Itu
yang terjadi ketika saya memintanya untuk berhati-hati beropini di media
sosial, “Anak-anak akan meniru kita. Kalau mereka melakukannya dan jadinya
salah, kita berdosa. Jika ada anak-anak muda lain yang melihat cara kita dan
menirunya lalu jadinya salah, kita juga berdosa!” Bukan bermaksud sok menggurui. Saya mencoba belajar dari kesalahan dan terus memperbaiki diri. Alangkah indahnya jika kami sama-sama mengevaluasi diri.
Pak
suami ini punya cara yang unik dalam beropini kalau tak se-level, bisa
salah memahami. Saya bisa memahami caranya tetapi menurut saya, tak banyak
orang yang bisa memahaminya makanya saya perlu mengatakan secara khusus
padanya.
You
know, makin lama
saya mendapati diri saya menjadi orang yang harus banyak belajar. Bersyukurnya,
sebagai blogger aktif saya punya peluang untuk update banyak hal.
Salah satunya adalah, saya bisa banyak belajar seluk-beluk menyampaikan pesan
atau informasi positif dengan baik di dunia maya via blog dan media sosial seperti ketika mengikuti ajang School of Influencer #Siberkreasi yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo baru-baru ini. Sementara itu, kebanyakan manusia sepantaran dari generasi X tidak seberuntung saya.
Semoga Allah memberi kemudahan dalam mengantarkan anak-anak ke kehidupan mereka sejak dari era digital ini. |
Dibanding
zaman kecil saya dulu, kini telah terjadi transformasi besar-besaran dalam
berbagai hal. Era Revolusi Industri 4.0 kini masih harus saya cerna baik-baik
dengan istilahnya yang berkembang “internet of things”. Di zaman kini
lazim istilah video call dengan mempergunakan berbagai platform,
juga istilah-istilah ojek online, financial technology, digital
marketing, dan sebagainya. Maka dari itu saya tak kaget ketika menjalani
kerja sama dengan sebuah perusahaan di Belgia dan menerima tawaran dari
seseorang di Latvia, sembari berkomunikasi langsung, real time dengan
mereka.
Well,
itu sisi positifnya.
Sisi negatifnya ada juga, misalnya ketika kami tertipu pedagang online
dan situs yang memberikan pekerjaan freelance yang ternyata abal-abal.
Apesnya, putri saya yang berusia 12 tahun pernah mengalami sisi negatif
pertemanan di grup Whatsapp. Dua orang kawannya melakukan bully di dalam
grup yang membuatnya menangis tersedu-sedu dan langsung menelepon saya yang
pada saat bersamaan sedang berada di lokasi lain ðŸ˜. Aduan putri saya ini membuat
galau dan langsung menghubungi teman-teman yang memahami dunia pendidikan,
psikologi, dan bullying untuk mencari solusi.
Saya
tak pernah mengizinkan anak-anak punya akun media sosial sebelum berumur
13 tahun karena faktanya Google, dalam hal ini Gmail dan media sosial seperti
Facebook dan Instagram mempersyaratkan usia penggunanya minimal 13 tahun.
Berbeda halnya dengan Whatsapp yang tidak memberlakukan syarat itu.
Untungnya
putri saya senang becerita semua pengalamannya kepada saya dan bersyukurnya, saya sudah
punya perspektif bahwa persoalan bully bukanlah hal yang sepele. Saya
tahu banyak orang dewasa yang menganggap remeh pertikaian dalam kelompok anak
dan remaja. Saya tak mau menjadi orang dewasa seperti itu.
Saya juga
tahu seperti apa keadaan psikologis korban bullying yang traumanya tak
pernah terselesaikan karena saya membaca beberapa kisah bullying yang
dilakukan kawan si korban sendiri. Saya juga bergabung dalam komunitas Peduli Sahabat yang concern
kepada terapi yang membawa penyuka sesama jenis yang ingin straight bisa
menjadi hetero seksual – saya baca kisah-kisah mereka yang sejak kanak-kanak yang
akrab dengan penindasan hingga ketika berusaha hijrah. 😰
Salah satu cara saya upgrade diri sekaligus berbagi melalui tulisan, dengan bergabung di komunitas positif. Ini foto bersama keluarga Mafindo Makassar. Foto: Ibu Arnidah Kanata |
Oleh karenanya saya tak menganggap masalah bullying terhadap anak-anak baik di dunia nyata maupun di dunia maya sepele – di samping tetap bernalar dengan tidak membesar-besarkannya. Bullying ini baru satu hal di antara banyak hal lain terkait parenting dalam hal literasi digital yang butuh perhatian khusus dewasa ini.
