Festival
Forum KTI yang ke-7 ini berlangsung di Hotel Four Points by Sheraton dan
mengusung 2 bagian besar: Panggung Inspirasi dan Side Events. Bagi Anda yang masih bertanya-tanya, apakah sebenarnya
festival ini, baiklah saya jelaskan dulu, ya.
Festival
yang bertajuk LOKAL
DAN BERKELANJUTAN
ini boleh dibilang sebuah perayaan keberhasilan dan inovasi pembangunan di
Indonesia bagian timur. Tujuannya adalah berbagi praktik cerdas,
pengalaman, dan pembelajaran dari berbagai program pembangunan di tingkat lokal
untuk meningkatkan rasa kepemilikan, mengharmonisasi, serta memperbaiki
pengelolaan program ke arah keberhasilan pembangunan nasional.
Saat
saya tiba di ruangan besar tempat Panggung Inspirasi berlangsung sudah banyak
orang. Seperti biasa, saya mencari kursi di bagian depan. Masih ada kursi kosong
di deret kedua dari depan. Saat duduk, acara belum dimulai. Sebagian peserta
masih ada yang menikmati sarapan yang disediakan. Saya memilih duduk saja,
menunggu acara berlangsung.
Tari
Journey of Sabbe dari Batara Gowa membuka
acara. Tarian yang sungguh memukau dengan properti berupa sarung-sarung corak tradisional.
Di antara sarung-sarung itu ada yang usianya sudah ratusan tahun yang sudah
langka.
Berikutnya,
tampil siswa-siswi SD
Keselamatan, menuntun
hadirin membawakan lagu
Indonesia Raya. Lagu
kebangsaan ini terdengar syahdu di sela-sela keberagaman hadirin di dalam
ruangan besar itu. Luna Vidya – salah seorang MC mengajak hadirin bersimpati
bencana alam yang baru terjadi di negara kita. Lantas merenungi hikmahnya,
untuk “menemukan Indonesia”. “Siapa kita? Indonesia!” yang dilantangkan
Luna kemudian menjadi slogan yang berulang kali dicetuskan di dalam ruangan
itu.
Berikutnya
sambutan demi sambutan disampaikan oleh:
- Muhammad Yusran Laitupa – Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI
- Winarni Monoarfa – Ketua Pokja Forum KTI
- Allaster Cox – Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia
- Prof. Nurdin Abdullah – Gubernur Sulawesi Selatan sekaligus membuka acara
Winarni mengatakan bahwa forum ini
mengakomodir 12 provinsi di Indonesia timur. Yang mana 6 provinsi terletak di
pulau Sulawesi, 2 provinsi di Nusa Tenggara, 2 provinsi di Papua, dan 2
provinsi di Maluku.
Keberhasilan
KTI dalam konektivitas dan pembangunan infrastruktur menjadi inspirasi. Semua
jadi formula pembangunan berkelanjutan untuk membangun KTI. Inspirasi-inspirasi
ini nantinya menjadi contoh upaya melokalkan sustainable goals.
“Mari bangun Indonesia dari KTI. KTI adalah masa depan Indonesia. Kita siapa? Indonesia!” ucap Winarni.
Lain
lagi sorotan Allaster
Cox. Menurutnya,
pendidikan dan kesehatan adalah pondasi penting agar pembangunan berhasil.
Prihatin, indeks human capital di Indonesia 0,53%. “Indonesia kehilangan
hampir separuh potensi masa depannya maka perlu ditingkatkan,” ungkap Allaster.
Menurutnya lagi, kepemimpinan lokal adalah
pondasi agar upaya mengatasi tantangan berhasil.
Allaster juga mengajak hadirin untuk mengatasi
kesehatan dan pendidikan – khususnya
stunting dan kekurangan gizi di Indonesia.
