. Rumah sakit utama rujukan para pasien dari Indonesia timur
yang letaknya di seberang PCC itu tidak bisa menampung semua korban yang harus
dirawat di rumah sakit itu sehingga PJT yang seharusnya untuk pasien jantung
saja dibuka untuk korban gempa Palu di lantai 3 dan 4.
Alhamdulillah
bisa ketemu dengan Kak Ais, istri, dan anaknya. Terakhir bertemu Kak Ais saya
masih sangat kecil. Musibah ini rupanya sekaligus menjadi ajang silaturahim kami.
Saya jadi bisa mengenal lebih dekat keluarganya.
Kak
Ais sudah operasi tangan tanggal 1 Oktober. Tangannya tertimpa pintu yang jatuh
saat gempa. Mbak Yuni – istri Kak Ais cerita, saat gempa dan tsunami terjadi usai
maghrib, dia sendirian di dalam rumah sementara Kak Ais menghadiri taklim.
Mereka tinggal berdua saja di Kota Palu karena anak-anaknya sedang berada di
kota lain.
Usai
guncangan dahsyat, Kak Ais mengungsi ke daerah gunung karena tidak memungkinkan
untuk langsung pulang. Sementara istrinya tetap di rumah mereka. Rumah mereka
terbagi dua bagian, bagian depan terbuat dari kayu berbentuk rumah tradisional berkamar
dua dengan tiang yang cukup tinggi sementara bagian belakangnya terbuat dari
batu. Rumah kayunya bertahan, tidak apa-apa usai kejadian besar itu sementara bagian
yang terbuat dari batu rusak.
“Seperti
dikocok-kocok. Goyangannya bukan lagi atas-bawah tapi
atas-bawah-depan-belakang,” Mbak Yuni
menggambarkan kepada saya seperti apa rasanya guncangan dahsyat yang
dirasakannya di Kota Palu. Mbak Yuni juga bercerita, dari dalam tanah di
sekitar perumahan mereka muncul lumpur yang membuat tanah di situ menjadi
lembek.
Ngeri
membayangkanya. Gempa berukuran 3,5 skala Richter saja yang juga mengguncang
Sorowako – kota domisili adik saya terbilang keras, apalagi yang dekat dengan
pusat gempa sebesar 7,4 SR!
Lobby PJT siang itu. |
Selama
semalaman Mbak Yuni terpisah dengan suaminya. Pasti mencekam keadaan malam itu
karena suaminya tak ada dan listrik mati total. Suaminya pulang ke rumah pada
pagi harinya dengan keadaan memprihatinkan karena semalaman Kak Ais tidur
seadanya di hamparan bumi.
Selama
hampir sejam saya berada di bilik Kak Ais, terdengar suara jeritan dan raungan
dari bilik sebelah. Suara itu milik
seorang bocah berusia 10 tahun yang kakinya hampir putus. Ketika kejadian
dahsyat itu berlangsung, kaki anak itu tertindis lemari yang jatuh. Ibundanya
menariknya sekuat tenaga dari himpitan lemari yang mengakibatkan kakinya luka
parah. “Kelihatan tulangnya,” Mbak Yuni melukiskan keadaan anak tersebut.
“Apa
setiap saat dia menangis seperti itu, Mbak?”
“Tidak.
Hanya saat mau diganti perbannya.”
Ya
Allah, teriris-iris perasaan saya mendengar jeritan anak itu. Pasti sakit
sekali kakinya. Saya pernah mengalami kuku jempol kaki terlepas satu dan
rasanya sakit sekali. Bagaimana pula yang kakinya hampir putus? ðŸ˜
Yang
Berduka dan Mengungsi
Kakak
sepupu (keponakan langsung ibu saya) yang sempat saya singgung sedikit pada
tulisan berjudul Empati
untuk Gempa Donggala, selama
berhari-hari tidak bisa dihubungi. Ibu saya berkali-kali minta saya
meneleponnya. Antara saya tahan-tahan dan berusaha mengabulkan permintaan Ibu.