Maka
jelaslah bahwa menjadi orang tua di jaman now tidak boleh lagi asal
mengikuti pola pengasuhan orang tua jaman old. Apalagi saya, tidak
mungkin meniru mentah-mentah pola asuh orang tua yang berasal dari generasi Baby
Boomers. Tetap dong yang baiknya diambil tetapi meniru semuanya tanpa
koreksi dan kritik ya tidak mungkin. 😄
Video Hentikan Bullying, dari KKA Artworks. Untungnya sekarang
banyak yang membuat video edukasi seperti ini.
banyak yang membuat video edukasi seperti ini.
Semua hal ini membawa saya kepada perenungan, mengenai 7 hal yang seharusnya saya lakukan untuk memahamkan anak-anak saya literasi digital, yaitu:
- Selalu mengasah diri dengan upgrade wawasan mengenai perkembangan dunia digital dan memahami sisi positif dan negatifnya. Mbak Fitria Laurent – konsultan pendidikan sekolah berasrama yang juga founder Sahabat Edukasi mengatakan bahwa kita harus mempersiapkan anak untuk zamannya, pun butuh mempersiapkan diri. Kekhawatiran akan dampak negatif perlu diantisipasi dan hadapi bersama-sama dengan anak.
- Menjaga komunikasi dengan anak. Anak tidak mengerti kekhawatiran kita. Dia tidak mengerti kenapa harus berhenti main gadget. Maka sebagai orang tua, kita yang harus tahu “rumusnya”. “Hubungkan apa yang kita khawatirkan dan apa yang kita inginkan dengan yang bisa dimengerti anak,” urai Mbak Pipit.
- Menggunakan media sosial dengan bijak untuk mendapatkan dan membagikan berbagai manfaat positif dan mampu meminimalkan manfaat negatifnya. Saring sebelum sharing. Ingat pula, tidak perlu membuat sesuatu kelihatan bagus dengan menyebarkan keburukan pihak lain. Ingat, UU ITE tahun 2008 siap menjerat mereka yang terpeleset!
- Mampu mengakses, menggunakan, menyeleksi, mengevaluasi, dan menilai media secara positif (dari buku Saatnya Kita Melek Media: Pengetahuan dan Rujukan Bagi Khalayak Media yang diterbitkan oleh Kementerian Kominfo pada tahun 2017). Belajar untuk tidak mengambil informasi yang berdasarkan pilihan kita saja dan mengabaikan informasi dari pihak “seberang” meskipun benar.
- Membangun ketahanan diri anak dari dalam keluarga. “Banyak anak kita yang tak tahu dan tak punya jati diri di keluarga, bangsa, dan masyarakat. Ini namanya revolusi mental, perubahan itu dari diri sendiri dan dari keluarga,” ungkap Mbak Nyimas Diane Wulan Sari (psikolog). Oya di bagian inilah penanaman nilai-nilai agama kepada anak.
- Mengajarkan anak nilai-nilai Pancasila juga merupakan hal yang penting menurut psikolog Nyimas Diane Wulan Sari. Sebagai bangsa besar, negara kita memiliki nilai-nilai kearifan lokal tersendiri yang seharusnya diajarkan kepada anak supaya dia mengerti jati dirinya sebagai orang INDONESIA.
- Selalu introspeksi dan evaluasi diri secara rutin mengenai cara berkomunikasi atau berinteraksi dengan anak untuk mengetahui kekurangan sehingga bisa memperbaikinya.
Jelas,
ya, menjadi orang tua bukan hal mudah. Untuk hal sederhana semisal mengajarkan
anak untuk bersabar, kita harus tahu apa itu bersabar dan bagaimana caranya
bersabar. Untuk mengajarkan kepada anak untuk tidak nyinyir, kita juga harus
bisa menjaga pemilihan kata agar tidak menuliskan caption bernada
nyinyir di media sosial. Well, saya kira kita sepakat kalau ini bukanlah
hal yang mudah.
Namun
tentunya bukan juga hal yang mustahil karena ada orang-orang yang mampu
menjalankannya. Semoga saja kita termasuk orang tua yang mampu menjalankannya
dan mengantar anak-anak kita menjadi orang Indonesia yang beradab.
Makassar, 13 November 2018
#Siberkreasi #SoIToTMakassar #NetizenFair2018#SoIToTMakassar2 #LiterasiDigital
Baca
juga tulisan-tulisan terkait digital parenting:
- Cara Menjalani Peran Sebagai Orang Tua Jaman Now
- Dampak Buruk Gadget dan Pornografi Bagi Anak
- Bersama Anak Hadapi Tantangan Zaman Digital
- Pengasuhan Anak ala Warteg? Oh, No!