Profesor
Andalan (julukan gubernur
Sulawesi Selatan) menyampaikan kendala dan ancaman yang harus diselesaikan
dalam membangun Sulawesi Selatan, yaitu:
- Masih ada kendala infrastruktur. Misalnya di daerah terisolir seperti di Seko (Kabupaten Wilayah Utara) yang lebih dekat ke Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.
- Ancaman krisis air – sedang diusahakan pembangunan 2 bendungan yang diharapkan dapat menjadi solusi.
- Potensi laut masih besar sekali namun sudah ada beberapa keunggulan yang hampir punah. Di samping itu kemiskinan di beberapa pulau di Sulawesi Selatan harus dientaskan.
“Mari selesaikan persoalan-persoalan kebutuhan dasar masyarakat yang menganggap dirinya belum tersentuh,” gubernur mengajak hadirin.
Dari
kata-kata sambutan, berlanjut kepada keynote speech yang dibawakan
sendiri oleh Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) – Basuki Hadimuljono. Speech-nya berjudul Dari Subsidi ke Belanja Produktif, menampilkan keberhasilan pemerintah
pusat dalam pembangunan PUPR.
Praktik
Cerdas pertama yang tampil usai pembukaan
dan kata-kata sambutan adalah Kalaodi, Kampung Ekologi Penjaga Tidore.
Kalaodi adalah salah satu kampung tertua di Pulau Tidore.
Kalaodi juga merupakan nama kelurahan.
Selain Lurah sebagai kepala pemerintahan,
di Kalaodi ada pemangku adat yang disebut Suwohi.
Suwohi memfasilitasi para SimoGam (kepala suku).
Warga
Kalaodi mengelola hutan dan lingkungan sekitarnya mengikuti aturan adat dan
tradisi yang berlaku. Dalam interaksinya dengan alam semesta dan masyarakat
berlaku Bobeto (sumpah turun temurun) yang berbunyi, “Nage dahe so jira
alam, ge domaha alam yang golaha si jira se ngon.” Arti dari Bobeto ini
adalah, “Barang siapa
yang merusak alam nanti dirinya dirusak oleh alam.”
Di
Kalaodi ada peraturan pengelolaan alam secara komunal dan pribadi yang ditepati
warga. Ketika wilayah hutan sekitar Kalaodi termasuk pemukiman warga ditetapkan
sebagai hutan lindung oleh pemerintah pada tahun 1982, area warga Kalaodi
menjadi lebih sempit.
Pada
tahun 2014 Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Maluku Utara mengajak warga
menyiapkan sempadan selebar 15 meter untuk ditanami bambu. Walhi memperkenalkan
aktivitas perhutanan sosial untuk merawat cara komunal yang kini hasilnya telah
dipetik warga Kalaodi. Bukan hanya menjadi penghasil pala dan cengkih dalam
jumlah besar, Kalaodi juga menjadi penghasil bambu. Mulai dari jenis bambu
biasa hingga bambu kuning berbintik merah dan corak batik.
Selanjutnya
giliran Meiske
Demitira Wahyu, inspirator
dari gerakan Seribu
Anak Bangsa Merantau untuk Kembali dalam program Sabang Merauke. Di Festival Forum KTI ini Meiske berkisah mengenai prasangka yang menjadi awal ketakutan
dan perpecahan. Bersama 6 orang temannya, Meiske menyelenggarakan program bagi anak-anak SMP di
seluruh Indonesia untuk mengenal keberagaman suku dan agama dengan cara
pertukaran pelajar selama 3 pekan. Harapannya, setelah itu mereka akan kembali ke daerahnya
dan menjadi duta perdamaian.
Makassar, 17 November 2018
Bersambung
Baca juga mengenai Festival Forum KTI tahun 2015:
- KTI, Masa Depan Indonesia
- Graphic Recorder, Profesi Kreatif Keren Abad Ini
- Gerakan Gebrak Malaria dan Pejuang Legislasi Malaria dari Halmahera Selatan
Share :
0 Response to "Festival Forum KTI: Tentang Keberagaman, Lokal, dan Berkelanjutan"
Post a Comment
Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^