Saya coba juga menelepon Kak Sri berkali-kali tetapi tetap saja tidak bisa dihubungi,
mau itu pagi ataupun malam. Infrastruktur telekomunikasi memang belum membaik
di sana.
Di
satu sisi, saya menahan diri untuk meneleponkan karena saya tak mau Ibu
menangis ketika berbicara dengan Kak Sri. Saya kenal baik ibu saya, beliau bukanlah
orang yang bisa menahan perasaannya. Sudah sering kejadian, di saat seharusnya
menahan tangis menghadapi keluarga yang lagi punya masalah, beliau malah
menumpahkan tangisnya di depan yang bersangkutan. Kan jadi tidak enak.
Kondisi kediaman warga di Petobo. Foto: Saifal/INA, dari pilarindonesia.com |
Tapi
akhirnya pagi ini saya coba lagi menelepon Kak Sri. Eh, alhamdulillah
nada sambung terdengar mulus. Kemarin-kemarin tak ada nada sama sekali. “Kami
dalam perjalanan menuju Makassar. Sekarang sudah di Maros,” usai menjawab salam
saya Kak Sri menjelaskan keberadaannya.
Saya
segera memberikan ponsel kepada Ibu dan ikut mendengarkan percakapan mereka dengan
meng-on-kan speaker. Dugaan saya terbukti, selama beberapa menit Ibu
menangis keras. Duh.
Kak
Sri bersama anak, menantu, dan cucu-cucunya melalui jalan darat menggunakan
mobil pribadi mereka. Bersyukur saat gempa mereka mengungsi ke rumah ibunya di
Dolo yang terletak di Kabupaten Sigi. Kabupaten Sigi merupakan wilayah yang
rusak berat namun rumah ibunda Kak Sri masih bisa menampung Kak Sri sekeluarga
beserta para pengungsi dari sekeliling mereka.
“Sudah
bau mayat di mana-mana di sana, anaknya Febi sudah sakit, dan Zamil mau
melanjutkan di Unhas,” Kak Sri menjelaskan kondisi cucunya (anak dari Febi) dan
anak keduanya Zamil yang hendak melanjutkan kuliahnya di Fakultas Kedokteran
Unhas.
Kak
Yeni – kakak dari Kak Sri tidak ikut bersama mereka. Menantu Kak Yeni meninggal
dunia saat gempa terkena serangan jantung (memang almarhum sedang menderita
sakit jantung). Karena almarhum menantunya orang Surabaya maka Kak Yeni beserta
anak dan cucunya meninggalkan Palu menuju Surabaya.
Evakuasi jenazah. Sumber: Liputan6.com |
Dari
suaranya, terdengar Kak Sri terbatuk-batuk. Memang lebih baik mereka
meninggalkan Palu saja dulu. Febi baru melahirkan dua bulan lalu. Kasihan juga
kesehatannya dan bayinya kalau masih berada di sana.
Syukurnya,
rumah Kak Sri di Kota Palu tidak roboh hanya rusak di bagian terasnya. Mudah-mudahan
kelak, setelah situasi dan kondisi lebih kondusif, mereka bisa kembali lagi dan
membereskan segala sesuatunya di Palu. Mohon doanya, ya agar semua warga dan tempat
yang terimbas gempa, tsunami, dan likuifaksi di Sulawesi Tengah bisa bangkit dan beraktivitas kembali secepat
mungkin.
Makassar, 7 Oktober 2018
Baca
juga tulisan sebelumnya:
Share :
Saya sangat prihatin mbak, apalagi pas melihat video banyaknya korbann yang menyerbu bantuan berupa makanan pokok. Semoga semakin banyak bantuan-bantuan yang dikirim untuk korban.
ReplyDeleteSudah lebih baik koq Mbak. Penyaluran sudah semakin baik. Alhamdulillah
DeleteSemoga masalah yang menimpa Palu segera bisa diatasi ya mbak, dan semoga tidak ada lagi gempa susulan seperti sebelum-sebelumya.