- Sosialisasi Peduli Sahabat: Tentang Orientasi Seksual dan Pentingnya Peran Orang Tua
- Komunikasi dan Edukasi Seksual untuk Anak di Era Digital (1)
- Komunikasi dan Edukasi Seksual untuk Anak di Era Digital (2)
Perlu
baca yang ini juga:
- Mengenal Aplikasi Lawan Hoax
- Pentingnya Literasi Digital dan Cara Mengatasi Hoax
- Tips Melawan Hoax dan Digital Hygiene
Share :
Aku juga ketat nih mbak, anak2ku ga boleh punya akun sosmed kalo blm SMP.
ReplyDeleteToss Mbak Irul
DeleteBiar anak terbuka dan mau bercerita gtu ada tipsnya ga mba? Soale ak juga oengwn anakku terbuka
ReplyDeleteKalo Noorma senang mengajak Noofa dan Nooha ngobrol, mereka tidak tertekan berbicara dengan Noorma, in syaa Allah mereka bisa terbuka, koq. Kalo anak2 adem sama kita dan merasakan bonding, in syaa Allah mereka bisa cerita. Beda jika mungkin karakternya yang tertutup, ya. Mungkin kudu harus dikulik-kulik dulu, jadi maknya yang harus jeli.
DeleteMak, aku salfok. Itu titian tempat anakmu berjalan tidak sama ya tingginya antara jalanan kiri dan jalanan kanan? Atau itu efek kamera saja?
ReplyDeleteHuhu iyaa Mbak Ade. Tidak sama. Yang sebelah kanan itu lebih tinggi dan kami jalan di situ. Ini di bagian atas pagar benteng. Membayangkannya sekali lagi, hatiku cenat-cenut, Mbak Ade, soalnya saya agak-agak fobia ketinggian ... Dan waktu itu mengikuti anak2 yang berjalan cepat mengitari bagian atas pagar benteng -_-
DeleteSulungku sekarang udah mulai tertutup sama aku, mba. Dia makin pilih2 apa yang mau diceritakan kepada ibunya. Padahal dari kecil apa2 sama aku semua :)) Menjelang remaja apa memang gitu ya? Anakku ini udah kenal gadget dari kecil meski bolehnya pegang kalau Sabtu dan Minggu aja.
ReplyDeleteHm, sepertinya ada fase itu ya Mbak Uniek. Tapi saya yakin, suatu saat nanti dia akan kembali seperti dulu, Mbak Uniek
Deletetantangan mendidik anak generasi alfa memang luar biasa ya kita dituntut untuk melek teknologi juga
ReplyDeleteNah iya, Saya saja ke anak² yang generasi Z harus belajar ketas, Mbak
DeleteSekarang memang sudah zaman diital, beda dengan zaman kita dibesarkan, sejak bayi aja sudah kenal gadget, makanya sebagai ortu memang harus terus upgrade ya
ReplyDeleteYa, ketimbang melarang mereka, itu tidak mungkin karena mereka penduduk asli dunia digital yang pasti akan terdampak. Kita yang harus bisa menyesuaikan diri dan upgrade kemampuan karena hanya sebagai "pendatang" di dunia ini.
DeleteYup, menjadi orang tua anak zaman now memang beda dengan dulu, pola asuh juga otomatis beda. Orang tua juga harus terus belajar di era digital ini yang perkembangannya pesat.
ReplyDeleteBtw suka miris dan sedih liat anak2 remaja yang dibully teman2nya. Di sini peran guru terutama orang tua penting sekali.
Yes, tantangan banget ya Mbak Lianny?
DeleteBuat saya, ini tantangan yang luar biasa. Secara ... saya ini menyaksikan perkembangan yang pesat sekali sejak zaman kecil sampai sekarang. Masih saya ingat zaman SD dulu, stasiun tivi cuma satu dan alat komunikasi - telepon rumah itu sudah mewah.
kalau sekarang anak2ku masih senang ngruntel emaknya, apa2 pasti cerita, tapi aku juga sudah prepare membentuk bonding saat nanti mereka makin besar, supaya mau tetap terbuka dan cerita apa aja. Pokoknya jangan ada dusta diantara kami :))
ReplyDeleteYes, yang penting kita usahakan bonding dulu ya Mbak Yoanna. :)
DeleteAnak-anak seringkali lebih melek digital daripada orang tuanya. Tetapi, bukan berarti orang tua gak boleh pasrah ya, Mbak. Tetap, harus belajar untuk gak gaptek dan memberi contoh yang baik
ReplyDeleteYes, itu tantangan kita sebagai orangtua
DeleteTrims sharing nya kak.. Ini penting tidak hanya bagi orang tua remaja namun juga bagi kami yang mempunyai kerabat remaja. Kadangkala dengan memahami latar belakang & menggunakan cara bertutur mereka kita lebih dapat mengarahkan mereka ya kak..
ReplyDeleteIya, kita bisa bekomunikasi dengan baik dengan mereka. Itu makanya dengan teman2, walaupun beda usia jauh, saya sebenarnya lebih senang jadi kakak mereka ketimbang jadi bunda karena dengan jadi kakak, mereka akan lebih enak berkomunikasi dengan saya. :D
DeleteSekalian biar merasa muda terus, biarpun usia menuju 45, kalau berjiwa muda kan bisa bikin awet muda. :D
Intunya klo gadget buat anak hrs ada kontroling sih mba dro rtu.. mempekenalkn sejak dini ada dmpk baikny biar gk gaptek.. tp sambil main brsama klo di gadget
ReplyDeleteIya, kata para pakar begitu Mbak Utie
DeleteNoted Mbak Mugniar.... Saya generasi Y, tapi cukup takjub juga menghadapi perkembangan dunia digital yang akan menyambut anak-anak sekarang ya.... Harus tetap belajar terus dan update ilmu ya Mbak :)
ReplyDeleteWow kita beda generasi ya hehe ... koq saya berasa seusia .... #sokmuda
DeleteYup, harus terus belajar. Mari sama2 belajar.
Jadi orang tua, sekolahnya memang sepanjang masa ya mbaak.. Apalagi di era yang seperti sekarang ini. Jadi orang tua harus bisa beriring dengan anak belajar melek digital.
ReplyDeleteNah, tidak boleh berhenti belajar. Sok tahu banget kita kalau berhenti belajar dan merasa tahu padahal dunia sekarang perkembangannya cepat banget.
DeleteDigital parents memang tidak mudah ya mba.. apalagi banyak tantangan besar yang kita hadapi untuk pastikan anak-anak kita selamat
ReplyDeleteYes Mbak Indah, memastikan kita bisa mengantarkan anak-anak selamat menjalani kehidupan mandirinya kelak. itu tantangan besar.
DeleteDehh, peer banget buat mamak-mamak zaman now ini kak. Harus memang selalu upgrade diri biar gak ketinggalan sama anal2
ReplyDeleteIyaa, supaya paranoidnya teratasi. Jujur, saya paranoid sangat dengan zaman ini, melihat perkembangan - terutama hal2 buruk yang mengikutinya. Tapi kita harus hadapi ya
DeleteNgeri banget itu cyber bullying ya kak.. Pernah baca berita ada siswa yang bunuh diri juga secara online setelah mendapati komen2 pedas di postingannya..ckck
ReplyDeleteWuih .. jangan mi kesian. Dan ketika anak ta' di-bully, sebagai mamak saya juga merasa sakit :'(
DeletePerkembangan digital yg makin pesat dan tak bisa terelakkan. Mau tidak mau, suka tidak suka kita harus siap mengikuti arusnya. Hanya saja kita harus cerdas dalam memfilter segala kemungkinan akan hal negatif yg ditimbulkan.
ReplyDeleteYa benar, harus menjadi orang tua yang smart dan bijak.
DeleteMemang sekarang ini perkembangan dunia digital semakin cepat. Jadi mau gak mau kita sebagai orang tua wajib untuk mengikuti trendnya dengan tujuan agar kita bisa mengikuti dan dapat membimbing anak kita yang saat ini hidup di dunia dengan teknologi yang sudah maju
ReplyDeleteYup, setuju sekali. Begitulah tugas orang tua.
DeletePola asuh ortu jaman old seperti nya ortu lebih seperti pemimpin dan anak jadi segan shg tidak terlalu trbuka, sedangkan ortu jaman now seperti merangkul gitu ya mba
ReplyDeleteIya Mbak Asty, ortu jaman now lebih dituntut untuk bisa jadi teman biar anaknya mau terbuka.
Deleteini tantangan bagiku juga nih, ditengah gencarnya teknologi yang semakin berkembang, anak-anak harus tetap didampingi dengan kita nya juga harus update wawasan dan berita terbaru...