ReplyDeleteGempa susulan berlangsung sebanyak ratusan kali, Mbak. Namanya juga sedang mencari titik kesetimbangannya. Semoga saja segera berhenti gempa susulannya.
DeleteYa allah, kasian banget ya mbak Febi dengan kondisi yang baru melahirkan tap harus terkena musibah seperti itu. Semoga tetap di beri kesehatan untuk ibu dan anaknya.
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih Mbak
DeleteSemoga semakin banyak relawan yang mengirim bantuan ya mbak, apalagi pkaian untuk para laki-laki, karena kemarin saya mleihat banyaknya postingan korban Palu yang laki-laki terpaksa harus memakai pakaian wanita semacam daster dan rok.
ReplyDeleteOh kalo yang itu, saya pernah baca katanya bukan yang di Palu itu, Mbak tapi kejadian di Lombok
Deletebaca ini aku ternyuh banget :( semoga semua akan baik2 yaa, kembali bangkit seperti sediakala. aamiin
ReplyDeleteAamiin. Semoga ya Mbak. Terima kasih
Deletemerinding dengarnya
ReplyDeletecerita yang sama yang diceritakan teman ku yang dari palu
seperti dikocok2 gempa memang :((
Iya Qiah. Mencekam sekali. :(
DeleteBerharap pasca gempa Palu, semua bisa bangkit kembali menata kehidupan yang baru. Doa terbaik untuk saudara2 kita di Palu dan sekitarnya.
ReplyDeleteAamiin
DeleteSemoga yang terbaik agar segera bangkit menata kehidupan yang baru
Aaamiiin. Semoga Kak sri dan keluarga juga semua saudara setanah air kita di sana sehat selalu. Palu, Donggala, dan tempat lainnya yg terkena dampak segera pulih.
ReplyDeleteSaya sampe nangis liat tayangan di tv. Waktu itu pas ada anak bayi yang ditemukan dan akhirnya digendong pak polisi. Remuk hati ini. Ya Allah...
ALhamdulillah Kak Sri lagi di Makassar sekarang. Tadi saya sudah bertemu dengannya. Aamiin. Doa terbaik untuk saudara-saudara kita yang tengah terkena musibah
DeleteSemoga Palu Donggala segera pulih dan saudara2 kita di sana dikuatkan lahir batin :(
ReplyDeleteMBak aku sedih pas "udah bau mayat dimana2", merinding juga YA Allah, gak bisa kebayang di sana kyk apa :(
ReplyDeleteTurut mendoakan Kak Sri dan masyarakat Palu lainnya segera bisa bangkit kembali aamiin
Semoga Palu bisa segera bangkit kembali seperti semula, anak-anak bisa kembali sekolah dan perekonomian kembali stabil...
ReplyDeleteTurut prihatin mba Mugniar atas musibah yang terjadi di Sulawesi. Aku aja yang ikutin beritanya di televisi dan socmed cukup shock, apalagi mba Mugniar yang langsung ada di TKP. Semoga Palu, Sigi dan Donggala pulih dan bangkit kembali.
ReplyDeleteDuka ini juga membuat kita muhasabah sekaligus melahirkan rasa kasih dan sayanh buat saling bantu
ReplyDeleteSedihh banget liat korban bencana gempa,,apalagi yang satu kampung tertimbun disana ,, Semoga para korban gempa bisa hilang traumanya dan bisa bangkit lagi menjalani hidup.
ReplyDeleteYa allah.. Merinding mbaaa :( . Ngebayangin rumah sampe bisa terbagi gitu, goncangannyaaa.. Aku kebayang lg gempa dan tsunami aceh :( .. Semoga Palu dan daerah lain yg terkena musibahnya cepet bangkit, pulih dan keluarga yg menjadi korban ttp kuat dan sabar yaa :( .
ReplyDelete