ReplyDeleteYes, Mbak
Deleteanak2ku juga nggak aku kasih punya akun sosmed saat ini. tapi untuk email, udah aku bikinkan dulu sekali, waktu meraka masih usia 2 & 3 tahun. Simpel aja, biar nanti pas udah gede nggak "rebutan" username sama google :D
ReplyDeleteKendali sepenuhnya di emaknya ya Mbak hehe
DeleteIntinya tetep komunikasi itu penting ya mba, agar selalu menjadi orang pertama yang mengetahui kondisi anak kita.
ReplyDeleteNah tentang digitalisasi ini mesti share juga. Kehati-hatian komunikasi di sosmed itu penting, agar tidak terpeleset dg kejamnya dunia maya. Apalagi ada UU ITE yang bisa jadi pedang bermata dua
Nah itu juga, ya Mbak. Harus waspada dan mengajak anak untuk waspada juga
DeleteMemang betul yah kak kalau di revokusi 4.0 ini perlu diterapkan literasj digital parenting, kalau org tua gak punya preventif terhadap dampak negatif dr digital, kasihan anak2nya
ReplyDeleteIya, harus waspada dan terus belajar :)
DeleteAku selalu berusaha untuk upgrade diri terhadap perkembangan teknologi, jangan sampai ketinggalan dari anak. Nggak mau dibilang mama gaptek, wekeke
ReplyDeleteMamak gaptek banyak ruginya, sih Mbak. Iya, kan? :D
Deletebetul ya ibu2 sekarang harus banget ya, dulu algi anak2ku kecil belum ada gadget baru setelah besar baru ada
ReplyDeleteIya Mbak. Harus lebh cepat belajar dan lebh keras di zaman ini
DeleteBener banget, di era seperti sekarang ini, sekecil apa pun bullying jangan disepelekan. Bisa jadi bermasalah. Anakku pernah ngalaminya. Sedih banget. Perlu waktu buat pulihkan semuanya. Alhamdulillah sekarang sudah selesai. Jadi ortu di zaman digital memang tantangannya berat
ReplyDeleteIya ya Mbak, sedih banget ketika anak di-bully. Sepertinya kesedihan ibu itu dua kali lipat daripada anaknya.
DeleteSetuju dengan semua tips di atas. Bergabung dengan komunitas yang positif dan upgrade pengetahuan terbaru. Harus bijak juga saat menggunakan sosial media.
ReplyDeleteBetul banget. Anak-anakku juga belum punya media sosial. Pake hape buat main game aja hehe
ReplyDeletePenting banget ya para orang tua belajara mengenai digital parent ini biar mereka bisa dampingi anaknya dan bijak menggunakan gadget.
ReplyDeleteNggak kebayang nanti tantangan dimasa aku punya anak (mungkin 5-10 tahun lagi?) bakalan sesulit apa.
ReplyDeleteTerimakasih sdh mengingatkan. Panduan penting nih bagi ortu di era digital
ReplyDeleteAnak zaman now mana sih yang gak ngikutin teknologi, makanya ortunya jg harus mengikuti ya mbak :D
ReplyDeleteAku sedih soal bully2 ini hiks, emamg sbg ortu kita wajib mendampingi anak ya mbak :D
Saya sudah buatkab akun youtube sama IG yang kelak bisa dikelola kalau sudah waktunya. Karena merintis itu sulit jadi saya usahakan dulu supaya nanti tinggal dilanjutkan
ReplyDeleteSebelum mengajarkan satu hal pada anak, kita juga harus ikut belajar tentang hal tersebut. GImana mau mengajarkan jangan nyinyir kepada anak kalau ortunya juga nyinyir ya mbak
ReplyDeleteBetul Mbak, menjadi orang tua dari anak-anak zaman sekarang, perlu terus meng-upgrade diri. Harus bisa mendampingi mereka menghadapi dunia era digital
ReplyDeleteAki jadi ingat lesan psikolog sewaktu acara parenting..jadi orang tua di zaman digital harus Baper alias Bawa Perubahan
ReplyDeleteamiin..
ReplyDeleteterima kasih mba sharingnya. Kita ya yg harus mengendalikan socmed :)
ada kelemahan dan kelebihannya dunia digital kayak sekarang ini.. noted buat aku artikel iniii
Karena menjadi orangtua bukanlah hal yang mudah. Sementara jaman terus berubah dan orangtua sebagai pelindung rasanya perlu untuk meng-upgrade diri. Ini sih poin yang sedikit banyak kutangkap, Bunda
ReplyDeleteTerima kasih banyak untuk tulisannya tentang hal ini.
Menjadi orang-tua yang yagital tidak mudah apalagi bagi para ibu yang memiliki karir di kantor, sehingga sulit utk membagivwaktu dengan anak dan berbagi ilmu tentang digital yg perlu diketahuinya.
ReplyDelete